Part 22

74.9K 3.6K 18
                                    

Prilly menatap Ali nanar. Kelasnya baru saja selesai beberapa menit yang lalu, ketika keluar kelas Ali telah berdiri di dekat kelasnya dengan raut yang menyesal.

"Yah Aliiiiiii," keluh Prilly. Gadis itu mendongakkan kepalanya, tangan kanannya mencengkram erat ujung kemeja Ali. Berusaha untuk menahan pemuda itu di hadapannya.

Ali mendesah, "Aku juga nggak tau kalau ada jam tamabahan gini, kuliah pengganti. Tiba-tiba aja tadi dosennya masuk ke kelas aku, dan ngomong kalau ada jam tambahan. Sampai jam lima, dan ini masih jam satu. aku nggak tega nyuruh kamu nungguin aku empat jam gini,"

"Aku maunya pulang sama kamuuuu," Prilly merengek dengan manja. Hari ini, rasanya ia tak mau jauh-jauh dari Ali.

Ali menangkup kedua pipi Prilly, mengusapnya lembut. "Aku nggak mau kamu capek-capek nungguin aku sampai sore, sayang. Pulang ya, aku panggilin taksi," Ali membujuk Prilly namun dengan tegas, Prilly menggeleng.

"Nggak mau, aku maunya tetep sama kamu!" Ali berusaha sabar untuk menghadapi sikap Prilly yang tiba-tiba menjadi super manja ini.

"Kamu pulang naik taksi aja ya sayang, aku panggilin taksinya." Prilly tetap menggeleng, wajahnya meluruh. Bibirnya mengerucutkan bibirnya, masih menatap Ali dengan memohon.

"Dia biar balik sama gue," sahut seseorang dari balik Ali. Prilly yang kaget, langsung berdiri.

Wajahnya mengeras saat melihat seseorang yang menjadi nomor satu dalam list orang yang paling di bencinya. Nathan.

Ali menautkan kedua alisnya. Nathan. Ternyata salah satu mahasiswa di Universitas ini. Selama berkuliah disini, Ali ataupun Prilly belum pernah melihat Nathan sebelumnya. Atau mereka memang tidak jeli? Atau memang Nathan 'bersembunyi' selama ini?

"Ngapain lo nyamber-nyamber?" ketus Prilly. Ali masih diam. Tidak mengeluarkan suara apapun semenjak kedatangan Nathan.

Nathan tersenyum sumir, ia maju selangkah. Sekarang, Nathan sudah berhadapan dengan Ali dan Prilly.

"Dia biar gue anter pulang. Jam segini, pasti macet. Gue naik motor kok, untuk urusan panas, dia biar pake jaket gue aja." Nathan menawarkan bantuannya, tanpa memikirkan perasaan Prilly yang begemuruh menahan amarahnya yang sudah memuncak.

Ali mengepalkan tangan kanannya, berusaha menahan emosinya. Berani banget gangguin cewek gue! Ali hanya bisa membatin saja.

Tatapan Ali beralih pada Prilly yang mencengkram kaus bagian depannya erat, matanya berkaca-kaca. Menandakan ia tidak ingin berpisah dengan Ali.

"Nggak mau," kata Prilly lirih. Ali bimbang.

Ia tidak ingin membuat Prilly menunggu lama; empat jam hingga mata kuliah penggantinya selesai. Di satu sisi, Ali juga tidak bisa membiarkan Prilly berduaan dengan cowok yang bahkan Ali tidak 'kenal' dan melindunginya. Itu tugas Ali, bukan Nathan!

Ali tidak boleh egois, Prilly utamanya. Dia harus memastikan Prilly sampai di rumah dengan selamat. Apapun caranya.

"Prill...." panggil Ali pelan. Prilly mendongak, menatap tepat pada kedua mata Ali yang selalu membuat hatinya tidak karuan. Dan sekaligus meneduhkannya.

"Hari ini aja, kamu nggak bareng aku. Aku..."

"Nggak mauuuuu pokoknya nggak mauuuuu," Prilly masih saja merengek. Ia memeluk Ali erat, berusaha menggagalkan peng-iya-an Ali pada tawaran Nathan tadi.

Diam-diam Nathan tersenyum sinis. Tekadnya sudah bulat untuk membuat Prilly jatuh kedalam pelukannya. Apapun cara itu, ia akan lakukan asal gadis itu, menjadi miliknya. seutuhnya. Ia tidak peduli pada status Prilly pada Ali sekarang. Yang ia butuhkan, hanya Prilly. Bukan status Prilly.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang