16. Pengantin baru

987 79 20
                                    

Dari sore sampai malam ini aku terus mendiamkan Tini, habisnya aku sendiri masih kesal melihat tv yang aku beli sudah tidak bernyawa lagi. Tini juga diam saja, tapi kalau lama-lama seperti ini tidak baik juga.

Ketika aku ingin ke dapur untuk mengambil air minum, aku melihat Tini sedang memasak dan dia sesekali mengusap air mata di pipinya. Setetes air mata terus berjatuhan, dan aku sedikit terhenyak. Sangat keterlaluan sekali diriku telah mendiamkan dia.

Setelah mengambil air minum, aku berjalan mendekati Tini yang sedang memasak. "Ehem, Tin," panggilku.

Tini hanya diam, dan terus melanjutkan memasaknya. Tanpa menoleh sedikitpun ke arahku, aku sedikit menghela napas.

"Kamu masak apa?" tanyaku lagi.

"Masak ayam kecap. Mas Juna belum makan, kan?" tanya Tini

"S-saya belum makan. Kamu marah sama saya?"

"E-enggak kok, Tini nggak marah. Tini sadar kalau Tini salah, maafin Tini yo Mas."

"Saya sudah keterlaluan sama kamu, gara-gara tv saya sampai diemin kamu. Maaf ya, saya nggak bermaksud seperti itu."

Tini mendongakkan wajahnya dan menatapku, kini senyumannya sudah kembali lagi. Tanpa rasa malu, Tini memeluk tubuhku dan itu membuat diriku terkejut.

"Mas, Tini banyak merepotkan Mas Juna. Makasih yo Mas, udah bantu Tini. Tini bahagia sekali, meski Mas belum cinta sama Tini. Tini sabar kok, nungguin Mas Juna cinta sama Tini."

Aku masih terdiam, lalu segera melepas pelukan Tini dan bersikap seperti biasanya. "Iya nggak papa, kamu mau nunggu saya cinta sama kamu? Apa yang akan kamu lakukan untuk membuat saya jatuh cinta sama kamu?"

"Dengan usaha yang Tini lakukan, menjadi istri yang baik dan tidak menyusahkan Mas Juna lagi. Sebisa mungkin Tini akan membuat Mas Juna jatuh cinta sama Tini, kalau Mas Juna nggak cinta, Tini ikhlas kok."

"Kamu gadis yang unik, saya akan melihat cara kamu untuk membuat saya jatuh cinta. Itu lihat masakan kamu udah matang. Matikan kompornya, saya tunggu di meja makan."

"Iya, Mas." Tini segera mematikan kompor dan mengangkat wajan berisi ayam kecap itu di tempat semestinya.

Aku melihat dia berjalan ke arahku dengan membawa sajian makanan, lalu dia letakkan di meja makan. Aroma masakannya sungguh menggoda sekali, tak ku sangka dia pandai memasak. "Mas, silahkan dinikmati."

Tini duduk di sampingku dan mengambilkan sepiring nasi dan ayam kecap lalu memberikannya padaku. Kami berdua pun makan, dengan diam tanpa ada sepatah kata yang keluar dari mulut ini.

Selesai makan, aku membantu dirinya mencuci piring. Setelah itu aku pergi ke kamar untuk melanjutkan tugas kantor yang belum selesai, tapi sebelum ke kamar aku mengambil laptop di ruang kerjaku lalu menuju kamar.

Tak lama Tini datang dengan segelas susu putih dan coklat, dan dia meletakkannya di nakas. Mataku tidak fokus pada laptop melainkan ke arah Tini yang duduk sambil menggerai rambutnya lalu menyisirnya perlahan.

"Tini, kamu suka menggerai rambut kalau tidur?" Tini menoleh ke arahku dan menatapku. "Iya, Mas. Biar rambutnya nggak rusak."

"Oh, iya. Saya mau beri tau kamu, kalau saya berhasil menyampaikan presentasi saya."

"Ha? Apa itu, Mas? Tini nggak tau, seperti apa pekerjaan Mas Juna. Beri tau Tini dong, Mas." Tini meletakkan sisirnya, dan berjalan ke sofa yang aku duduki saat ini. Aku menggeser posisiku membiarkan Tini duduk di sampingku.

"Nah, seperti ini pekerjaan saya. Kamu anak IPA kan? Pasti tau soal hitung menghitung seperti ini, saya dulu jurusan IPA tapi saat kuliah saya ambil jurusan Ekonomi, sangat jauh hahaha."

Married with Cewek Ndeso[SUDAH TERBIT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz