"Nih," ucap Rafa setelah berhasil menemukan foto yang dicarinya.

Adit membulatkan mata, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya itu. "Ngarang lo, Raf. Perasaan we'a gue ada profilnya, cakep lagi fotonya."

"Sapa?"

"Elo, Raf!"

Keenan berdecak. "Maksud Rafa tuh berarti ini siapa? Bego banget sih lo, Dit!" makinya.

"Yeeee, temen lo aja kali yang ngomongnya nggak jelas."

Mereka berdua terus beradu mulut, mengabaikan Rafa yang kini sudah memasang ekspresi datarnya. Namun, secara tiba-tiba Keenan memasang wajah kesakitan. Laki-laki itu memegangi perutnya yang terasa mulas.

"Perut gue kenapa, sih?! Perasaan begini mulu. Gue izin kamar mandi, Raf," ucapnya kesal lalu pergi ke kamar mandi dengan tergesa.

Rafa, Adit, dan Rion tidak memperhatikan Keenan yang berjalan menjauh. Mereka tidak terpikirkan sedikit pun kalau semisal Keenan tidak berjalan ke arah kamar mandi.

****

Zeena memeluk lutut dan menumpukan kepala di atasnya. Malam ini sedikit lebih dingin dari biasanya. Perempuan itu menatap kosong railing besi di hadapannya. Ia masih terus kepikiran dengan apa yang baru saja terjadi di kamarnya tadi.

"Ayah, ayah kapan pulang? Zeena takut, Yah," rintihnya.

Grep!

Zeena terkejut bukan main saat merasakan bahunya dipegang oleh seseorang. Pikirannya mulai berkecamuk dan ia mulai merasa ketakutan.

Ingin sekali rasanya Zeena berteriak, tetapi suaranya enggan keluar karena terhalang rasa takutnya.

"Zeen," panggil orang tersebut dengan suara pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Zeena.

Zeena berusaha mendongak dan menepikan rasa takut yang menyergapnya. "Kak Keenan?" ucapnya memastikan.

Orang dengan pakaian yang mirip Keenan, tetapi dengan masker yang menutupi mulutnya itu mulai mendekat. Ia berlutut di hadapan Zeena.

"Kamu harus mau jadi milikku, Zen." Orang itu berucap tajam, membuat Zeena meremang seketika. Pasalnya, Keenan tidak pernah berkata setajam itu.

"A ... apa maksud kakak?"

Laki-laki itu mencengkeram pergelangan tangan Zeena dengan begitu kuat. Lensanya menajam saat Zeena berusaha untuk melepaskan cengkeramannya.

"Lepasin, Kak! Kakak ini apa-apaan, sih?! Bukan mahram, Kak!!" teriak Zeena dengan air mata yang mulai membendung.

"Kak Rafa, tolong!! Kakakk!!" teriak Zeena.

Beruntungnya Zeena tengah berada di balkon saat ini karena kakaknya tengah berkumpul di ruang keluarga yang menghadap kolam renang.

"Kak Rafa!!!" teriak Zeena sekali lagi dengan kadar rasa takut yang bertambah.

"Woii!" teriak orang dari bawah sana.

Zeena mendapati Adit yang mengawasi mereka dan tidak melihat kakaknya sama sekali. "Kak Adit, tolongin Zeena!" teriaknya.

"Kakak lo udah mau ke kamar lo!" balas Adit dari bawah.

Laki-laki itu segera melepaskan cengkeramannya dan melompat dari balkon dengan gesit. Dia seperti sudah memperkirakan bahwa semua ini akan terjadi.

BRAK!

Suara pintu kamar yang dibuka dengan keras membuat Zeena sedikit terlonjak kaget. Pelukan erat langsung menyergap tubuhnya yang gemetar.

"Siapa yang jahatin kamu, Jen?" tanya Rafa dengan panik.

Zeena menggeleng lemah. Dia ingin menjawab, tetapi hati kecilnya menolak jika dirinya mengatakan itu.

"Takut." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Zeena.

Rafa lantas melepas rengkuhannya dan menggendong Zeena menuju kamarnya. Setidaknya, di sana dia bisa menjaga adiknya.

****

Keenan yang baru saja keluar dari kamar mandi merasa terheran-heran saat mendapati ruang keluarga yang sudah kosong. Padahal, teman-temannya tadi masih berkumpul di sana.

Laki-laki itu kemudian bertemu Adit yang hendak menaiki tangga menuju lantai dua. Dengan segera, ia menyusul sahabatanya lalu bertanya, "Pada ke mana? Kok sepi?"

"Di kamar Rafa. Tadi Zeena teriak-teriak minta tolong. Ada orang yang nyusup di kamarnya," jelas Adit.

Keenan mengernyit kebingungan. "Kok bisa?"

"Mana gue tai."

"Tau, Bambang!" ralat Keenan dengan ngegas.

"Iya, typo."

Keenan berdecak. Typo typo, dikata ini ketikan.

Laki-laki itu mendahului Adit untuk menuju kamar Rafa. Rasa khawatirnya pada Zeena yang membuatnya buru-buru seperti ini. Apakah gadis itu baik-baik saja?

"Gimana keadaan Zeena?" tanya Keenan tanpa basa-basi setelah menutup pintu kamar Rafa.

Zeena yang baru saja memejam langsung kembali membuka mata. Kedua tangannya meraih lengan Rafa. Dengan takut ia berkata, "Kak ... Kak Keenan ngapain di sini?"

"Keenan kan dari tadi di rumah ini, Jen," jawab Rafa yang tidak mengerti dengan respons adiknya.

"Kak, Kak Keenan tadi di kamarku. Dia yang jahatin Zeena tadi, " ucap Zeena dengan suara yang gemetar.

Keenan yang tidak tahu apa-apa lantas menjawab, "Maksudmu apa, Zeen? Gue dari tadi di kamar mandi loh."

"Lo nggak lagi bohong kan, Keen? Orang tadi bajunya mirip banget sama lo." Adit yang berdiri di belakang Keenan langsung berucap. Secara, dirinya tadi yang melihat jelas bagaimana fisik orang itu.

"Tapi gue dari tadi di kamar mandi. Gue sakit perut, Dit!"

"Zeena mana mungkin juga bohong. Gue juga mana mungkin buta!" tukas Adit.

Keenan menatap Zeena yang masih menatapnya dengan takut. Begitu sakit hatinya terasa. "Zeen, lo tau kan wajah gue. Kenapa bisa lo bilang gitu?"

"Kakak makai masker, kan? Mana masker kakak tadi?"

"Zeen, lo nggak inget kalau main ke sini nggak boleh bawa masker? Bahkan semua barang gue udah digeledah sama satpam depan komplek."

Tatapan Keenan kini beralih pada Rafa. "Lo percaya kan sama gue?"

Rafa terdiam, ia bingung harus bagaimana sekarang. Di lain sisi, ucapan Keenan ada benarnya. Namun, di sisi lain, mana mungkin juga adiknya itu berbohong.

"Sorry, Keen."

Keenan tersenyum tipis. "Oke nggak apa-apa. Gue ngerti. Gue balik."

****

Uhuuu akhirnya update lagi setelah sebulan lebih menggantung. Ini aja Banana ngumpet-ngumpet, hehe. Makasih yang masih setia menunggu.

Oh yaaa cover PB baru lohhhh, jadi nggak usah kaget, oke?

Jazakunallah Khairan🌹

Perfect Brother || HiatusWhere stories live. Discover now