Ceva 10

2.8K 564 71
                                    

Saya mendesah lelah ketika sesi interview yang semula tertunda akhirnya selesai juga saya lakoni demi bujukan Mayang malam itu. Yang perlu di garis bawahi adalah, saya bukan bekerja demi keprofesionalitasan saya, melainkan karena permintaan Mayang yang tidak ingin melihat saya di cap buruk oleh beberapa awak media yang harusnya menjadi partner sukses nya karier saya.

Saya melirik ketika merasakan sofa di sisi ruang ganti khusus bagi saya merangsek. Rupanya itu Rey. Dengan sebatang rokok terselip di bibirnya, ia balik menatap saya tanpa ekspresi.

"Jadi, lo udah inget kodrat lo dengan selesaiin
job ini?"

Saya menatap langit-langit ruangan dengan mata terpejam. Membayangkan bagaimana hangat nya tidur dengan memeluk Mayang.

"Mayang yang minta." tukas saya datar. Toh memang seperti ini lah kenyataan nya. Saya tidak akan datang ke interview ini jika saja tanpa bujukan dari kekasih hati saya.

Rey bersiul mengolok. Saya tahu itu. Lagipula, Rey memang tidak pernah menutupi rasa tidak suka nya pada Mayang.

"Wow, jadi pacar seksi lo itu berhasil bikin seorang Ceva Algoritma tunduk gitu aja? Hebat bener. Pake jampi apa tuh cewek?"

Saya lagi-lagi hanya bisa menghela napas. "Berhenti selalu menyinggung Mayang, Rey. Ini urusan saya dan pekerjaan, bukan dengan Mayang."

Rey menatap sinis pada saya. "Lo nyadar nggak sih Va? Lo itu berubah! Lo bukan lagi Ceva yang dulu, Ceva yang bebas dan profesional. Ceva yang independen dan punya prinsip." geleng Rey menatap saya penuh kekecewaan. "Dan semua itu berubah setelah lo mulai kenal dan pacaran sama pacar lo itu!" cecar nya penuh gebu.

Saya hanya bisa menahan semua emosi. Tidak etis rasanya kalau sampai saya adu jotos dengan Rey di saat keberadaan kami sendiri masih ada di stasiun televisi. Yang mana artinya, masih banyak papparazi dan kamera yang bisa saja selalu mengintai kami di manapun.

"Saya lagi nggak mau cari perkara sama kamu, Rey. Jadi saya mohon, berhenti memancing keributan. Hubungan saya sama Mayang itu personal hidup saya, bukan hak kamu mencampuri urusan kami."

Saya menyambar jaket dan ponsel saya untuk segera keluar dari ruangan pengap yang menyulut tensi saya.

"Lo berubah, Va! Lo berubah cemen dan nggak profesional! Lihat aja kalo sampe dia tau gimana masa lalu lo! Gue jamin dia bakal nyesel pernah kenal sama lo! Cuma gue yang harus lo percaya, karena gue tau semua hidup lo!"

Saya menutup telinga akan paparan ucapan Rey yang sesungguhnya membuat saya ketakutan. Memikirkan bagaimana reaksi Mayang jika sampai dia tahu masa lalu saya.

Dan bahkan saya tidak sadar kalau sekarang saya sudah duduk manis di sebuah bar VIP yang berada di jantung ibukota akibat pikiran saya yang kalut luar biasa.

Saya menatap kaget sekeliling, apalagi ketika Bram, bartender yang sekarang sedang melongo menatap saya, malah menyambut saya penuh haru.

"Ceva? Astaga, ini beneran lo?"

Saya menatap Bram letih. "Ya Bram. Ini saya. Tolong absinthe nya satu ya." pesan saya pada Bram yang seketika tersentak.

"Va, lo nggak serius kan? Ini absinthe, Va. Dan terakhir lo minum ini...."

Saya mendengus. "Yasudah, terserah kamu lah mau kasih saya minuman apa." putus saya karena sedang malas berdebat.

Bram lantas mulai beraksi meracikkan minuman untuk saya. Saya menatap bar VIP ini dengan pikiran yang kosong. Ucapan Rey beberapa saat lalu mengusik batin saya.

Bayangan akan kecewa nya Mayang membuat tubuh saya menggigil kedinginan. Mata yang biasanya menatap saya penuh takjub, pasti akan berubah menjadi penuh kekecewaan. Belum lagi bagaimana kecewa dan marahnya Papa dan Mama.

Ya Tuhan...

"Nih, biar seger."

Saya membuka mata, menatap segelas fruit punch yang di siapkan Bram untuk saya. Tawa pun lolos dari bibir saya.

"Kamu serius? Fruit punch?"

"Lo nggak boleh bikin diri lo sendiri jadi sasaran papparazi, Va. Citra lo bisa buruk di masyarakat."

Saya tertawa miris. Citra ya..

Jadi semua hidup saya, bahkan dengan kehidupan pribadi saya harus tetap memikirkan citra ya? Tidak bisa bebas bagaimana menenggak minuman. Tidak bisa bebas duduk dengan segala posisi yang nyaman, dan semua nya semakin membuat saya muak.

Saya baru hendak menenggak segelas fruit punch yang diberikan Bram ketika sebuah suara yang sangat saya kenali memanggil saya dari kejauhan.

"Ceva?!"

🎇🎇🎇🎇

Ada yang bisa nebak apa masa lalu nya Ceva?

Semakin sepi ya peminat story ini. Mungkin banyak yang lebih suka arjuna andrea daripada mayang😅

13 Oktober 2020.

Dear MayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang