43; Killed by hope

3.4K 684 200
                                    


“Kau berjanji tidak akan membuangku setelah ini, ‘kan?”

Song Hani menahan dada Jeon Jungkook sebelum lelaki itu bergerak lagi, sebelum tuan mudanya benar-benar mengacak hidupnya untuk yang kesekian kali. Meski pada akhirnya kasta di antara mereka menjadi partisi tebal yang mustahil didobrak kendati Hani telah memberikan segalanya, termasuk dunianya. Toh, Jeon Jungkook mampu dapati segalanya dengan mudah tanpa perlu mengorbankan apapun.  Para gadis mencintainya tanpa Jungkook merespons perasaannya. Sebab dalam hidupnya kini, ada Heo Yeobin, sahabatnya yang ia jaga setengah mati. Gadis yang sangat beruntung berada dalam rangkulnya setiap waktu.

“Kenapa bertanya begitu?”

Sebab, tidak tahu. Hani hanya cemas setelah memberikan segalanya lantas pemuda Jeon ini malah mengasingkan dirinya. “Kau benar-benar menyayangiku?”

Jeon Jungkook mengangguk. “Aku tidak bisa mengabaikanmu dan terbiasa melihatmu setiap hari. Kau gadis yang cantik dan baik, aku mengagumi itu.” Menelan saliva sejenak, mengintenskan pandangannya. “Tetapi kalau ditanya cinta atau tidak, aku tidak tahu.” Ada semburat ragu melintas samar. “Aku tidak bisa menyimpulkan cinta, jika perasaanku tak sebesar seseorang yang takut kehilanganmu. Dan, kudengar seseorang itu kini sudah menjelma jadi kekasihmu, ya?”

Sempat terbelalak sekejap, Hani mengalihkan bola matanya yang telah terperangkap dalam manik Jeon Jungkook. Lantas masih sama, sekat di antara perasaan mereka pun masih abu-abu. Kendati kini telah menggelap bersama kabut gairah yang mengukung mereka, Hani berusaha tak egois dan sadar, perasaan ini harus segera dibunuh dan fokus pada satu lelaki saja. Dalam sekon yang terlampau lambat, ia tersenyum samar dan berkata, “Lanjutkan, Jung. Pelan-pelan saja.”

Hani pikir, hal ini adalah kesempatan besarnya untuk membuat satu kenangan yang akan abadi dalam kotak memorinya, bersama suara madu yang memuja keelokannya. Bersama peluh yang menjadi saksi menyatunya raga mereka dalam deras hujan akhir Desember. Juga Song Yura, yang mendengarkan vokal sakral mereka dari balik pintu kamar Jeon Jungkook, tepat ketika ia sedang menjawab panggilan  Taehyung, “Kenapa kakakmu tidak menjawab teleponku, Yura?”

Tanpa Yura mengerti situasi yang merugikan keluarganya datang. Jeon Dahyun yang sepenuhnya ia kenal sebagai wanita bak malaikat berubah menjadi sosok yang berbeda setelah mendengar insiden tersebut dan langsung pulang setelah tepat 300 hari menyibukkan diri di Texas.

“Pada akhirnya, semuanya akan saling memanfaatkan dan menindas yang lemah.”

***

Menghempaskan memori tujuh tahun yang lalu, ia menitikkan air mata seraya memukul dada Taehyung waktu berujar,
“Sampai kapan, Tae?” vokalnya terdengar lemah. “Sampai kapan kau akan mempermainkan semua ini? Tidakkah kau merasa bahwa dirimu lemah?”

Taehyung dengan raut yang sulit diartikan berdiri tegap menerima pukulan Yura bertubi-tubi. Gadis yang bersamanya selama tujuh tahun ini tak pernah menangis sekeras ini setelah kematian Hani. Gadis ini mungkin lelah hidup dengannya. Ia menyadari selama ini Yura yang ada untuknya di setiap napas beratnya. Gadis ini mungkin bertahan karena tak ingin kehilangan dirinya. Tetapi Taehyung juga lelah, cintanya selalu berakhir sama.

“Tidakkah kau merasa perlu menghancurkan sesuatu untuk melegakan perasaanmu?” Memandang ke bawah, mengikat Yura dengan tatapan sendunya. “Tujuh tahun yang lalu, saat keluargamu angkat kaki dari rumah keluarga Jeon. Saat ibu dan ayahmu tak hentinya memojokkan Hani, membuatnya tak berdaya dan berlari padaku membawa bayi dua minggu. Hani bilang mencintaiku, akan hidup untukku, tetapi pada akhirnya dia bunuh diri dan aku—” Taehyung menjatuhkan pandangannya pada marmer teras yang ia pijak. Matanya berurat merah dan berembun, memberikan sepucuk surat yang telah menguning dimakan waktu. “Aku baru menemukannya.”

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Where stories live. Discover now