05. Tragedi pagi

1.4K 96 35
                                    

Matahari mulai menampakkan sinarnya dengan sangat malu-malu sekali, kini aku sudah terbangun dengan keadaan yang bisa dibilang acak-acakan karena kejadian semalam.

Bergelung di bawah selimut tebal dengan celana kain dan bertelanjang dada saja, tapi setelah itu aku benar-benar bangun. Hampir lupa kalau hari ini ada meeting pagi yang harus aku hadiri.

Suara pintu kamarku mulai diketuk dengan keras sekali, itu karena ulah adikku yang menyebalkan.

"Bang! Abang ganteng tapi jelek, sudah shubuh, bangun! Katanya mau meeting," teriak Sena dari luar.

"Iya abang bangun sekarang." Aku langsung bangun dan pergi ke kamar mandi, rasanya kepalaku masih pusing, mungkin ini efek minuman yang aku minum semalam.

Dalam kamar mandi pun aku tetap menggerutu tak jelas, entah ada apa dengan diriku tapi rasanya aku tidak rela minum minuman kemarin, tapi mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur masuk ke perut.

Untung saja aku tidak sampai muntah, itu sangat tidak mengenakkan sekali.

Setelah lima belas menit di kamar mandi, aku keluar sudah dan langsung menunaikan ibadah, itu wajib dilakukan.

Ibadah sudah, tinggal persiapan untuk pergi ke kantor hari ini. Tapi, kepalaku rasanya masih saja pusing, mungkin efek minuman yang belum juga reda padahal tadi baik-baik saja.

Aku segera turun dan melihat adikku sudah menunggu di ruang tamu dan dengan langkah pelan aku menghampirinya.

"Sen," panggilku.

Sena menoleh dan menatapku dengan wajah kusutnya, mungkin dia akan marah detik ini juga karena aku terlalu lama dalam bersiap diri.

"Abang itu lama sekali, aku hampir telat!" teriak Sena, itu membuat telingaku nyaris berdengung.

"Bisa sih kamu nggak berteriak sama abang? Kamu udah sarapan?"

"Nggak usah tanya, antarkan aku ke sekolah. Nanti sarapan di sana, lagi malas masak. Biarin abang kelaparan!"

"Kok gitu sama abang? Abang kan nanya baik-baik. Ya udah kita berangkat sekarang."

"Buruan bang!" teriak Sena lagi.

"Memangnya kalau kamu berteriak seperti itu ada faedahnya? Suara kamu merusak telinga abang, suara jelek juga."

Sena tak mendengarkan perkataanku dan keluar rumah dengan keadaan cemberut. Melihat tingkah adikku, aku hanya geleng-geleng kepala.

Aku menyusul Sena yang terlebih dulu masuk ke dalam mobil, dan aku langsung duduk di bagian kemudi.

"Jangan cemberut, tambah jelek."

"Memangnya kalau aku cemberut kenapa? Aku benci abang."

"Terserah kamu, Sen."

Sena hanya menoleh sekilas, dan tanpa aku sadari adikku ini menangis. Aku yang melihat itu kebingungan sendiri, apa yang menyebabkan dia sampai menangis seperti itu.

"Hei, kamu kenapa? Ada masalah? Atau abang salah bicara sama kamu?"

"Abang, maafkan aku yang nggak pernah sopan sama abang, aku salah bang. Mulai hari ini aku nggak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi, aku minta maaf," ucap Sena sambil terus menangis.

Aku menanggapinya dengan senyuman saja, lalu aku mengelus rambutnya sekilas.

"Sudahlah, abang nggak mempermasalahkan itu. Apa yang kamu dapat dari sekolah itu, amalkan dalam kehidupan sehari-hari, entah itu akhlak atau apapun itu. Abang nggak marah kok, Sen."

Married with Cewek Ndeso[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now