Part 41

63.1K 3.1K 26
                                    

"Ma, Pa..." panggil Ali sesaat setelah selesai makan malam. Vionna dan Sidharta menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Kenapa, Li?" Tanya Vionna lembut.

Ali menelan ludahnya dengan susah, tiba-tiba tangannya berkeringat. Jantungnya berdegub dengan kencang. Pemuda itu menatap Kaia ragu-ragu yang dibalas dengan anggukan pasti dari sang kakak.

"Ehm... Mama sama Papa dulu nikah umur berapa?" Ali mengepalkan tangannya dan memukul pelan meja makan. Merutuki apa yang di katakannya, tidak sesuai dengan apa yang ingin disampaikannya.

Kaia menghela napas kasar, menuangkan air putih ke dalam gelas kemudian menenggaknya. Geregetan melihat Ali yang tiba-tiba gugup dalam mengutarakan niatnya.

Vionna menatap Sidharta sebentar, lalu ganti menatap Ali.

"Papa ngelamar Mama kamu itu waktu umur Mama masih 21 dan Papa 23. Memang sempat di tentang sama Kakek mu dulu. Karena Kakekmu meminta Papa untuk meneruskan perusahaan yang sekarang," cerita Sidharta.

"Beliau meminta Papa untuk fokus sama perusahaan yang sedang jaya-jayanya. Papa meyakinkan Kakekmu bahwa Papa bisa mengurus perusahaan setelah Papa menikah. Karena kegihihan Papa, akhirnya beliau mengizinkan Papa menikah muda." Sidharta memberi jeda sebentar.

"Dengan syarat, bahwa Papa-lah yang membeli rumah untuk kami tinggali dulu, Kakekmu sama sekali tidak memberi uang sepersen pun untuk kehidupan Papa dan Mama nanti,"

Ali tidak menyangka, bahwa Papanya dulu sangat-sangat memperjuangkan cintanya.

"Mama dan Papa juga dulu nggak pake pacaran. Itu sebabnya Papa cepet-cepet buat ngelamar Mama kamu. Pacarannya setelah nikah, jadi sudah halal mau ngapa-ngapain," Vionna merona.

"Aaahhh sosweeeeettt," celetuk Kaia. Ali mendengus.

"Terus rumah, biaya kebutuhan sehari-hari gimana, Pa?" Tanya Ali. Baru kali ini, Ali menanyakan masa lalu kedua orang tuanya. Sejarah bagaimana lika-liku Rumah Tangga yang dibina kedua orang tuanya itu.

"Pakai tabungan Papa. Meskipun Papa punya jabatan tinggi di perusahaan, Papa tetap gunain tabungan Papa buat hidup sama Mama kamu. Jadi, gaji-gaji Papa, masuk tabungan. Buat biaya hidup kamu sama Kakak kamu nanti,"

Baiklah. Sampai bagian ini, Ali terharu. Sebegitu besarnya rasa cinta yang dimiliki Papa dan Mama untuknya dengan Kaia.

"Setelah menikah, Papa hanya mengontrak di rumah kecil hingga tabungan Papa cukup untuk membeli rumah sendiri. Papa ke kantor hanya menggunakan kendaraan umum. Bisa kamu bayangkan, Li?" Tanya Sidharta.

Ali semakin terpana. Kehidupan Papa-nya dulu jauh dari kata hura-hura ataupun mewah. Ali tahu, Sidharta memiliki peran penting di dalam perusahaan turun temurun itu. Meskipun jabatan Papa-nya masih di bawah kakeknya, tapi tetap saja. Mana ada seorang pengusaha menggunakan kendaraan umum menuju kantor? Sulit dipercaya.

"Fasilitas Papa di tarik semua dengan kakekmu. Mobil, supir, dan sebagainya. Jadi, Papa menggunakan Bis, bahkan nggak jarang juga naik ojek," Lanjut Sidharta.

Ali tertegun. Di balik kemewahannya, hidup Sidharta dulu sangat-sangat sederhana. Ali hanya mengetahui bahwa, Papa-nya dulu seperti robot. Harus menuruti ini itu yang diperintahkan oleh kakeknya.

"Emang kenapa, Li?" Tanya Vionna heran. Bingung karena Ali jarang menanyakan hal-hal seperti ini.

Kaia menendang kaki Ali dari bawah meja, Ali meringis pelan. Ia menatap Kaia sedikit geram, tapi gadis itu hanya menatapnya dengan tajam; seperti mengatakan "kasih tau sekarang, atau nggak sama sekali,"

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang