4. Karma untuk seorang penista

Start from the beginning
                                    

Sebenarnya para prajutit itu merasa iba karena mereka harus menghukum seseorang karena ego majikannya. Belum sempat mereka mencambuknya, cambukkan itu terhenti oleh ucapan Niura.

"Tunggu! Aku ingin bertanya, Tabib Fu, jenis racun apa yang telah mereka makan?" tanyanya kepada seorang tabib yang tengah memeriksa cairan hitam yang keluar dari mulut selir itu.

"Menjawab nona muda, saya menemukan jenis racun bisa ular dengan dosis kecil dalam cairan hitam ini," jawab tabib itu setelah memeriksanya.

Niura tersenyum lalu kembali melirik selir yang lemas namun tidak terlalu parah, "Selir Tian Hua, kau ini dikenal pintar akan ramuan dan racun, bukan? Memangnya kau tidak tahu jika pengaruh racun seperti ini hanya berfungsi setelah lima jam? Sementara kau sendiri makan di kedai ini belum ada satu jam," seringainya merendahkan membuat selir itu kesal dan semua orang disekitarnya membicarakan jika ternyata selirnya begitu bodoh.

"Bu-bukan aku yang bodoh! Tapi aku hanya makan ini saja, dan ... lima jam yang lalu, aku dan kedua putri ku hanya meminum minuman dari paviliun yang terjaga! Jangan bilang jika kau berpikiran jika air di paviliunku tercemar dengan adanya ular berbisa!" Jawab selir Tian Hua tak terima, ia mengepalkan tangannya merasa direndahkan oleh seorang rendahan.

Niura tersenyum mendengar jawaban konyol yang diberikan selir licik itu.
"Hei ... bukan aku yang mengatakannya, bukan? Tanpa sadar kau sendiri yang menjelaskan jika air di paviliunmu itu tercemar! Saranku, kau minta maaflah kepada pemilik kedai ini! Karena kau telah menjatuhkan nama baiknya dan kedainya dengan pikiran burukmu!" Seringainya karena sebenarnya ia tau jika sebenarnya, racun itu bukan dari paviliun selir itu ataupun kedai ini, melainkan berasal dari ramuan kecantikkan yang ia jual lima jam yang lalu khusus untuk mereka bertiga tanpa sepengetahuan siapapun.

Selir itu menghela napasnya kasar. Dengan terpaksa, ia mengucapkan kata 'maaf' sekilas lalu bangun dan meninggalkan tempat ini dibantu para pelayannya.

Kedai ini pun seketika senyap karena para penguping telah bubar dan menyisakan Niura, Yi Jian, dan tentu saja wanita paruh baya pemilik kedai ini yang sudah berdiri dan menatap Niura berbinar, ia segera bersujud di kaki Niura dengan isak tangis bahagia yang membuat Niura iba, ia menarik lembut bahu wanita itu agar tidak bersujud di kakinya kemudian memeluknya erat.

'Aku merasakan bahwa mendiang ibu ku tengah memelukku seperti ini, andai saja' -batin Niura kemudian melepaskan pelukkan itu. Yi jian tersenyum melihat kejadian di hadapannya itu.

"Nyonya, mengapa kau bersujud padaku? Aku bukanlah seorang putri kaisar yang harus dihormati. Aku hanya tidak suka melihat seseorang yang tidak bersalah harus dipermalukan karena keegoisan seseorang," ucap sendu Niura. Ia segera melihat makanan-makanan yang masih berjejer di meja rotan kala ia mengingat tujuannya ke sini.

"Panjang umurlah kau anak muda, dewa tidak akan membiarkan mu dalam kesusahan, dan aku berharap jika suatu saat nanti, derajatmu akan bertambah berkali-kali lipat karena kebaikanmu dan temanmu itu," jawab wanita itu lalu mengelus kening Niura dan Yi Jian bergilir.

Yi Jian sangat senang mendapat perlakuan baik dan hangat seperti itu, ia membungkuk dan mengatakan, "Terimakasih, Nyonya."

"Berikan aku makanan, berdebat dengan penyihir itu membuatku letih. Dan tujuanku kemari bukan untuk menjadi pahlawan, melainkan untuk mencari makan," rengek Niura kesal. Wanita paruh baya itu terkekeh lalu mengajak mereka berdua masuk ke dalam kedai sederhana itu.

"Kalian ambil saja sesuka hati kalian. Jangan hiraukan harganya, aku tidak akan menerima uang sebesar apapun untuk kalian. Dan ..., kalian tenang saja, makanan di sini tidak beracun kok," nostalgia wanita itu yang teringat akan kejadian tadi.

"Ah, Nyonya tau saja jika Xiao Li dan aku sangat menyukai gratisan!" Jawab Yi Jian dihadiahi cubitan kecil dari Niura.

Mereka melanjutkan makan sore mereka dengan lahap. Niura akui, walaupun tradisional dan sederhana, makan di kedai kecil ini sungguh nikmat daripada memakan steak di pinggir jalan raya dengan bus yang berlalu lalang di kehidupannya dulu.

"Xiao Li, makanan kita telah habis. Biskh kita pulang sekarang? Aku ingin membuat ramuan baru di penginapan. Dan, Nyonya, bolehkah kami pulang sekarang?" tanya Yi Jian berangsur-angsur dengan mulut yang belepotan.

"Boleh saja, tapi ... yang terndahan ini ingin meminta kalian untuk datang kembali ke tempat ini di malam hari dengan cadar seperti ini tanpa sepengetahuan orang lain," jawab wanita itu sembari memandang lekat kedua gadis di hadapannya yang menurutnya yang satu terlihat tegas dan keras kepala, sementara yang satunya lagi terlihat penurut dan setia.

Niura yang tidak mengerti ucapan dan tatapan wanita itu dan bertanya, "Memangnya apa yang akan kami lakukan malam-malam di sini? Jika kau ingin mengadakan acara makan-makan, kurasa esok juga bisa 'kan?"

"Jelas tidak. Yang jelas, kalian harus datang bagaimanapun caranya karena akan ada sesuatu yang tidak bisa kalian bayangkan nanti malam, terutama kau," ucap wanita itu menunjuk Niura. Menurut Niura sendiri, sepertinya wanita ini sedang serius, jadi ia harus datang.

"Baiklah!" Jawabnya cepat.





Princess of Rainbow Element [Repost]Where stories live. Discover now