17. Jay & Jungwon

2.9K 438 12
                                    

Dimalam yang sama ada seorang remaja tampan tengah berteduh disalah satu toko barang antik. Remaja itu adalah Jay, ia menggunakan hoodie hitam dan topi hitam.

Hujan hanya rintik rintik bisa saja diterjang tapi Jay terlihat malas untuk membasahi tubuhnya barang sedikit saja.

"Ck sialan" umpatan keluar dari bibirnya.

Ternyata hoodie miliknya tak cukup untuk menghangatkan tubuh. Kulitnya mulai terasa dingin dan kakinya pegal akibat suhu yang rendah ditambah hembusan angin yang tak henti henti menerpa seakan mereka menyukainya.

Jay menoleh ke dalam toko, terihat isinya yang sepi. Ia sedikit tergiur dengan sofa empuk yang berada di dalam. Alangkah enaknya jika bisa berbaring di sana. Tanpa menunggu lama ia langsung saja masuk.

Toko itu benar benar sepi bahkan penjaganya saja tidak terlihat. Ia berkeliling memperhatikan setiap sudut ruangan, siapa tahu sang penjaga sedang ada di tempat lain.

Pelan pelan ia melangkah mendekati lemari besar berisi CD CD jadul. Tangannya tak kuasa untuk tidak menyentuh benda itu bahkan ia bergumam wow saat menyentuh satu satu dari CDnya.

"Jangan khawatir, hujannya tidak deras aku akan tiba lima belas menit lagi"

Seseorang muncul dari balik pintu kayu diujung ruangan. Orang yang terlihat lebih mungil darinya keluar sambil menggenggam ponsel ditangan. Dia sedang berbincang dengan orang diseberang telepon.

Saat tubuhnya berbalik pandangan mereka otomatis bertemu. Sontak saja remaja mungil itu langsung mematikan panggilannya dan menghampiri Jay.

"Jay?" pekiknya saat jarak antara mereka sudah dekat. Orang yang dipanggil namanya langsung menoleh dan tidak kalah terkejut.

"Domba?"

"Jungwon!" tegasnya kesal. Selau saja memanggilnya domba.

Jay meringis kikuk. Ia langsung meletakkan kembali CD yang sebelumnya ia pegang dan beralih memperhatikan remaja kecil dihadapannya. Jungwon terlihat hendak pergi tangannya saja membawa segerombol kunci.

"Tutup?" tanyanya sedikit kecewa karena ia masih ingin berteduh sementara, di luar terlalu dingin.

Jungwon tampak berpikir. Dia menoleh ke luar jendela lalu beralih melihat Jay begitu terus sampai sekitar tiga kali kemudian menghela nafas panjang.

"Kau boleh tinggal" katanya, kemudian melangkah menuju meja kasir.

Senyum sumringah langsung terukir jelas di wajah Jay. Ia langsung berjalan cepat menuju sofa yang menggiurkan tadi, duduk sambil memeluk dirinya sendiri. Tubuhnya masih saja dingin meski tidak seburuk tadi.

Dari meja kasir Jungwon diam diam memperhatikan Jay ia tahu remaja itu tengah kedinginan tapi ia mencoba untuk tida peduli dan kembali fokus pada ponsel pintarnya.

Ia sedang berbalas pesan dengan sepupunya. Daniel memintanya untuk pulang cepat. Sepupunya itu memang sangat manja dia tidak suka sendirian di rumah.

Benar dirinya hanya tinggal berdua dengan Daniel orang tua mereka tinggal di kota lain dan toko antik ini milik sang kakek yang sekarang menjadi miliknya.

Jay juga melakukan hal yang sama, ia curi curi pandang ke Jungwon. Perasaannya tidak tenang ia ingin mengajak bicara remaja kecil itu tapi entah kenapa otaknya membeku tidak ada satu kata pun yang terlintas.

Jujur Jay lebih menyukai Jungwon yang berisik dan selalu mengoloknya setidaknya ia tidak akan merasa kesepian, dari pada bersikap dingin seperti ini.

"Uhuk Uhuk!"

Oh sial, Jay sepertinya terserang flu benda cari nan lengket hampir saja keluar dari hidungnya jika ia tidak cepat meraih tisu.

"Kau baik?" Jaungwon mulai menghentikan acara berbalas pesannya dengan Daniel dan langsung beralih kepada Jay yang terlihat makin pucat.

