14. Kakek?

474 29 0
                                    

Warung ini sangat ramai mungkin karena memang ada acara juga, Popi dan Sheril tampak lahap memakan nasi kuning mereka. Aku mencoba meluaskan pandanganku dan melihat sekeliling, saat mataku tertuju kearah toilet yang kudatangi semalam.

Disana aku melihat sosok bapak tua yang membuatkanku kopi sedang merokok sambil tersenyum kearahku.

Part 14

Bapak tersebut masih duduk disana dan menatapku dengan senyumannya, namun ketika aku mengedipkan mata bapak tersebut langsung hilang dari pandangan mata. Aku mencari kesegala penjuru dikantin ini namun tidak menemukan, terpikir olehku apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Apakah ada hal yang tidak beres? dimulai dari mata batinku yang tiba-tiba hilang, apakah ada hubungannya dengan bapak-bapak tadi?

"Ron kenapa?"

"Eh gak apa-apa kok Pop, tadi kepikiran sesuatu aja"

"Kakak baik-baik aja kan?" Sheril ikut menimpali.

"Gak kenapa-kenapa kok dek, kayanya masih belum ngumpul nih nyawanya"

Aku berusaha bersikap seperti biasa dan menyembunyikan hal yang sedang aku pikirkan, Sheril dan Popi tetap saja menatapku dengan heran. Sheril lebih terlihat khawatir daripada heran, namun aku berusaha meyakinkan mereka bahwa semuanya baik-baik saja dan mereka akhirnya mau mempercayaiku dan melanjutkan sarapan.

Setelah sarapan para peserta berkumpul untuk mengikuti apel pagi, begitu pula dengan Popi selaku pembimbing. Sementara aku memilih duduk dikantin yang mulai sepi dan hanya tinggal aku bersama ibu bapak kantin, rasanya Popi sekarang terasa lebih dekat denganku.

Biarpun kami baru kenal satu hari tapi kami merasa seperti sudah mengenal lama, aku merasa seperti pernah melihat dirinya sebelumnya. Namun saat aku berusaha mengingat-ngingat aku tak kunjung menemukan ingatan yang siapa tahu berkaitan dengan Popi.

Aku tidak langsung pulang ketika para siswa dan guru sedang apel penutupan, karena kupikir sekalian saja aku pulang bersama Sheril. Daripada Sheril harus pulang bersama seorang anak laki-laki yang mengantar dia pulang beberapa hari lalu saat pulang dari mall, aku mendapatkan info ini dari Tante Tuti.

Tante melihat Sheril diantar oleh seorang anak SMA lelaki beberapa puluh meter dari rumah, aku sedikit terkejut mendengar pernyataan Tante Tuti. Karena jika benar, berarti Sheril berbohong perihal bermain ke mall dengan teman perempuannya.

Jangan-jangan dia pacaran sambil sembunyi-sembunyi, tapi jika kupikir dia memang sudah cukup umur untuk merasakan percintaan, aku tidak dapat melarangnya.

"Kang!"

Ditengah lamunanku aku diikejutkan oleh suara seorang Pria yang ternyata adalah Pak Karim, dia lalu duduk disebelahku sambil menghisap rokoknya. Aku tidak menjawab sapaannya dan hanya melemparkan senyum.

" Kang Roni ya?"

"Iya Pak,saya Roni. Ada apa ya ?"ujarku dengan heran karena dia seperti ingin menyampaikan sesuatu.

"Kang Roni kayaknya lagi kepikiran sesuatu ya?"

"Emm maksudnya Pak?"

Sontak aku merasa heran karena Pak Karim tiba-tiba datang, kemudian berkata seolah dia mengetahui apa yang sedang menimpaku.

"Kalo gak keberatan boleh saya kasih tau ya 'KI' buyutnya?"

Aku semakin bingung dengan perkataan Pak Karim, dan kali ini seolah dia berbicara kepada orang lain yang dia panggil dengan sebutan "KI". Aku tidak ingin berburuk sangka dan menunggu perkataan Pak Karim selanjutnya, namun saat kulihat dia malah memejamkan mata dan mengusap tengkukku.

