20|Warna Misterius|

12 2 0
                                    

"Assalamualaikum..."

Sore itu Watn berkomunikasi dengan saudari sepupunya, Bairot. Dua gadis itu mulai tenggelam dalam percakapan ringan, saling mengutarakan rindu. Hingga akhrnya Watn berterus terang tentang kondisi Blackrider yang membuat Bairot tidak percaya, mendengar kabar buruk itu sungguh membuatnya ingin melihat kondisi pemuda itu secara langsung, jadi, Watn memberikan Miniseluler-nya pada Blackrider. Mereka berbicara bersama cukup lama hingga hari menjelang magrib, dan kala itu juga mereka menghakhiri pembicaraan, saling mengingatkan untuk tetap melaksanakan salat. Watn, yang sedang datang bulan, ia tidak lupa untuk melakukan zikir, atau lebih tepatnya beristigfar, baginya itu lebih penting.

Sementara itu Blackrider yang masih belum mampu untuk membasuh dirinya dengan air, rasa dingin masih kerap menyelimutinya, sehingga ia belum bisa mandi. Jadi, ia melakukan tayamum kemudian melaksanakan salat. Selepas itu pemuda itu menghubungi Black Shawn, kebahagiaan tampak ketika ia melihat bagaimana cara ayahnya menerima telepon, pemuda itu sungguh ingin ayahnya datang mengunjunginya, namun, Black Shawn mengatakan bahwa mendapatkan uang yang banyak itu sulit. Jadi, ia tak mungkin memaksa ayahnya. Tak lama seorang staff membuka pintu ruangan, membawa sebuah nampan berisi semangkuk sup, semangkuk nasi, dan teh hangat, terkemas rapi dengan plastik di atasnya, berjalan menghampiri Blackrider, lalu meletakkan nampan itu di meja makan pasien, tepatnya di depan ranjang rawat.

"Selamat makan!" ucap si staff itu ramah, dan keduanya membalasnya dengan ucapan terima kasih sebelum ia pergi.

Blackrider bangkit duduk, melihat makanan yang berada di hadapannya, tampaknya cukup lezat, tentu saja ia sangat ingin segera melahapnya, namun sebelum itu, ia menawari gadis yang menemaninya untuk makan bersama.

"Tidak, terima kasih," katanya, bangkit dari kursi, beranjak menuju lemari kemudian membuka pintunya. "Aku juga punya," katanya, membuat Blackrider menyorotnya dengan kernyit. "Ini," ia mengacungkan sebungkus mi tingi-tinggi, kemudian menurunkannya dan menutup pintu lemari. Bangkit lalu mengambil sebuah mangkuk dari tempatnya, membuka kemasan bumbu lalu menaburkannya ke dalam mangkuk, kemudian barulah ia memasukkan mie sebelum menuangkan air panas dari dalam termos.

Blackrider menyipitkan mata pada Watn. "Ada berapa banyak mi instan yang kau miliki?" tanyanya sambil mengerutkan dahi. Sebelum mereka makan bersama.

"Mm..." Watn mengaduk mi. "Aku membeli satu kardus mi, untuk kunikmati pada setiap hari."

Mendengar hal itu Blackrider tersedak. Gadis yang duduk di sebelahnya, menatapnya secara otomatis, terkesiap, lalu bangkit dan beranjak untuk mengambilkan segelas air, sekejap ia kembali lagi, memberikan segelas air itu pada Blackrider. Pemuda itu menerimanya, kemudian meneguknya. Tetap dengan basmallah, diam-diam Watn menatapnya khawatir, dan setelah itu Blackrider meletakkan gelas yang menyisakan seperempat gelas air di atas meja makannya, mendongak menatap Watn dan berterima kasih. Kemudian mereka melanjutkan acara makan malam.

"Kau serius?" Blackrider kembali bertanya tentang mi instan itu.

Watn mengangguk, kemudian melahap mi.

"Bahkan aku jadi khawatir jika lambungmu bermasalah karena itu," Watn dapat menyaksikan wajah serius Blackrider dari lirikannya, yang seketika membuat wajah gadis itu memanas.

Watn merekahkan senyum tersipu, menarik tubuh, menyeka kuah yang tersisa di bibir. "Kau berlebihan," katanya. "Aku tidak masalah."

Pada keesokan harinya Juliana kembali ke Sekolah Mayor, sambutan hangat dari anggota bela diri menghampirinya, membuat Olive dan para murid kelasnya mengernyit, ketika menyaksikan hal itu dari jendela, merasa penasaran dengan apa yang membuat para murid berkerumun. Rupanya ia bersama para muridnya belum mengetahui sebuah kejutan manis yang selama ini mereka nantikan, hingga rasa penasaran mereka sepertinya sudah memuncak, tak dapat mereka menahan diri untuk keluar dari dalam kelas dan beranjak menghampiri kerumunan itu. "Ada apa ini?" tanya Olive, membuat kerumunan itu berpencar menjadi dua buah bagian, sementara setelah itu ia dan para muridnya dapat langsung menyaksikan siapa orang yang tengah berdiri di atara barisan para murid itu.