"Tentu uhuk"

Terpaksa Jungwon beranjak dari kursi empuknya dan mendekati Jay. Ia sentuh kening pemuda itu. Panas, apa dia bercanda? Jay bahkan tidak terkena hujan kenapa bisa sampai demam.

"Serius? di luar hanya gerimis"

"Makanya itu aku menghindari mereka, meski hanya gerimis tubuhku sangat sensitif" Jay makin menggigil ia semakin erat memeluk dirinya sendiri.

Lama kelamaan Jungwon jadi tidak tega. Ia langsung beranjak mencari obat dan sesuatu yang bisa menghangatkan pemuda itu.

Tak lama Jungwon kembali ia membawa dua buah selimut ditangannya "Aku akan mencarikanmu obat" dengan perhatian ia menyelimuti tubuh Jay tak lupa menyuruhnya berbaring.

"Tapi masih hujan" Jay mencoba menghentikannya dia juga jadi tak enak merepotkan. Jungwon sama sekali tidak mendengarkan dan langsung saja menerobos pergi.

Dingin, jarak toko ke apotek lumayan jauh jadi, mesiki hanya gerimis tubuhnya tetap basah dan ternyata anginnya lumayan kencang.

Secepat mungkin Jungwon berlari ia tidak boleh lama lama meninggalkan orang yang sakit.

"Apa sih yang aku lakukan" lirihnya sambil memandang kantong plastik yang dibawanya.

Kembali menjadi badut itulah yang dia lakukan. Padahal sudah bertekat untuk tidak peduli lagi tapi ujung ujungnya terjebak lagi di lubang yang sama.

Di toko, Jay tak berhenti batuk sampai dadanya terasa sesak. Wajahnya makin pucat, tubuhnya juga masih panas dingin. Ia merutuki kepergiannya malam ini seharusnya tadi diam saja di rumah.

Beberapa kali ia menoleh ke pintu berharap Jungwon akan segera datang. Kepalanya mulai pening ia tak mau pingsan apa lagi dihadapan Jungwon.

Bruk!

Jay menoleh ia mendapati Jungwon yang terjatuh diamabang pintu masuk reflek ia berdiri hendak membantu tapi kepalanya terlalu pusing untuk sekedar bangkit.

"Diam di sana aku bisa sendiri!" pekik Jungwon saat melihat Jay memaksakan diri utuk bangkit.

Lututnya berdenyut nyeri ini semua karena lantai yang licin dan lagi ia tadi berlari alhasil lutut tercintanya menyapa lantai.

"Kau sudah makankan?" Jungwon bertanya sambil membuka tablet obat kemudian memberikannya pada Jay saat pemuda itu sudah mengangguk.

Jungwon kembali mengecek suhu badan Jay, masih panas obat saja tidak cukup. Ia langsung mengambil air dingin dan handuk kemudian mengompres Jay pelan pelan.

Ia sudah biasa mengurus orang sakit karena tinggal sendirian membiasakannya untuk merawat diri sendiri dengan kata lain ia sudah dipaksa menjadi mandiri dari kecil.

Jay memandang Jungwon sendu, mendadak ia jadi merindukan sosok kecil yang menyebalkan, yang selalu mengejeknya dengan banya kata kata abstrak, ia merindukan Jungwon yang dulu.

"Maaf"

"..."

"Maaf, aku sudah keterlaluan" kali ini ucapan maafnya terdengar tulus. Jungwon sampai tertegun, memaksa perasaannya untuk melunak kembali.

Tak ada jawaban Jungwon malah mengalihkan pandangannya kearah lain, menghindari tatapan Jay yang baginya terasa begitu menyakitkan.

Perlahan tangan kiri Jay bergerak
meraih jemari Jungwon yang dingin. Mengenggamnaya hangat kemudian kembli berbisik.

"Terima kasih"

Setelah mengatakannya ia tertidur, sudah tidak sanggup manahan rasa pusing yang seakan menelan otaknya perlahan.

Jungwon menunduk, tangannya masih berada di genggaman Jay "Aku bisa apa jika kau bengini" lirihnya.

.
.
.

TBC

Kurang puas aku sama bab kali ini karena baru aja ngetik😌

First Love || [Sunghoon X Sunoo] ENDWhere stories live. Discover now