16

819 46 0
                                    

Happy Reading.

Direvisi : 10-10-2021


💢💢💢


Hari ini adalah hari senin, dan hari ini Matahari yang ada di langit memancarkan sinarnya dengan ceria. padahal ini masih pagi, semua siswi-siswa yang ada di lapangan mengeluh dan ingin rasanya pergi dari sini. tak menghiraukan ceramah atau pidato yang ada di depannya siapa lagi kalo bukan pak kepala sekolah? tapi semua murid takut kalo pergi dari lapangan ini. nantinya akan terkena hukuman atau di beri sanksi pada kepala sekolah, dan mau tak mau semua murid mendengarkannya sampai upacaranya pun selesai.

Vanila walupun mungil tapi ia berdiri di paling belakang mungkin ini ke beruntungan bagi Vanila, pada hari ini. Jadi kalo pun ia mengobrol atau hal lainnya tak akan di ketahui oleh guru maupun oleh pak kepala sekolah, Vanila dengan wajahnya yang murung tak ada gairah tuk hari ini dan ia tak mendengarkan celotehnya kepala sekolah yang panjang lebaritu.

ia sedih kemarin kakaknya pergi ke new york tapi ya sudahlah ini demi perusahaan yang ada di sana yang harus terselamatkan dan sehingga masalah yang ada di sana terselesaikan. ia juga mendo'a 'kan kakaknya yang di sana selalu baik-baik saja, semoga saja.

Semua itu tak luput dari lelaki yang bermanik mata hitam itu. Jarak Vanila dan lelaki itu dekat hanya beberapa meter saja, siapa lagi kalo bukan Atalla Richard Megantara. ia juga tak menghiraukan orang yang ada di depannya seakan objek yang menariknya adalah gadis bermata coklat tua.

Fika yang ada di samping Vanila, heran ada apa dengan Vanila tak bersemangat biasanya sahabatnya ini selalu ceria sepanjang hari tapi lihat? Hari ini tak ada gairah-gairahnya untuk hidup.

"Vani lo kenapa?" tanya Fika, penasaran dengan Vanila yang murung hari ini.

Vanila tersentak lalu menoleh ke kanan ternyata yang mengagetkannya adalah Fika sahabatnya. "Apa?" jawab Vanila tak fokus, matanya menatap Fika.

"Lo kenapa?"tanya Fika lagi dengan pelan, takut ketahuan guru BK ataupun pak kepala sekolah. gawat kalo ketahuan dirinya akan dalam bahaya, hukuman misalnya.

"Abang Vano, ke new york Fik. di sini bang Vano cuma sementara tapi aku mau bang Vano tetap di sini," balas Vanila pelan, menatap Fika dengan sendu.

Fika yang melihat Vanila seperti itu jadi ikut sedih, "hmmz gitu ya? Gue harap Bang Vano disini lagi ya sesuai yang lo mau," tanya Fika, Vanila jadi menundukkan kepalanya Lalu mendongakan kepalanya kemudian menoleh ke samping,  "iya Fik, karena aku di rumah terkadang sendirian. mama jarang pulang karena sibuk kerja di luar kota. Walaupun ada bibi Neni di rumah yang mengurus rumah mama, pak satpam yang menjaga rumah mama. Dan orang yang ngurus halaman rumah juga, tapi rasanya beda, Fik." jawab Vanila panjang lebar.

Jawaban dari Vanila membuat Fika mengangguk mengerti. "Ya udah,  kalo mama lo gak ada di rumah di luar kota misalnya, lo jangan sedih ya? Apalagi merasa sendirian? Lo punya kita, kita selalu ada di dekat lo."

Vanila mendengar ucapan Fika mengembangkan senyumnya yang  tadi sempat hilang. "Iya,"respon Vanila, dengan matanya sayunya, karena matahari mulai meninggi.

Tanpa sadar Atalla yang tak jauh dari Vanila mendengar ucapan-ucapan keduanya. walaupun samar-samar tapi pendengaran Atalla cukup tajam, Atalla mendengar ucapan Vanila maupun Fika berisikan tentang kakaknya Vanila. ternyata kakak Vanila sudah ada di new york sekarang, entah itu berita senang ataupun sedih baginya, tapi jika boleh jujur hati kecilnya senang. ia lebih leluasa jika nanti kalo ada di dekat Vanila, ia juga ingin melindungi dan menjaga Vanila, entalah ia bingung pada dirinya sendiri untuk bertindak seperti itu.

