Perhatian Dari Mantan

11.8K 754 12
                                    

Mataku membelalak, begitu mengetahui siapa yang mengangkat tubuh ini.

"Mas Ferdi? Tu ... turunin aku, Mas!"

"Sttt!" Mas Ferdi melarangku berbicara.

Dia tetap saja berjalan, sembari membopong tubuhku menuju ruangan khusus yang tersedia untuk keluarga yang menunggui pasien. Mas Ferdi memang sengaja memilih kamar VIP untuk Davin yang nyaman. Kemudian dengan pelan-pelan dia merebahkan tubuhku di ranjang.

"Tidurlah!" Mas Ferdi menyuruh sembari menutupi tubuhku dengan selimut putih yang sudah tersedia.

Melihat aku diam saja, lelaki itu pun berlalu. Lalu terlihat dia merebahkan badannya di sofa yang letaknya tak jauh dari ranjang Davin.

Jam di pergelengan tangan sudah menunjukan pukul sebelas malam. Rupanya aku sudah tertidur sekitar dua jam-an. Tiba-tiba perut terasa perih sekali. Baru ingat, terakhir makan adalah saat menyuapi Abella tadi pagi. Pantas perut ini begitu melilit.

Mami tadi ke sini juga tidak membawa makanan. Mungkin dia tergesa-gesa sehingga hanya menyiapkan beberapa helai baju gantinya Davin dan Mas Ferdi.

Kalau kelaparan begini, aku jadi sedikit menyesal. Karena tadi tidak ikut makan saja bersama Abella di kantin, tapi kenyataannya tadi sore aku memang tidak lapar.

Rasa lapar yang menyerang perut membuat aku tidak bisa memejamkan mata kembali. Ingin turun ke kantin, tapi sudah larut. Berkali-kali ganti posisi tidur tetap tidak bisa terlelap lagi.

"Kenapa, Ay?"

Teguran Mas Ferdi membuat aku mendongakkan wajah. Lalu mengubah posisi dari tengkurap menjadi miring ke samping dan membelakanginya.

"Gak ada." Aku menyahut pelan.

Namun, perutku tak dapat berbohong. Cacing-cacing di dalam sana berteriak marah. Mereka meminta jatah makan, sehingga menimbulkan suara yang begitu khas orang kelaparan.

"Kamu lapar?"

Mas Ferdi bertanya sembari mengitari ranjang agar bisa melihat wajahku. Ketika dia menatap, aku menggeleng.

"Perutmu gak bisa bohong," tukasnya pelan. Aku diam saja tak bereaksi. Ya ... yang dikatakan Davin itu benar, kalau aku sangat malas berbicara dengannya. "Aku akan cari makanan," pamitnya kemudian. Dia lekas berlalu.

"Gak usah!"

Sedikit ketus, aku melarang dan segera bangkit duduk. Pria itu berbalik arah untuk menghadapku.

"Takut aku tinggal sendiri?" goda Mas Ferdi dengan kerlingan.

Namun, aku bergeming. Diam seribu bahasa. Apa dia pikir aku tergoda? Tidak!

"Tunggulah! Gak nyampe sejam kok," janjinya disertai senyuman manis.

Mas Ferdi berujar seolah-olah aku masih peduli padanya. Padahal apapun yang akan dia lakukan sudah bukan urusanku lagi.

Lalu mungkin karena melihat aku yang acuh tak acuh padanya, lelaki itu bergegas ke luar ruang. Meninggalkanku yang masih meringis menahan rasa lapar di perut.

Untung itu tidak berlangsung lama, karena Mas Ferdi menepati janjinya. Dia kembali setengah jam dari waktu pamitnya dengan sebuah bungkusan di tangan.

Bergegas pria itu menaruh bungkusan itu di meja makan. Mengeluarkan isinya. Dua bungkus sterofom, dua botol teh kemasan, dan sebotol besar air mineral. Dia pun melambai padaku.

Melihat aku tak jua mendekat, Mas Ferdi mengalah dan menghampiri. Disodorkannya satu bungkus sterofom itu padaku.

