• The 1, Ichiro (2) •

552 75 4
                                    

Apa yang Ichiro harapkan ternyata tidak sejalan dengan yang sudah lama ia sembunyikan. Pasalnya ... seorang yang tiba-tiba merusak paginya ini adalah bos-nya (sebelum Ichiro pindah) tempat Ichiro bekerja dan yang dulu cukup dekat dengan Ichiro.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Pertanyaan ini pasti akan dilontarkan Ichiro pada lelaki pendek yang kini duduk berhadapan dengannya.

“Ha'i ... ha'i ... sebenarnya aku tidak sengaja melihatmu di konbini kemarin karena ....” Ucapnya dan ada sedikit jeda.

Ichiro menatap mantan bosnya itu penuh.

“Jangan serius begitu! Kau serasa seperti mengajakku berkelahi, Ichiro-kun~”

“Astaga, kau tidak berubah ... jadi, hanya tidak sengaja?”

Ramuda mengeleng. “Karena kemarin aku super stress jadi aku memutuskan berjalan-jalan ke sana kemari; ke Shinjuku, Ikebukuro, Yokohama, Osaka dan terakhir di sini lalu aku terkejut setelah menyadari kau hilang selama dua tahun tiba-tiba ... aku jadi bersyukur kau masih hidup ternyata.”

Tubuh pendek Ramuda mendekat ke Ichiro dan memeluk tubuh bongsor Ichiro, ia sebenarnya tidak habis pikir jika berhadapan dengan Ramuda yang mode seperti ini.

Mendadak terbawa perasaan.

“Ha'i ... aku masih hidup.” Ichiro menepuk pelan punggung Ramuda, ia tidak asing dengan proposi tubuh ini.

1 jam berlalu ....

Ichiro akhirnya menuntaskan menu barunya, semuanya tentu saja mendapat bagiannya masing-masing dan tambahan untuk Ramuda karena berkunjung di pagi hari.

Sebenarnya Ichiro agak was-was semenjak kedatangan Ramuda yang sangat mengejutkan karena orang ini bukanlah orang yang bisa dipercaya, begitulah menurut Ichiro. Ia bisa saja menjual apapun yang ia punya termasuk informasi penting yang memang sangat dibutuhkan oleh seseorang.

Ditambah lagi Ichiro juga takut jika Ramuda mengenal Samatoki, sudah pasti lelaki cebol ini akan memberi tahukannya. Memang tipe yang tidak terlalu bisa diandalkan meski pandai memanage pekerjaan.

Sarapan paginya tak benar-benar dinikmati Ichiro karena Ramuda sukses memecah pagi yang diidamkannya.

“Ramuda-san, mau teh?” Tawar Jiro, entah kenapa anak ini mendadak sopan begitu.

Saburo yang berada di sebelah hanya bisa berdecak remeh melihat kakak keduanya yang kelihatan sedang menjaga citra dadakan. Padahal itu bukan Ichiro.

“Tentu! Arigatou, Jiro-chan!” Ramuda ceria dan dengan senang hati menerimanya lalu Jiro segera menuang teh ke cangkir Ramuda.

“Sama-sama!”

“Aku tidak dituang juga?” Celetuk Saburo, seketika ia cemberut.

“Sebentar ....” Jiro tak ingin perdebatan pagi ini (sebenarnya ia lelah jika harus adu bicara pagi-pagi begini)  jadi, ia memilih mengiyakan sembari mengambil gelas milik Saburo dan menuangkannya.

Senyum senang tercipta di wajah Saburo yang tadi sempat kusut. “Hehe~ arigatou, Jiro!”

“Aku juga kakakmu, bukan niichan saja ... panggil aku sesekali niichan.” Dan sebenarnya Jiro hanya iseng mengatakan hal tersebut.

Saburo mengeleng disela kunyahan dengan mulutnya yang penuh dan Jiro hanya bisa tersenyum meskipun adik kecilnya itu seringkali membuatnya jengkel.

Lalu bagaimana dengan Kuko? Laki-laki itu memilih berdiam khusyuk dan berkutat dengan ponselnya tetapi tak melupakan sarapannya. Dia tidak mau ikut bicara dengan tamu yang dikenal Ichiro.

“Hey, Ichiro!” Panggil Ramuda.

“Ya?”

