Zeena lantas mengangguk. Dia memasukkan suapan terakhir ke mulutnya. Usai menenggak habis minumnya, Zeena lantas mengusap bibir dan duduk sebentar sebelum beranjak dari tempatnya.

"Kak, Zeena duluan, ya. Makasih." Rafa hanya mengangguk. Dia tersenyum tipis kepada adiknya.

****

"Zeena!"

"Zeen!"

Zeena menghentikan langkahnya. Dia menoleh dan mendapati Keenan yang tengah berlari menyusulnya. "Kenapa, Kak?" tanyanya takut-takut.

"Lo pulang sendirian?" tanya Keenan saat tidak mendapati siapa-siapa di sisi Zeena.

"Iya, Kak. Kak Rafa tadi ada urusan."

"Gue mohon lo percaya sama gue, Zeen. Bukan gue yang lakuin itu sama lo."

Zeena tersenyum. Hatinya juga terasa berat ketika mengira Keenan yang melakukan hal itu padanya. "Zeena sebenarnya juga ngerasa ada yang ganjel waktu ngira kalau itu kakak."

"Gue anter pulang gimana?" tawar Keenan.

Zeena menggeleng lemah. "Nggak usah, Kak. Nggak enak kesannya nanti."

"Ya udah, gue pesenin taksi aja, ya."

"Nggak ngerepotin, Kak?" tanya Zeena merasa tidak enak.

"Enggak kok. Tunggu ya, gue pesenin dulu."

Keenan mengeluarkan ponselnya dan mencari aplikasi untuk memesan taksi. Setelah mendapatkan taksi untuk adik dari sahabatnya itu, Keenan kembali memasukkan ponselnya.

"Zeen, gue pesen sama lo buat jaga diri, ya."

Zeena memgernyit kebingungan. "Kenapa, Kak?" tanyanya.

Keenan tersenyum masam. "Gue curiga ada orang yang nyamar jadi gue buat fitnah gue dan hancurin lo."

"Kok kakak bisa bilang gitu?"

"Perasaan gue yang bilang kaya gitu. Jadi, gue mohon sama lo buat jaga diri, Zeen. Gue sekarang nggak bisa jagain lo dari deket, Zeen. Kakak lo juga suatu saat pasti bisa lengah jagain lo."

Zeena tiba-tiba meneteskan air mata. Entah mengapa, perasaan khawatir dan waswas menyergap benaknya. Apa yang akan terjadi nanti jika dirinya tidak bisa menjaga diri?

Suara klakson mobil menghentikan obrolan dua orang itu. Taksi yang dipesan Keenan sudah datang dan Zeena langsung disuruh masuk oleh laki-laki itu. Tidak hanya itu saja, Keenan mengikuti mobil itu dengan motor besarnya. Dia hanya ingin memastikan jika Zeena sampai rumah dengan selamat.

****

"Tadi sore Zeena pulang bareng siapa, Yah?" tanya Rafa pada Rangga. Mereka berdua saat ini tengah berada di ruang keluarga, menonton acara bola favorit.

"Naik taksi online dia, tapi untungnya Keenan ngikutin di belakang," jawab pria itu tanpa menoleh.

Keenan? Dahi Rafa mengernyit saat mengetahui itu. Bukankah sahabatnya itu memiliki niat jahat pada adiknya? Lalu kenapa dia bersikap baik seperti itu?

"Zeena baik-baik aja kan, Yah?" tanya Rafa lagi.

Rangga langsung menoleh ketika mendengar putranya bertanya seperti itu. "Memangnya ada apa? Kalian lagi ada masalah? Keenan juga akhir-akhir ini jarang main ke sini. Ada apa?" tanyanya beruntun.

Rafa terdiam, ia bingung harus menjawab apa. Secara, ayahnya itu tidak tahu-menahu kejadian malam itu.

"Bentar, Yah, Rafa ke kamar Zeena dulu, ya," pamitnya. Rafa tiba-tiba merasa ada yang tidak beres sekarang ini.

Rafa menaiki anak tangga dengan buru-buru. Bahkan dia melewati dua anak tangga sekaligus. Sesampainya di depan kamar Zeena, Rafa langsung memutar kenop pintu.

"Zeen, makan mal—"

Rafa menghentikan ucapannya saat melihat adiknya tengah berdiri di depan cermin. Tangan adiknya itu menggantung di udara karena ucapannya tadi berhasil membuatnya terkejut.

"Ka … kak," ucap Zeena terbata.

Rafa langsung menghampiri adiknya. Tatapannya berubah tajam saat melihat sebuah tulisan yang berada di cermin adiknya itu.

"Sejak kapan kamu mendapat teror kaya gini, Zeen?!" tukasnya tajam. Suaranya terdengar begitu dingin dan itu membuat Zeena semakin merasa takut.

"Jawab, Zeen!"

Zeena langsung terisak. Tangisnya pecah. "Maafin Zeena, Kak. Maafin Zeena udah nyembunyiin ini sama kakak. Maafin Zeena," ucapnya disertai tangis yang begitu kencang.

Rafa terdiam. Dia sangat marah sekarang ini saat tahu bahwa adiknya tengah berada dalam bahaya. Dia tidak akan tinggal diam dan akan mencari siapa pelaku di balik ini semua. Tangannya terulur, membawa Zeena ke dalam dekapan eratnya.

"Ada apa ini?" tanya Rangga yang tiba-tiba muncul di kamar Zeena. Pria itu terdiam sejenak setelah mendapati sesuatu yang aneh di cermin anak gadisnya. "Siapa yang lakuin ini?" tanyanya lagi.

"Ayah," panggil Zeena dengan tangisnya yang semakin kencang.

Rafa yang mengerti, memilih melepas rengkuhannya dan mengarahkan Zeena pada sang ayah. Memarahi Zeena bukanlah hal yang benar. Saat ini yang dibutuhkan Zeena hanyalah kekuatan dan penjagaan yang ketat.

"Udah, stttt. Jangan nangis lagi. Ada ayah sama Kak Rafa di sini yang jagain Zeena. Besok Zeena pindah kamar aja, ya."

Zeena mengangguk dalam pelukan ayahnya. Setidaknya, berada di dekat ayah dan kakaknya, dirinya merasa sedikit aman.

"Baiklah, kita beristirahat dulu bermainnya. Sampai jumpa di tahun depan dan di situlah kamu akan hancur, Zeena."

****

Alhamdulillah update lagi. Cepet ending boleh juga🤣

Jangan lupa follow👍

Jazakunallah khairan❤

Perfect Brother || HiatusWhere stories live. Discover now