Bagian 13 : Galih

Mulai dari awal
                                    

Kinar memiliki impian yang sama dengan Galih, akan tetapi dia merasa tidak pantas. Dia tidak sejago itu. Jangan berharap padaku Galih.

***

Bel berbunyi. Kinar cepat-cepat mengepak buku-bukunya ke dalam tas. Guru di depan baru mengucapkan kalimat penutup dan mengingatkan tentang pekerjaan rumah. Akan tetapi, kelas sudah riuh tidak sabar untuk pulang.

Galih masih di kursi berbicara seru mengenai sepakbola dengan kawan di sebelahnya. Mengenai idolanya Alessandro Del Piero dari Juventus dan penampilannya melawan Lazio tadi malam.

Kinar tidak akan mengganggu. Dia akan naik angkot kali ini. Kemarin pagi ibunya sudah memberinya uang saku. Ibunya berpesan agar uang itu tidak dibuat jajan. Tapi untuk biaya naik angkot. Ibunya tidak menjemputnya hari ini.

Sudah beberapa hari dia tidak naik jemputan. Ibunya selalu menyuruh ayah untuk mengantarnya. Akan tetapi untuk hari ini ibu menyuruhnya naik jemputan. Kinar merasa aneh. Seperti dia hidup dengan 2 ibu yang berbeda.

Hari ini Kinar tidak akan naik. Kata ayah biar saja dia yang bicara dengan ibu.

Kinar bahagia dengan keputusan ayahnya. Karena dia tidak suka naik jemputan, ada alasan khusus untuk itu.

Hari ini ibu kembali pada fase menyebalkan. Kinar berharap besok ibunya yang ini bisa berganti menjadi ibunya yang menyenangkan.

Tak jauh Kinar melangkah dari kelasnya. Seorang anak laki-laki menghadang. Kinar berjalan ke samping mencoba memutar, dia menghadang lagi. Akhirnya dia menatap wajah, anak laki-laki di hadapannya.

"Mau apa lo Yo?" Nada suara Kinar terdengar datar.

"Lo hari ini gak dijemput nyokap ya?" kata Tio tersenyum lebar. "Lo kok mulai gak naik jemputan si?"

Kinar malas menanggapi pertanyaan itu. Apa urusannya? Terserah dia dong mau naik jemputan apa enggak. Lalu Kinar mulai mencari jalan lain.

Akan tetapi, Rendy menghadang. Senyumnya agak malu-malu.

"Minggir Ren." Kinar menggertak.

"I-Iya." Rendy memberi jalan Kinar untuk lewat.

"Ren lu. GOBLOK!" Tio muntab. Dia tidak habis pikir akan Rendy yang tidak bisa menjalankan perintahnya dengan benar.

Tak jauh Kinar melangkah. Bimo menghadang. Lalu Bimo meletakkan tangannya di bahu Kinar. Mata Kinar membelalak melihat telapak tangan di atas bahunya.

"Gak seru kalo gak ada lo, Nar," kata Bimo. Senyumnya makin melebar.
"Kita mainnya bertiga aja. Biasanya berempat."

Tio berjalan ke samping Bimo. Senyumnya selebar Bimo.

"Main apaan? Naro permen karet di rambut gue? Lempar-lemparan topi gue?" Wajah Kinar terlihat sangat tidak antusias. "Kagak bisa lepas itu permen karet. Terpaksa potong bondol gue."

Bimo dan Tio tertawa puas. Rendy ikut kedua temannya cekikikan.

"Tapi kamu cakep rambut Bondol Nar," kata Rendy tersenyum lebar.

Raut wajah Tio dan Bimo berangsur berubah kesal.

"Lo diem aja deh Ren!" teriak Tio.

Raising meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang