33; Tear

6.8K 1.1K 206
                                    

Selamat datang di labirin jiwaku, pintu sudah kubuka dan ayo masuk! Sebentar lagi kalian akan menyaksikan aku.

Aku dan inginku yang terkunci
Aku dan hitamku yang melekat
Aku dan harapku yang ringkih
Aku dan segala kaki yang patah

Aku dan hidupku yang mati
Jua aku dan yang tak bisa kau raih
Di tepi jurang
Saksikan saja, jangan melambai.

-pluviola

[]

Hyoji merasa terlalu sering ingin menenggelamkan diri pada dasar lautan sampai kini rasanya pasrah. Hidup seolah mati. Teramat lelah tetapi Tuhan tak kunjung mengambil oksigennya. Padahal ia ingin berbaring di samping ibunya, ingin tidur bersama meski tak dalam dekapan serupa. Waktu ia ditemukan warga pingsan di depan rumah dengan kaki tangan terikat bahkan sampai kasusnya cuma jadi berita mistis tanpa penyelidikan lebih dalam, Hyoji tetap menunggu ibunya kembali.

Orang bilang Hyoji sakit jiwa, laporan dari warga setempat mengatakan bahwa gadis SMA itu mengamuk dan melempari jendela warga sekitar dengan kerikil sampai jendela rumah dan mobil mereka pecah. Pada sabtu pagi ia diseret keluar dari kamarnya dan dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi. "Kenapa kau membuat keributan? Kenapa kau membalas air susu dengan air ketuban?" Hyoji tertawa di sana. Apa? Oh, iya mereka bilang selalu memberi makanan untuk Hyoji agar gadis malang itu tak mati cuma menelan duka. Padahal dua bulan lamanya ia hanya mendekam di kamar, meraba tempat terakhir kali ibunya merebahkan diri di sana. "Aku tak mengganggu. Aku diam di kamar. Tanpa makan dan tanpa sapaan." Hyoji membela diri saat salah satu warga memintanya untuk dimasukkan ke rumah sakit jiwa.

"Aku tidak gila. Biarkan aku tetap di rumah. Aku menunggu ibu. Dia akan kembali. Aku mohon." Suaranya dibungkam. Ia dimasukkan ke salah satu kamar berisi tangis dan tawa jiwa-jiwa yang sakit dan terluka. Hyoji ikut menagis bersama mereka, semakin deras air matanya, semakin membeludak tawa dan amukan mereka. Lantas sebenarnya tempat terburuk bukanlah rumah sakit jiwa, tetapi rumah-rumah besar yang dihuni oleh orang yang diutus mensejahterakan rakyat-yang seolah tak lagi berfungsi memberi sepercik keadilan.

Terakhir kali jasad ibunya ditemukan, tepatnya dikembalikan, dengan bola mata yang rusak dan beberapa organ yang hilang termasuk jantungnya. Di atas tubuh yang telah membeku, ia menemukan catatan kecil berbunyi, "Ibu akan sangat bahagia kalau kamu mampu menjalani hidup dengan baik, dengan tegar dan terimalah dengan lapang, Ji-yaa Sayang. Kita tidak lagi satu rumah, tetapi Hyojiku pasti akan mendatangi rumah ibu yang baru, kan? Ibu akan beristirahat, jadi kalau mengunjungi jangan membawa duka, ya. Bawa senyuman dan ketegarannya saja. Ibu merindukan Hyoji selalu. Ibu mencintai Hyoji." Benar-benar tulisan ibunya.

Belum reda sakit dalam dada, ia diculik dari rumah sakit jiwa dan dibawa ke suatu tempat buat dijadikan hidangan di atas meja. Lagi-lagi dengan penutup mata dan kaki tangan yang diikat, tubuh telanjangnya disiram alkohol seolah menyerap ke dalam dirinya dan berubah jadi sembilu yang mengulitinya hidup-hidup. Selagi mengendus dan menjilati, tawa mereka bergaung keras di telinga. Ia dicengkeram kegelapan, ditusuk oleh jemari nakal dan dibaluti biru lebam di luar pun dalam.

Hyoji ingat saat langkah seseorang menggema dalam ruangan, detak sepatunya seolah ditopang kekuasaan. "Jangan menyentuhnya! Dia milikku. Tubuh gadis ini milikku. Mutlak akan menjadi cinta sejatiku." Suara angkuhnya merayap dalam rungu dan membuat jantungnya berdebar takut. Maka ketika itu juga, tubuhnya disekap. Dinikmati ketika malam, diberi makan saat fajar datang dan disiksa saat siang. Tanpa dibiarkan ia melihat dunia yang hina.

Sialnya, Hyoji baru menyadari setelah sekian lama, suara itu tak asing dengan seseorang yang menjadikannya hidangan tadi malam. Seolah sedang disayang lantas mendadak dilempar dalam kubangan masa lalu. Membuat ketakutannya merayap cepat dan tubuhnya refleks terdiam bak patung seperti belasan tahun yang lalu. Atas luka dan derita yang seolah jadi kawan hidupnya, juga kepasrahan diri pada hidup yang sebenarnya telah mati, Hyoji membiarkan luka yang menganga ditaburi garam.

𝑰𝒏𝒏𝒆𝒓𝒎𝒐𝒔𝒕Where stories live. Discover now