20; Know

7.2K 1.1K 284
                                    

Jarum jam terpendek sudah lintasi angka delapan sebanyak tiga kali. Ia menolak bila seluruh waktunya kembali jadi tunawicara. Berangkat-kembali dari kantor cuma disambut oleh udara yang bercengkerama dengan tanaman berembun pagi-sore. Dia mengaku salah dan Hyoji pandai sekali sembunyikan diri, bikin Jungkook tak mampu isi sela durasi buat menjelaskan ironi kemarin.

Jadi kini jemarinya ketik suatu pesan berbunyi; Aku lapar, bisa buatkan makan malam? Ia kira Hyoji akan mengabaikan pesannya dan membiarkan ia kembali menikmati makan di luar bersama Namjoon atau Jimin. Tetapi lima belas menit berlalu sewaktu dirinya fokus bergulat dengan laptop di lingkup utama rumah mereka, rungunya dikejutkan dengan derap langkah. Ekor matanya curi pandang pada istrinya yang tengah menuruni anak tangga sambil mengapit majalah resep dan tips memasak tanpa rumit.

Menutup laptop dan bangkit buntuti langkah Hyoji tuju dapur-yang abaikan entitas dirinya di ruang utama.

"Mau memasak apa?" Jungkook berdiri di belakang Hyoji selagi istrinya mengecek bahan-bahan di dalam kulkas.

"Apa saja," jawabnya cepat, seolah tak niat buka suara.

"Biar kubantu carikan bahannya, atau membelikan bahan yang tidak ada."

"Tidak perlu!"

"Hyo-" suaranya dalam, tertahan.

Hyoji berbalik dengan brokoli dan telur di tangan. Menatap lelaki itu sangsi. "Yang ada saja, Jung. Tidak perlu ke mana-mana!" ujarnya lantas berlalu menuju meja dapur. Ia bolak-balik seraya menyiapkan bahan-bahan yang lain. Sedang Jungkook bersedekap sandarkan pinggulnya di bucu counter.

Ia skeptis bila mengasumsikan perasaan dan pikiran wanita itu. Sebab terbaca jelas bila keduanya saling berkontradiksi. Egonya ingin sekali memberikan Jungkook pelajaran dengan cara mengabaikan, tetapi batinnya butuh lelaki itu tetap berada di sisinya.

"Jangan mengharapkan masakan yang enak," katanya sambil mengumpulkan peralatan memasak.

"Meski tidak enak aku tetap menghabiskannya, bukan?"

"Kalau terpaksa memakannya, kenapa minta dibuatkan terus?"

"Supaya ada gunanya menikah denganmu."

"Menikah dengan pembantu saja sana!"

"Memangnya boleh?"

Hyoji berbalik dengan raut kesal. "Maumu apa sih, Jung?!" Tetapi lelaki itu malah menyunggingkan satu sudut bibirnya. Perilaku Hyoji kini terbaca lebih jauh membuktikan kalau ia sedang berada dalam masa ingin dikejar. Lagian tiada sebab lain Hyoji marah selama tiga hari kalau bukan karena; cemburu.

"Mauku kamu melakukan kewajibanmu sebagai seorang istri. Aku akan menghargai apapun hasilnya."

Kamu. Satu debaran keras tepat kenai jantungnya. Membuat tangannya lemas sewaktu menyiapkan wajan di atas kompor. Tetapi perasaan itu menjadi abu-abu begitu pikirannya menyadari kalau Jungkook barangkali cuma main-main. Jungkook tetap saja Jungkook. Istrinya siapa tetapi memeluk siapa saja. Lelaki itu sengaja menarik ulur supaya menarik, apik, dan licik.

Jadi ia coba tarik kesadaran diri untuk kembali fokus dan tak terganggu lagi. Ia cuma harus diam, dengan begitu Jungkook akan bosan lalu pergi dari dapur.

Begitu peralatan masak sudah siap, ia mulai memotong bumbu dapur dengan perlahan, sebab ia amatir dalam hal ini. Amatir. Ya, benar. Yang ahli memasak untuk Jungkook 'kan cuma ibunya dan ... Yeobin. Nah, dalam keadaan dan perasaan begini, terkadang terbesit pikiran macam-macam seperti; apa Jungkook baik-baik saja memakan masakannya yang tidak begitu sedap dinikmati? Yang tidak seperti rasa nikmat buatan Yeobin. Apa ia tak kecewa menikah dengannya? Atau semua yang Jungkook lakukan ini cuma upaya membuat si masa lalunya menyesal.

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Där berättelser lever. Upptäck nu