“Bisa kita mengobrol empat mata? Karena rasanya seperti sudah lama sekali tak jumpa, bagaimana?”

“Baiklah, ikut aku!” Tanpa berpikir panjang Ichiro menyetujuinya dan segera bangkit dari duduknya.

Minaa, aku mau keluar sebentar dengan Ramuda.”

“Ha'i niichan/ichinii!” Sahut Jiro, Saburo dan Kuko bersamaan (ingat yang Kuko tidak pakai niichan/ichinii.)

• • “ ......... ” • •

Ichiro berhasil membawa keluar Ramuda dari rumah Kuko yang juga menjadi tempat tinggalnya dan pemuda itu mengajaknya ke sebuah cafe sederhana yang letaknya tak jauh dari konbini tempat Ichiro dan Kuko bekerja. Jangan lupakan, hari ini Ichiro kebagian shift malam dan Kuko mendapat shift siang hari.

“Sebelumnya aku minta maaf, Ichiro.” Ramuda lah yang pertama kali membuka pembicaraan begitu mereka duduk saling berhadapan.

Lelaki cebol itu juga merokok walaupun bukan kebiasaan yang sering Ichiro lihat beberapa tahun lalu. Yang Ichiro ingat adalah Ramuda akan terlihat dengan permen gagang dan makanan manis lainnya. Jadi, sekarang Ichiro terkejut melihat orang yang kekanakan (menurutnya) baru saja menjadi orang dewasa dan jantan? Mungkin. Tetapi Ichiro terlampau tidak peduli, jadi, ia tidak keberatan jika Ramuda merokok di dekatnya.

“Untuk apa minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf karena pergi tak pamit.” Ichiro mengernyit dan mengaruk tengkuknya.

Hisap dan hempaskan, itu yang di lakukan Ramuda saat ini. Merokoknya Ramuda lebih sopan dibandingkan dengan Samatoki.

Ie, jawaban yang tadi kukatakan adalah bohong,”ucapnya dan pandangannya tertuju pada pemandangan di luar cafe. “Seseorang tahu keberadaanmu di sini dan dia adalah orang yang tak bisa kusebutkan namanya tapi aku punya niat tersendiri mengapa aku berada di sini.”

Kerutan dahi Ichiro bertambah tapi ia juga tak kunjung mengatakan apapun dan hanya diam mendengarkan Ramuda.

“Ichiro, kembalilah bekerja di tempatku dan jika kau mau, aku akan membuat tempat tinggal lamamu kembali menjadi milikmu lagi.” Tawar Ramuda yang nampaknya serius.

Karena keseriusannya ... membuat Ichiro jadi menimbang detik itu juga.

Di sisi lain ... ia juga merindukan tempat kelahirannya dan hal yang membuatnya ragu adalah ....

Ia takut Samatoki menemukannya.

Karena Ichiro bersumpah membuat pria itu
tak akan pernah melihatnya lagi, hal ini muncul atas bentuk ungkapan kekesalan, terbawa perasaan dan cemburu yang tak ingin Ichiro akui.

“Aku minta maaf, aku tidak bisa kembali meskipun kau menjamin rumah lamaku akan kembali padaku. Aku sudah nyaman berada di sini, tidak peduli jika tempatnya kecil.” Mau tak mau Ichiro jujur, ia tak ingin gegabah.

Ramuda berdeham tanda ia mengerti dan tak bisa memaksakan Ichiro.

“Tapi apa yang membuatmu memintaku bekerja denganmu lagi?” Ini dia yang baru saja terbesit oleh Ichiro.

Ramuda menghela nafas sembari mematikan puntung rokok yang memendek, “Tidak ada orang yang mau bekerja menjadi asistenku selain kau karena mereka selalu mengatakan aku merepotkan, itulah sebabnya aku memintamu ... hah ... tapi tak apalah, terima kasih, Ichiro untuk sarapan pagi dan mengobrolnya.” Ramuda tersenyum.

“Ha'i, aku harap kau menemukan seseorang yang cocok menjadi asistenmu!” Sahut Ichiro.

Kemudian keduanya menyeruput hot choco yang sudah menghangat karena sedari tadi di diamkan sambil dilanjutkan dengan obrolan ringan.

Wallflower; Samaichi Where stories live. Discover now