"Apa perlu aku suapi?"

Kembali Mas Ferdi bergurau, tetapi itu tidak membuatku serta merta membuka mulut. Dengan malas kuterima pemberiannya dan begitu dibuka ternyata isinya adalah nasi goreng sea food. Makanan favoritku. Tanpa banyak cakap aku mulai menyantapya. Mas Ferdi pun ikut makan dengan duduk di lantai menghadapku yang masih setia di ranjang.

"Enak?"

Pertanyaan Mas Ferdi hanya kutanggapi dengan anggukan kecil.

Lihatlah betapa berubahnya dia! Dulu aku yang berada di posisi itu. Banyak bicara, akan tetapi selalu mendapat sedikit tanggapan dari Mas Ferdi.

Mas Ferdi yang pendiam. Berbicara hanya yang penting-penting saja. Namun, itulah sebab aku begitu tergila-gila padanya dari jaman kuliah. Dulu kami adalah teman satu kampus.

Dari jaman kuliah, Mas Ferdi banyak yang memuja. Rupa dan perawakannya yang gagah membuat dia dinobatkan sebagai idola kampus. Apalagi sifat Mas Ferdi yang tertutup membuat sebagian besar mahasiswi di kampus begitu pensaran dan menggilainya. Aku sendiri merasa beruntung, karena dia memilihku sebagai jodoh.

"Kenapa memandangi aku seperti itu?"

Aku tertegun mendengar teguran Mas Ferdi. Oh ... tidak! Aku ketahuan sedang memikirkannya. Semoga saja pipiku yang mulai terasa panas ini tidak kelihatan merah seperti kepiting rebus.

Mendapati aku tak menggubris tegurannya, Mas Ferdi mendekat. Serta merta dia duduk di samping dan menggenggam erat jemariku. Ketika aku menolak, dia semakin mengkuatkan genggaman.

"Aya, aku mohon! Kembalilah padaku! Kita rujuk kembali, oke?"

Mas Ferdi mengiba dengan menatap lekat mataku.

"Tidak!" Dengan tegas aku menolak.

"Demi anak-anak, Aya!"

"Lepas, Mas!" Aku berseru kesal.

"Bunda ...."

Seketika aku dan Mas Ferdi menoleh ke sumber suara. Tampak Davin mencoba bangkit dari tidurnya. Mulut bocah itu meringis. Sepertinya tengah menahan sakit yang mendera badannya. Lekas kuhampiri anak itu dan segera duduk di tepi ranjang. Mas Ferdi sendiri berdiri menghadap kami.

"Haus, Bun," keluh Davin lemah.

Ketika aku hendak bangkit untuk mengambil air putih, Mas Ferdi melarang. Lelaki itu bergegas mengambil air dalam botol mineral yang ada di meja. Menuangkan ke gelas.

"Minumlah!"

Mas Ferdi menyodorkan gelas itu ke mulut Davin. Pelan, Davin meneguknya hingga habis. Mas Ferdi menaruh gelas kosong di nakas samping ranjang Davin.

"Mana yang masih sakit, Sayang?" tanyaku perhatian karena melihat muka Davin yang terlihat begitu pucat. Tak disangka anak itu menggeleng.

"Syukurlah kalo begitu." Aku tersenyum lega. "Sekarang Davin bobok lagi, ya! Jangan malas minum obat biar cepat sembuh," saranku lembut.

"Davin akan cepat sembuh kalo lihat Bunda dan Ayah akur seperti ini," jawab Davin sok dewasa.

Tentu saja aku tertegun mendengar itu, tapi tidak dengan Mas Ferdi. Lelaki itu mengangguk mantap.

"Doakan ayah bisa membujuk bundamu pulang ya, Nak!" ucap Mas Ferdi pada Davin.

Dengan semangat Davin mengangguk. Lalu ketika Mas Ferdi melirik, aku buang muka. No way!

🌷🌷🌷

Pasca Cerai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang