24|Hitam dan Putih|

12 2 0
                                    

Ketika Blackrider membalikkan tubuh justru ia mendapati Shireen telah tak berada di tempatnya berdiri. Di Kota Merah muda Dunia Warna, Black Shawn dan kedua orang tua Wantn dikejutkan dengan kedatangan anak-anak mereka. Sambut peluk hangat mereka lakukan, terutama dari Black Shawn kepada Blackrider, terdapat rasa cemas akan leher pemuda itu yang dibalut gips, sebenarnya bagian otot tangan kanan dan dadanya juga berbalut perban, namun pakaian menutupinya.

"Hai, Watn!" sapa Black Shawn sambil melambaikan satu tangan. "Apa kabar?" tanyanya memastikan, tapi terdengar lebih akrab.

Watn yang tengah berbicara dengan Ummi dan Abi segera mengalihkan pandangan, merekahkan senyum, berusaha menyembunyikan perasaannya. "Alhamdulillah, Tuan," jawabnya. "Aku hanya merasa lelah."

Ia berpamitan kepada semua orang untuk beristirahat di dalam kamar, sebelum ia memasukinya, setelah itu, mengunci pintu, membalikkan tubuh dan bersandar di baliknya, wajah ceria itu mendadak berubah menjadi sendu, semakin lama semakin tampak seperti akan menangis. Blackrider hanya menyorotnya, hingga pintu tertutup, ia tahu jelas bagaimana perasaan Watn sejak kemunculan Shireen di mal itu. Dan alasan lelahnya saat ini dapat dibaca oleh Blackrider bahwa ia telah berbohong.

Semakin lama semakin merasa bersalah, namun seperti yang kau tahu bahwa Blackrider belum bisa berbuat apa pun. Sementara itu Watn mulai menangis sambil bersembunyi, berusaha untuk tak diketahui siapa pun.

"Kau menghilang setelah kami bertunangan, kau tahu..."

"...Ayah menunggumu, apa kau lupa sebentar lagi kita akan menikah?"

"Hei!" kata Blackrider. "Kau sungguh memercayainya?"

"Bahkan aku sama sekali tak mengenalnya."

Kalimat itu terus berputar di kepalanya, semakin membuat luka di hatinya membesar, terkulai dan duduk bersandar pada pintu, situasi yang membingungkan, ia tak tahu lagi apakah harus tetap memercayai Blackrider, atau Shireen. Cukup itu adalah patah hati pertama yang baru dirasakan oleh Wtn dalam hidupnya, baiklah! Ini adalah awal dari perjalanan barunya, Ummi memintanya agar ia melanjutkan kuliahnya pada kampus yang sama dengan Blackrider, mendengar hal itu bahkan semakin membuat perasaannya hancur.

Seolah cinta tiada berharga dalam pandangannya, ia berpikir bahwa menolak permintaan tersebut mungkin akan lebih baik. Namun Ummi tetap memaksanya setelah itu, bahkan Abi sangat ingin jika Watn dapat kembali berkatvitas seperti yang biasanya ia lakukan di Kota Coklat. Akhirnya ia tak bisa menyangkal lagi pemaksaan itu, menceritakan tentang masalahnya itu membutuhkan keberanian besar baginya, jika memang tentang percintaan. Bukan hanya karena ia tidak berani, namun ia takut jika orang tuanya mengira bahwa ia dan Blackrider telah menjalankan hubungan. Hari pertamanya ketika akan berangkat menuju kampus, sebisa mungkin Watn harus berpura-pura berangkat bersama dengan Blackrider. "Wah! Mereka sangat akrab," kata Ummi kepada Black Shawn. Meski Ummi berpikir begitu, padahal Watn justru memisahkan diri dari Blackrider ketika jarak mereka agak jauh dari rumah.

"Kau mau pergi ke mana?" tanya Blackrider.

Watn berbalik menghadap Blackrider, menatapnya datar namun tampak kesal. "Halte," katanya, kemudian berbalik berniat akan melanjutkan perjalananannya.

"Baiklah! Aku membawa mobil," kata Blackrider, sementara diam-diam Watn menyimaknya. "Dan mengapa kita-"

Belum sempat pemuda itu menyelesaikan kalimatnya, Watn berbalik dengan gesit. "Aku hanya tidak ingin menyakiti siapa pun," jawabnya tandas.

Blackrider hanya menatapnya bingung, kala itu angin bertiup lebih kencang, sebelum akhirnya Watn pergi meninggalkan Blackrider yang tak mampu berkata apa pun, dengan perasaan sedih pemuda itu beranjak menuju mobilnya, menarik terbuka pintunya lalu masuk. Mengapa kau tak memercayaiku? Batinnya. Kami berteman sejak lama, namun kenapa kau hanya memercayai orang yang aku sendiri tak mengenalnya. Hari pertamanya menjadi seorang sisiwi baru pada kampus yang sebenarnya hanya sebuah paksaan, Watn memilih fakultas seni, jurusan seni musik, menurutnya dari sana ia akan tahu bagaimana cara untuk tersenyum, yah! Dari kebiasaannya senyum akan merekah ketika mendengar musik yang indah, atau jika ingin lebih maksimal, cukup hanya dengan mensyukuri harinya, ia akan merasa bahagia.

Wonder Colours: Fight in Color WorldWhere stories live. Discover now