13. Pesan Mami

19.7K 1.7K 288
                                    

Mendengar Bik Marni menyetus nama Nella, sontak membuat Keyra bangkit dari duduknya.

"Mama?"

Terdengar gadis kecil itu menggumam keras. Seolah tak percaya dengan apa yang baru saja disampaikan Bik Marni. Lalu ketika melihat sang pelayan mengiyakan, Keyra lekas beranjak meninggalkan meja makan. Melihat itu, Rudi lantas menyusul buah hatinya ke luar. Maka aku pun tergerak untuk mengikuti mereka.

Di depan pintu, terlihat Nella berdiri mematung, sedangkan Ferdi berada di belakangnya. Tampak wajah wanita itu semakin pias dari terakhir kami bertemu. Pandanganya terpindai begitu kosong. Namun, begitu melihat Keyra mendekat, sorot matanya langsung berbinar ceria.

"Mama!"

Keyra berhambur memeluk perut sang mama. Mendekap erat seolah tak ingin berpisah lagi. Nella sendiri mengelus rambut sang buah hati. Lalu turun menunduk untuk mengecup kening bocah itu.

"Keyra kangen Mama. Kenapa Mama kerja gak pulang-pulang?"

Keyra merajuk dengan nada memprotes penuh kerinduan. Sedang Nella hanya terdiam tanpa bisa menjawab pertanyaan permata hatinya. Ahh ... aku pernah mengalami situasi seperti itu. Saat bibir kelu untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Davin dulu. Sampai kini rasa bimbang itu masih singgah di hati.

Sementara Mas Ferdi tampak begitu terkesima melihat ada aku di rumah Rudi. Ada rona kecemburuan yang terpindai dari roman wajahnya. Namun, dia diam tanpa komentar. Kemudian selanjutnya, pria bertubuh tegap itu melangkah mendekati Rudi. Juga aku yang masih terbius oleh pemandangan haru pertemuan Keyra dan Nella.

"Nella terkena gejala sakit thipus. Dia tidak punya tempat tinggal. Dan sudah menginap di rumahku selama tiga malam atas saran dia!" Mas Ferdi mengabarkan ke Rudi sembari menunjukku. "Dan sekarang aku sedang sibuk mengurusi ibu yang tengah sakit," lanjutnya dingin.

Usai menyelesaikan kalimatnya, lelaki itu berlalu menuju mobilnya. Namun, di langkah ketiga dia kembali berbalik arah dan menatapku. "Kalo tidak ingin menyesal seumur hidupmu, sebaiknya kamu temui Mami di rumah sakit! Dia terkena serangan jantung," saran Mas Ferdi, tapi lebih tepatnya lagi perintahnya padaku.

Mendengar kata rumah sakit, tanpa berpikir dua kali aku langsung mengiyakan saran pria itu. Maka setelah berbasa-basi mengucap terima kasih pada Rudi, aku melangkah menyusul Mas Ferdi. Membuka pintu mobil lantas duduk di sampingnya.

Sesaat aku dan Mas Ferdi saling berpandangan. Api cemburu itu masih kentara di wajahnya. Mata dan mukanya sama-sama merah. Apakah dia berpikir yang tidak-tidak antara aku dan Rudi?

Sebenarnya ingin kuungkap alasan kenapa bisa menginap di rumah Rudi. Namun, bila melihat sikap Mas Ferdi yang tak acuh, kuurungkan niat. Biarkan saja! Toh dia tak mempertanyakannya. Tetapi, kenapa aku begitu terganggu dengan sikap dinginnya?

Aya ... jangan bilang ada secuil rasa di hatimu untuk Ferdi! Ingat! Dia sudah melukaimu sampai dua kali. Sanubariku berteriak memperingatkan. Memang sakit dikhianati, tapi lebih menyedihkan didiamkan begini.

Bahkan sampai di Rumah Sakit Hermina Yasmin, mulut Mas Ferdi tetap setia dengan kebungkaman. Lelaki itu terus saja melangkah menuju kamar rawat inap Mami dan aku hanya bisa mengekor di belakangnya. Di depan kamar inap Mami terlihat dua menantunya yang lain tengah berbincang di kursi tunggu.

Keduanya terbisu begitu melihat kedatanganku. Walau tidak ada yang menyapa, tetapi senyum ramah tetap kulempar. Hubungan kami memang kurang dekat. Entah apa yang membuat mereka sengaja menjauh. Namun, dari selentingan kabar yang terdengar, mereka dulu begitu iri. Karena katanya cuma akulah menantu kesayangan Mami. Lalu dengan senyum yang seolah dipaksakan keduanya membalas senyuman. Tak mengapa.

Pasca Cerai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang