Part 36

63.5K 3.2K 31
                                    

Malamnya, Abigail berkunjung ke rumah Prilly. Khawatir karena Prilly tidak membalas pesannya, dan mengangkat telephone-nya. Setelah sampai, Abigail langsung menuju kamar Prilly dengan tergesa-gesa. Pembantu yang biasa bekerja di rumah Prilly, mengatakan bahwa Prilly belum makan semenjak pulang dari kampus, hingga malam.

"Prill?" Panggil Abigail saat membuka pintu kamar Prilly. Tidak ada sahutan, maka Abigail masuk ke dalam.

"Prill, lo nggak papa?" Tanya Abigail ketika gadis itu duduk di tepi kasur Prilly. Prilly tengah meringkuk di dalam selimut tebalnya. Tidak ada sahutan lagi, Abigail membuka selimut Prilly.

"Astaga! Lo sakit?!" pekik Abigail begitu selimut tebal Prilly tersingkap. Bibir Prilly yang biasanya merah, kini terlihat putih. Matanya sayu, ada lingkaran hitam di bawah kedua matanya. Abigail menempelkan punggung tangannya pada dahi Prilly.

"Lo panas!" Abigail langsung turun ke bawah, guna mengambil kompresan, makanan, dan obat untuk Prilly.

Prilly hanya mampu untuk meringkuk, kepalanya terasa berat jika ia bangun. Matanya berkunang-kunang. Pulang kuliah, ia merasakan ada yang tidak beres dengannya. Selepas mandi, Prilly hanya berbaring karena merasakan kepalanya pusing.

"Lo kenapa bisa sakit, sih?" Tanya Abigail setelah gadis itu kembali dengan satu nampan berisikan makan, minum, obat, beserta kompresan. Prilly menggelengkan kepalanya pelan.

"Nggak tau. Gue kalau capek-capek kebangetan emang suka ngedrop gini," kata Prilly pelan. Tenggorokannya terasa sakit. Abigail meletakkan sebuah sapu tangan yang sebelumnya sudah dicelupkan di air hangat.

"Gue bilang juga apa, lo gaboleh capek-capek, jangan terlalu ngeforsir tenaga sama pikiran lo. Jangan stres-stres gajelas deh, udahlah, perbaiki aja hubungan lo sama Ali," celoteh Abigail sambil membuka bungkusan obat yang biasa diminum Prilly, dan diletakkan diatas lepek kecil.

"By, udah deh gausah bahas gue sama Ali. Gue udah mutusin buat jalan sendiri-sendiri dulu sama dia," kilah Prilly. Kegiatan Abigail terhenti seketika.

"Lo nggak salah?" Tanya Abigail kaget. Prilly menggeleng dengan lemas.

"Gue masih gabisa ngelupain kejadian kemarin, By. Masih sakit kalau gue inget-inget," ujar Prilly pelan.

"Yaudah, kalau menurut lo itu bener dan baik buat lo, jalanin aja. Gue cuma bisa ngedukung apa yang jadi pilihan lo. Tapi gue ga bisa bohongin diri gue sendiri, kalau gue pengen kalian balik kaya dulu," Prilly tersenyum tipis mendengar harapan Abigail tersebut.

"Gue juga mau, By. Tapi maaf, untuk sekarang gue nggak bisa lakuin itu."  Batin Prilly.

Abigail mengambil satu mangkuk bubur yang dibawanya tadi, "sekarang, lo makan. Gua gapeduli sama tenggorokan lo yang sakit, apa lidah lo yang pait. Gua gamau tau, pokonya lo harus makan!"

"Nggak ada penolakan!" Lanjut Abigail tegas saat Prilly ingin protes. Prilly merengut, jika seperti ini Abigail bisa tegas plus galak terhadapnya. Mirip sekali dengan ibu-ibu kos.

Dengan bantuan Abigail, Prilly duduk dengan bersandarkan kepala kasurnya. Satu suap, dua suap, Prilly masih bisa menerimanya. Hingga pada suapan ke lima, Prilly menyerah. Lidah, tenggorokan, dan perutnya tidak bisa diajak bekerja sama saat ini. "Udahan, By." Prilly menjauhkan mangkuk tersebut darinya.

Abigail menyerah, lalu meletakkan kembali mangkuk tersebut ke nampan. "Lo minum obat dulu, biar besok bisa enakan." Kata Abigail, sambil menyodorkan dua butir obat kepada Prilly.

"Nah makan udah, minum obat udah. Tinggal istirahat!" Seru Abigail semangat. Gadis itu membantu Prilly untuk tiduran.

"Lo nggak papa kan, gue tinggal?" Tanya Abigail ragu. Prilly mengangguk.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang