12

3.8K 692 50
                                    

Dokter di Puskesmas memeriksa keadaan Kanos. Semua normal. Baik tekanan darah, dan pemeriksaan lainnya. Setelah dilakukan tanya jawab juga semua tidak ada masalah.

"Begini Bu Dahlina. Dari semua hasil pemeriksaan Pak Kanos ini baik-baik saja. Mungkin Bapak kecapaian barangkali? Atau stress dengan pekerjaan?"

"Semuanya biasa aja dokter. Anehnya saya mual dan muntah hanya di pagi hari. Kalau sudah mulai memasuki jam makan siang semuanya seperti baik-baik saja."

"Kalau Bapak tadi wanita sih, saya bisa menyarankan untuk melakukan tes urin sebagai penunjang pemeriksaan kehamilan. Masalahnya Bapak kan laki-laki?"

Kanos dan Dahlina saling menatap. "Memang kalau wanita hamil begitu ya dok?"

"Sebagian besar pasti mengalami morning sickness karena hormonal."

"Kalau istri yang hamil, bisakah suaminya yang mual- muntah dok?"

Dokter terdiam.

"Ibu lagi hamil ya? Oh bisa saja Pak. Karena ikatan batin bisa saja yang mengalaminya Bapak dan bukan Ibu." Ucap seorang perawat main potong penjelasan dokter.

"Eh bu--"

"Biasanya sih Bapak banyakin aja waktu sama Ibunya nanti lama-lama berkurang itu efeknya Pak. Biasanya jangka waktu mual dan muntahnya nggak selama ibu hamil ngerasain sih."

"Jangan sembarangan kasih penjelasan sus..."

"Hehehe, maaf Pak dokter. Soalnya kakak saya dulu gitu pas hamil anak kedua. Lakiknya nggak selera makan, pusing, mual dan muntah pas pagi, sekitar dua Minggu. Kasihan juga."

"Maaf Pak-Bu, penjelasan suster ini bukan berdasarkan penjelasan medis." Ucap dokter takut pasiennya salah pengertian.

"Jadi saya kasih suplemen saja. Cepat fit kembali dan dijaga kehamilannya Bu." Ucap dokter itu lagi.

Dahlina tersenyum kecil namun dalam hatinya teriris perih. Tak mungkin ia beri penjelasan jika yang hamil adalah istri muda suaminya. Kanos juga sama, ia jadi tidak enak hati namun rasanya akan semakin rumit jika ia jelaskan yang hamil bukan Dahlina, tapi istri mudanya.

Setelah keduanya keluar dari Puskesmas Kanos mencoba bicara pada Dahlina.

"Sayang kamu--"

"Mas mau makan apa? Mumpung di luar dan ini libur kita bisa makan di luar." Ajak Dahlina.

Kanos akhirnya memilih tak membahasnya juga dengan Dahlina. "Terserah. Tapi perut mas masih nggak nyaman."

"Makanya makan dulu, udah mau makan siang nih. Nanti minum suplemen dan obat lambung dari dokter tadi. Makan di rumah makan Minang, atau mau ke McD atau ke--"

Dahlina terus menyebutkan pilihan tempat, tapi jika ia sebutkan yang sangat ingin dimakannya ia takut bisa jadi menimbulkan rasa sakit di hati Dahlina.

"Makan di rumah makan Minang aja. Pengen makan sambal rempelo sama kentang." Ucapnya.

Buatan Utami... Kanos menyambung dalam hati.

"Ya ampun kalau itu sih aku juga bisa masakin kamu mas. Aku singgah ke Pasar terus---"

"Nggak usah sayang. Kan udah siang, keburu laper. Kita langsung makan siang aja di tempat Ajo biasa ya?" Pintanya.

Dahlina bisa makin terluka jika ia tak memakan masakannya nanti. Diam-diam Kanos mengetikkan pesan WA di ponselnya selama perjalanan ke rumah makan Minang.

Tami... Mas pengen banget makan sambal rempelo masakan kamu, pakai cabai iris merah dan hijau juga ditambahkan rawit.

Loh, memang Kak Dahlina nggak masak Mas? Kak Lina juga bisa kok masakin itu.

Perempuan Ke DuaWhere stories live. Discover now