7; Betrayed

10K 1.2K 148
                                    

Rembulan makin memutih kala langit nyaris menelan kelam. Barangkali purnama mau menyambut datangnya mentari yang akan menggantikannya jadi objek penghangat semesta. Ketika itu pula kelopak mata Hyoji digelitiki pendar yang muncul melalui jendela-yang entah kapan seseorang telah membukanya-juga dirinya yang masih mengumpulkan kesadaran tatkala tubuhnya dikelilingi tumpukan bantal guling. Begini, Hyoji bukan bayi yang sewaktu-waktu bisa jatuh dari ranjang empuknya.

Oh, sebentar. Dia tidak merasa tengah malam pindah ke ranjang sebab ia merasa aman tidur di atas sofa, atau mungkin karena didekap Jungkook, barangkali? Ingin mengelak, namun rona merah mulai merangkak naik di pipinya tatkala mengingat kejadian semalam. Tetapi tentu ia urung mengingatnya, sebab pagi seperti biasa, ia harus menemui anaknya, Han Hyora.

Menyingkirkan segala tumpukan bantal, lantas melesat menuju kamar mandi. Hyoji sebenarnya sedikit terganggu ketika berada di tempat yang nyaris selalu basah ini. Kepalanya langsung ditabrak dengan beberapa kejadian yang membuat dadanya kembang kempis. Ketika ia ditarik Jungkook dan diceburkan ke dalam buthtub, lalu diguyur dan dipermainkan nyaris menghabiskan satu jam. Namun hal yang membuatnya ngeri adalah saat ia memikirkan orang itu.

Ah, tidak. Kalau orang yang jauh dari kata bebas seperti Taehyung saja mampu menyembunyikanku dari mereka, seharusnya orang yang bisa berbuat segalanya seperti Jungkook bisa menghilangkan mereka dari hidupku. Batinnya dalam benak seraya melanjutkan membersihkan diri.

×××

Mendiang suaminya selalu bilang, "Jangan pernah luruhkan senyummu, nanti awan bisa mendung dan aku menangis." Sudah tujuh tahun sejak suaminya pergi, ia berusaha selalu menarik kedua sudut bibir setiap dalam keadaan apapun. Suaminya juga pernah berpesan, sehari sebelum maut menjemput, "Mungkin aku akan merasa iri padamu jika aku pergi lebih dulu. Kau tidak akan pernah kehilangan, karena Jungkook adalah diri lain dari aku, sementara aku akan kehilanganmu, sebab di sana tidak ada bidadari sepertimu." Itu benar, namun tetap saja tidak ada yang bisa menggantikan sosok Jeon Jangwoo dalam dirinya. Jungkook hanyalah seorang putra, yang ia didik agar mampu setabah dan sebijak ayahnya tanpa mengorbankan hatinya.

Tentu Jungkook memiliki pilihan, ia memilih untuk tetap jadi dirinya-yang ibunya bilang-keras kepala dan selalu ingin menang. Dahyun sendiri kurang yakin pernikahan yang tengah anaknya jalani mampu bertahan setidaknya satu atau dua tahun. Namun doanya bukan begitu, Dahyun berharap suatu saat keduanya tak mampu untuk tidak bersama. Entah, ya, ia merasakan debar jantung yang tak biasa setiap kali melihat Hyoji.

Seperti kali ini, Dahyun terpesona menatap setelan putih yang menantunya kenakan, seolah ada mimpi besar yang telah terkabulkan lewat Hyoji. Matanya tak lekang menatap sosok yang tengah meniti tangga untuk turun. Dirinya langsung berdiri dengan segelas susu putih di atas telapak tangannya, tersenyum tatkala jemari lentik Hyoji menggenggam seluruh permukaan gelas.

"Aku terharu setiap kali Ibu membuatkan susu. Tanpa mengurangi rasa hormatku padamu, aku sungguh baik-baik saja kalau membuatnya sendiri."

Usai setengah gelas ia minum, Hyoji letakkan gelas tersebut di meja di belakang Dahyun.

"Ibu tidak punya anak perempuan, jadi tolong maklumi jika Ibu akan selalu memanjakanmu, Hyo." Dahyun mengelus perut Hyoji, "Kau dan calon cucuku harus baik-baik saja, ya."

Ia sempat tersentak, harus baik-baik saja, pikirannya stagnan pada kalimat itu. Sejak dirinya menikah dengan Jungkook, Hyoji tahu ada beberapa hal yang tak ia mengerti sampai saat ini. Entah memang sikap mertuanya yang kelewat baik, atau ada topeng yang dikenakan, Hyoji tak mengerti. Sebab sejak malam pertama itu, semua ketakutakan yang sempat hilang seolah mendapat sinyal untuk mendekat, menerornya kembali, atau barangkali menginginkannya lagi. Kenapa, ya? Semuanya jadi lebih mencemaskan dari yang ia kira.

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Kde žijí příběhy. Začni objevovat