03. Kapan nikah, Bro?

1.2K 92 30
                                    

Urusan kantor yang begitu menguras tenaga dan pikiran, membuatku harus ekstra sabar menghadapinya. Hari ini aku mengadakan pertemuan dari beberapa karyawan yang bekerja di sini, terkait dengan masalah kemarin. Masalah penggelapan uang kantor yang menghilang entah kemana perginya.

Aku mulai memasuki ruang pertemuan ini, banyak sekali karyawan yang sudah menungguku datang. Langsung saja aku duduk di tempat yang telah di sediakan untukku.

"Kita mulai sekarang."

"Baik pak, silahkan."

"Selamat pagi semua, saya di sini selaku pemilik perusahaan ini ingin mengadakan pertemuan untuk memberikan sedikit pengarahan bagi karyawan yang ada di sini. Saya akan cek satu persatu kalian yang sudah menerima pendapatan di bulan ini."

"Siap pak."

Aku berjalan ke arah karyawan yang tengah duduk, dan mulai meneliti berkas yang aku rekap kemarin.

Mulailah diriku memanggil satu persatu karyawan dan aku tanyai mereka, tidak berakhir sampai di situ aku pun memanggil  karyawan terakhir, tapi tak kunjung ada yang menyahutinya.

"Sultoni Abdillah."

Dan aku panggil sekali lagi, tidak ada yang menyahutinya.

"Sultoni Abdillah," ucapku lagi.

"Maaf pak, orang yang bapak sebut tidak bisa hadir di pertemuan ini. Beliau ijin karena ibunya sedang sakit."

"Ha? kenapa tidak ijin kepada saya?"

"Entahlah pak, saya kurang tau akan hal itu."

"Baiklah, terima kasih sudah memberi tahu saya."

Aku pun segera menyudahi pertemuan ini, melihat jam sudah mulai sore waktunya untuk karyawan pulang. Mereka satu persatu mulai keluar dari ruangan ini. Hanya tertinggal dua orang saja, aku dan temanku Reza.

Melihat Reza yang ada di sampingku, aku menyenggol bahunya pelan.

"Za, lo ngapain senyum-senyum nggak jelas, pake mandangin gue segala."

"Eh, apaan ge.er banget lo. Habis ini lo pulang atau ikut gue?"

"Kemana?"

"Ke cafe tempat biasa kita nongkrong sama ubur-ubur alay, lo tau kan siapa itu."

"Sama mereka lagi? Teman bangsul yang hujat gue habis-habisan waktu itu?"

"Jangan gitu, Jun. Lo sensitif amat jadi orang."

"Ya, kan gue korban. Tega amat lo sama gue. Teman sendiri lo hujat."

"Hehe, gue lakuin itu agar lo punya inisiatif untuk segera menikah, gue sama Sherly udah nikah. Lo kapan nikah, Bro?"

"Nah, mulai lagi kan lo. Jadi, pergi ke cafe? Gue haus pengen ngopi."

Reza malah tertawa terpingkal-pingkal, entahlah temanku ini sangat aneh sekali. Barangkali dia kerasukan juga aku tidak peduli, urusan dia itu mah.

"Za, lihat lo ketawa perut gue jadi mules pengen boker. Gila lo!"

"Anj*m lo apaan sih, Jun. Boker aja lo sampai mampus."

"Terserah lo. Eh, tunggu sebentar gue mau bahas masalah tadi."

Sampai lupa kalau harus membahas orang yang menggelapkan dana keuangan. Kalau bahas masalah lain saja langsung cepat dan tanggap, kalau masalah seperti ini harus mikir lama dan pasti sangat membingungkan sekali.

"Nah, apa kita harus samperin Pak Sulton? kata Roni ibunya sakit, masa iya kita langsung bertanya soal ini sama dia? Kasihan bukan? gue harap lo jangan gegabah dulu, Jun. Kita bisa cari orangnya dengan baik-baik, tanpa ada rasa curiga."

Married with Cewek Ndeso[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now