Ternganga karena tidak percaya bahwa, apakah orang yang di hadapan mereka adalah Juliana sungguhan? Atau hanya halusinasi saja? Namun Olive Magenta segera menyadari bahwa yang dapat melihat Juliana Indigo bukan hanya dirinya, jadi, bagaimana mungkin ini semua hanya halusinasi. Olive segera berlari dan mendekap murid kesayangannya, tak lama para murid kelasnya melakukan hal serupa. Olive melepas peluk, memegang lengan Juliana dengan tatapan simpati. "Kau baik-baik saja?" tanyanya. "Apa tubuhmu terluka?" lanjutnya. Dengan lembut Juliana merekahkan senyum. "Alhamdulillah," jawabnya. "Aku baik-baik saja, Nyonya." Gadis itu dibawa oleh gurunya menuju ruang makan, ia disajikan hidangan gratis yang membuatnya menjadi sungkan.

"Maaf, karena baru bisa berkunjung pada hari ini," kata Juliana setelah duduk di ubin papan.

Salah satu teman sekelasnya mengernyit, tak menyetujui ucapan itu. "Kau tak perlu meminta maaf, Julie."

Juliana terkekeh. Ia menjelaskan jika sebenarnya kasus dirinya ternyata melibatkan banyak orang, sungguh membuat orang yang mendengarnya terkejut. Olive jadi merasa bersalah ketika mendengar Blackrider adalah tokoh utama yang sangat berusaha untuk mengungkapkan kasus tersebut, jadi, ia sangat ingin meminta maaf. Dan kisah tentang bagaimana Edloss membawa dirinya dari tempat itu membuat Olive merasa jika hubungan buruk antara dirinya dan Edloss menjadi berbahaya. Sebenarnya, Olive tidak pernah merasa bersaing dengan Sekolah Minor, namun Edloss selalu angkuh dan merasa bahwa para muridnya lebih berhak untuk mendapatkan kemenangan dalam sebuah turnamen.

Selain angkuh Edloss juga seorang yang ambisius, jika muridnya gagal dalam turnamen, ia begitu tidak terima dan langsung memarahi muridnya, dengan alasan bahwa muridnya itu telah mempermalukan nama baik sekolah. Padahal jika saja dia berpikir lebih jernih, sebenarnya menang atau kalah bukanlah sebuah masalah. Jadi, kini Juliana Indigo kembali mempelajari ilmu bela diri aikido hingga waktu demi waktu berlalu. Turnamen itu kembali diselenggarakan pada tempat yang berbeda dari sebelumnya, dengan jenjang yang lebih tinggi, apakah ia akan berhasil? Kini Blackrider tentu bukanlah rivalnya lagi, lalu siapakah rival barunya?

"Jangan sampai perutmu kosong sebelum turnamen berlangsung," Bluekalisa, teman sekelasnya mengingatkan.

Juliana menyengir merasa diperhatikan. "Ya," jawabnya, menoleh ke arah Bluekalisa sambil menggaruk kepalanya. "Alhamdulillah, aku sudah makan sebelum berangkat ke sini."

Tiba-tiba ia melangkah mundur setelah menabrak seseorang, mengalihkan pandangan ke hadapannya, menyaksikan seorang gadis berambut abu, dengan wajah penuh riasan tengah menatapnya tajam. Membuat Juliana mengerutkan wajah. "Maaf," katanya. "Kalau berjalan tujukan pandanganmu ke depan!" kata gadis itu jengkel. Juliana semakin merasa sungkan, jadi ia kembali meminta maaf, namun sayangnya gadis itu beranjak sebelum ia sungguh mengucapkannya. Juliana tertunduk, terus merasa bersalah. Akhirnya seorang teman yang berada di sebelahnya mengingatkan, bahwa dirinya telah meminta maaf, jadi, jangan merasa bersalah secara berlebihan.

Hari itu juga Blackrider baru menyadari bahwa Juliana telah berada di Dunia Warna, setelah ia mengingat bahwa saat terakhir kali ia bertelepon dengan gadis itu, ia melihat gadis itu bersama Green Mila dan Zombierange duduk di sofa kafetaria

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari itu juga Blackrider baru menyadari bahwa Juliana telah berada di Dunia Warna, setelah ia mengingat bahwa saat terakhir kali ia bertelepon dengan gadis itu, ia melihat gadis itu bersama Green Mila dan Zombierange duduk di sofa kafetaria.

"Juliana Indigo, perwakilan dari Sekolah Mayor.." seru MC, "...dan Shireen Akiyama Gray, perwakilan dari Sekolah Minor."

Suara tepuk tangan menggema di seluruh ruangan, namun beberapa orang berbisik-bisik, sebagaian lagi membicarakan tentang Sekolah Minor yang mendadak muridnya kembali mengikuti acara turnamen, bukankah rumor yang beredar adalah jika Sekolah Minor sempat ditutup, dan sejak kapan sekolah itu kembali dibuka? Mendengar nama baru yang dipanggil, Olive dan Juliana sempat terkejut, merasa nama tersebut belum pernah dipanggil dalam acara turnamen sebelumnya.

"Siapa dia?(*)

Wonder Colours: Fight in Color WorldWhere stories live. Discover now