Tak lama upacara pun telah selesai membuat seluruh murid yang ada di lapangan bersorak senang dan mungkin sebagian ingin singgah di kantin entah itu ingin membeli makanan ataupun ingin membeli minum, semua guru yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya terutama pak kepala sekolah.

Mila dan Viola menghampiri kedua sahabatnya itu. Sebelum keduanya benar-benar masuk kedalam kelas.

"Eh, berdua!" panggil Mila, membuat kedua orang itu berbalik.
Di belakang ada Mila dan Viola.

"Apa?" sahut Fika, Vanila hanya diam saja melihat ketiga sahabatnya berbicara.

"Lo berdua, gak mau ke kantin apa?" tanya Mila, menatap keduanya secara bergantian.

Fika menoleh ke samping mengode pada Vanila, 'mau ke kantin atau gak?' Vanila tahu Fika mengodenya lalu Vanila menggelengkan kepalanya.

Fika pun beralih menatap pada Mila dan juga Viola secara bergantian. "Gak deh kayanya Mil, Vio, lo berdua aja kalo mau. gue sama Vanila langsung ke kelas aja takut gurunya masuk awal entar di hukum kalo kita telat masuk kelas, idih gue mah sih ogah apalagi di suruh ngebersihin toilet ewh... gak ah," balas Fika, sambil bergidik ngeri membayangkan jika ia akan di hukum jangan sampai deh.

Mila dan Viola mengangguk, "ya udah Mil, kita gak usah ke kantin ya? Gue juga ogah kalo nanti di hukum," ucap Viola. Viola juga bergidik ngeri jika membayangkan itu semua.

"Ya udah, yuk ke kelas aja." final Mila, ia juga tak ingin jika dirinya di hukum. katakanlah keempatnya alay tapi itulah kenyataan di sekolahan ini hukumannya tak kira-kira bikin orang tobat saja. Apalagi guru killer yang ada disini.

Keempat gadis itu pun yang tadinya terhenti, kini kakinya melangkah menuju ke kelasnya. masing-masing contohnya Vanila dan Fika kelas XII IPA I, untuk Mila dan Viola kelas XII 2.

*****

Bel istirahat pertama pun sudah memanggilnya.

Vanila membereskan alat tulis serta  lain-lainnya dengan telaten, Fika hanya memperhatikan Vanila saja karena ia sudah membereskan tempat alat tulisnya.

"Van, ke kantin yuk," ajak Fika, netranya menatap Vanila.

Vanila berdiam sejenak. " hmmz, kayanya aku gak laper deh Fik... jadi aku gak ke kantin dulu ya?"ucap Vanila lembut, nentranya menatap balik ke Fika.

Fika berdecak sambil memutarkan kedua bolanya malas, "gak! Pokoknya lo ikut sama gue," balas Fika kesal.

"Fik, aku udah sarapan ko sampe sekarang gak laper, kamu duluan aja ya." tukas Vanila, mencoba membuat Fika mengerti bahwa ia tak ingin makan apapun, ia masih kenyang.

"Ya udah, gue duluan ya Vani. soalnya perut gue meronta-ronta minta jatah makan nih," ucap Fika, sambil nyengir.

Vanila tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. "Ya udah, Fik kasian cacingnya entar ngambek sama kamu. kalo gak di beri jatah makanan," balas Vanila lugu.

Fika meringis karena di dalam perutnya sudah berbunyi nyaring di dalam kelas itu, untung semua teman-temannya yang ada di dalam sudah keluar sehingga tak menanggung malu, eh ada deng Vanila yang ada disini.

Vanila tertawa mendengar perutnya Fika. apa segitunya cacingnya yang ada di dalam perut, ingin minta di isi oleh makanan tapi bukan Fika doank sih dirinya juga kalau sedang lapar-laparnya. Vanila jadi sedikit meringis.

"Tuh kan, cacing gue udah demo gue duluan ya. gak papa 'kan kalo lo sendirian di sini?"tanya Fika.

"Gak papa ko Fik. ya udah sana geh takut bel istirahatnya habis nanti kamu gak jadi makan, nanti gimana nasib cacing di perut kamunya," ucap Vanila sembari tertawa pelan.

Ah iya yang di ucapkan Vanila itu benar. kalo ia ngobrol dengan Vanila terus-menerus kapan ia akan ke kantinnya, kan kasian cacing yang ada dalam perutnya sudah meminta jatahnya. "Ya udah, gue ke kantin bye Vani!" balas Fika, tak lama kakinya melangkah keluar dan menuju ke katin yang sudah memanggilnya.

****

Makasih yang udah baca dan votenya😍😍😍

My Perfect Boyfriend (✔)Where stories live. Discover now