Saya berani mempertaruhkan diri saya untuk yang terakhir kalinya demi meluruskan semua kesalahpahaman di antara saya, Mayang, serta Papa dan Mama.
Pengakuan saya beberapa detik lalu jelas memancing keheningan di ruangan besar ini. Saya bahkan bisa merasakan bagaimana pelukan Mama perlahan mengendur dan bagaimana deru napas Papa yang mulai memburu karena emosi yang lebih besar.
Namun hanya satu ekspresi yang tidak berani saya lihat, yaitu ekspresi Mayang. Terkejut, marah, ataupun benci. Yang jelas, dari ketiga itu pasti tengah dirasakannya saat ini.
"Maafin masa lalu Ceva, Pa, Ma. Kalo aja Ceva bisa mengubah takdir, Ceva jelas nggak akan sudi ada di masa itu." Jelas saya perih. Ingatan bagaimana saya bisa menjadi gigolo demi pengobatan Ayah jelas tidak bisa diterima, meskipun niat saya di baliknya demi keselamatan salah satu orangtua saya sendiri.
"Berani kamu nipu Om dan Tante dengan semua ini?"
Saya memejamkan mata ketika gelegar suara Papa mengindikasikan bagaimana marahnya beliau. Saya memaklumi. Karena saya memang sekotor itu di masa lalu.
Sedangkan ketika saya menatap Mama, saya kembali tertusuk fakta, yaitu kekecewaan Mama pada saya.
"Gigolo?" Mama menggeleng kecewa. "Gimana bisa kamu terjebak di dunia itu, nak?"
Saya memalingkan wajah. Sangat malu dan rendah diri. Ini sama sekali bukan masa lalu yang bisa saya banggakan di hadapan banyak orang, bahkan di hadapan calon mertua saya sendiri.
"Ceva nggak bisa berbuat banyak, Ma. Keadaan Ayah saat itu kritis dan butuh banyak uang untuk cuci darah. Sedangkan nggak banyak kerjaan yang bisa Ceva lakukan di saat umur Ceva sendiri masih tujuh belas."
Kali ini, saya memberanikan diri menatap Mayang yang ternyata menatap saya dengan tatapan kosong nya. Hati saya tercabik di detik itu juga. Saya sudah menyakiti keluarga baik ini sedemikian rupa dengan masa lalu kelam saya.
"Dan semua itu terpaksa Ceva jalani sampai di saat Ayah berpulang. Harapan dan pengorbanan Ceva terasa percuma setelah kepergian Ayah, satu-satunya keluarga yang Ceva punya."
Saya menangis tiap mengingat kembali perjalanan hidup saya di masa lalu. Betapa kejam nya dunia ini pada saya. Kepergian Ayah jelas mengecewakan saya akan keadilan hidup yang banyak di gaungkan para manusia.
Saya tersenyum perih ketika melihat Mayang membersut air mata nya perlahan. Gadis yang menangis itu adalah seseorang yang mampu membuat saya mengerti akan keindahan hidup yang tersembunyi selama ini.
"Semua nya terasa gelap Pa, Ma. Sebelum akhirnya Ceva bertemu Mayang." Saya tersenyum melihat raut kaget ketiga orang di hadapan saya. "Ceva sudah sempat putus asa dan nyaris bunuh diri. Tapi malam itu Mayang justru traktir Ceva makan di pinggir jalan karena ngira Ceva tuna wisma."
Mayang tercekat menatap saya yang balas menatapnya lembut.
"Kamu ingat waktu itu? Waktu kamu beliin aku sate tusuk di penjual keliling dekat jembatan? Waktu itu aku nyaris bunuh diri, kalo aja nggak ketemu kamu, sayang."
Ingatan itu terasa manis di kepala. Mengingat bagaimana polos dan lugu nya Mayang yang waktu itu berusia sekitar dua belas tahun, sedang membelikan saya sate lima tusuk memakai uang jajannya pada sang penjual. Membantu menyuapi saya yang terlihat kacau kala itu.
Mayang menangis menatap saya. Dengan cepat, gadis kesayangan saya berlari memasuki kamarnya, mengabaikan teriakan dan juga susulan Papa.
Saya menunduk penuh sesal. Seorang pendosa seperti saya memang tidak akan cocok merangsek masuk ke sebuah keluarga harmonis dan juga baik-baik seperti keluarga Wiwaha.
"Maafin Ceva, Ma. Ceva sudah menghancurkan semua nya." Sesalku sesak. Memang terlalu muluk harapan saya jika bisa diterima dengan lapang dada di keluarga ini. Sampai kapanpun, saya adalah seorang lelaki hina yang telah banyak mengumbar seks dengan para wanita haus belaian.
Mama menatapku teduh. Beliau memeluk singkat dan mengusap bahu saya perlahan. "Beri kami waktu ya nak. Kami butuh mencerna semua ini. Mama harap kamu tidak sakit hati dengan permintaan Mama ini."
🌼🌼🌼🌼🌼
Serba salah juga jadi Ceva. Masa lalu emang nggak seharusnya jadi hambatan, tapi masa lalu jelas bisa jadi momok mengerikan kalo kita masih terbelenggu di dalamnya😞
Yok, mana team Ceva?
18 Oktober 2020
YOU ARE READING
Dear Mayang
General FictionSekelumit kisah tentang putri dari pasangan Arjuna Wiwaha dan Andrea Sutedja, Mayang Anandayu Wiwaha.