Aku merasakan tengkukku dingin dan merinding hingga aku memejamkan mata, dalam mata terpejam aku mendengarkan suara laki-laki tertawa. Aku ingat betul suara tersebut adalah suara bapak yang mengaku sebagai penjaga sekolah yang mentaktirku Kopi, dengan segera aku membuka mata dan mendapati bapak pembuat kopi sedang berdiri dihadapanku sambil tertawa.

Aku merasa kaget dan juga bingung karena aku bisa melihat bapak-bapak ini lagi, bahkan bukan bapak ini saja yang terlihat. Aku juga bisa melihat hantu-hantu lain, seperti hantu siswi dan hantu yang menjilat wajahku sedang berkumpul dilapangan.

"Gak usah kaget gitu dong jang wajahnya" ujar sosokbapak itu.

Aku hanya terdiam dan tidak menjawab pertanyaan ditengah kebingunganku, sementara Pak Karim disebelahku hanya diam menatapku sambil tersenyum. Aku kembali melihat kearah sosok bapak tadi dan menatapnya untuk beberapa saat.

"Akang mungkin bingung dan bertanya-tanya bapak ini siapa ya Kang?" ujar Pak Karim.

"Emang bapak ini siapa Pak Karim?" tanyaku dengan heran.

"Bapak ini kalo Akang belum tau, dia guru spiritual dari keluarga Akang"

"Guru Spiritual ? Bapak tau darimana?" aku semakin bingung.

"Pas Subuh saya ngeliat beliau dikantin, dan saya langsung ngeuh beliau bukan manusia tapi saya coba ajak komunikasi. Dan setelah ngobrol dia disini buat nyampein suatu hal ke kamu "

"Maksudnya Pak?"

"Alangkah baiknya sekarang Akang ngobrol sama beliau saja langsung,saya pamit ya Kang"

Pak Karim langsung berlalu begitu saja setelah mengatakan hal demikian, tanpa kalimat tambahan apapun dan meninggalkan pertanyaan dibenakku. Tak lama Ibu dan Bapak kantin juga berlalu meninggalkan kantin seolah mengetahui ada sosok yang sedang ada perlu denganku, karena mereka melemparkan senyum kearah ku seolah mereka juga bisa melihat aku dan sosok ini.

"Pak Karim itu sebenernya siapa ? kenapa kok gak segan sama gue ? terus ini bapak-bapak siapa juga yang ngaku guru spiritual? Terus kok Ibu sama Bapak kantin ngapain senyum ke gue ?" aku bergumam dalam hati ditengah kebingunganku.

"Jang!"

Bapak didepanku menegurku karena aku hanya terdiam, kutatap wajahnya dan terlihat wajahnya kini berubah menjadi serius.

"Iya Pak!"

"Jangan panggil pak dong, panggil mbah kek, atau eyang, uyut kek, biar berasa wibawa nya kamu teh"

Aku hanya mesem kecil mendengar jawaban dari sosok ini, aku kira hanya manusia saja yang suka bercanda.

"Eh iya Yut, maaf saya gak tau" ujarku sambil menundukan wajahku sedikit.

"Kamu mungkin bingung kenapa saya bisa disini dan juga kenapa saya mengaku guru spiritual kamu yah?"

Bukannya menjelaskan siapa dirinya, sosok ini malah memberikan pertanyaan kepadaku. Ya tentu saja aku merasa sangat bingung, karena aku tidak pernah tahu ada sosok laki-laki tua yang berperan sebagai guru Spiritual dikeluargaku.

Papa tidak pernah bercerita mengenai hal yang berkaitan dengan hal mistis, ditambah lagi aku rasa papa tidak menunjukkan dia memiliki hubungan dengan alam gaib.

"Iya Yut, Uyut ini siapa kalo boleh saya tahu!"

"Saya ini guru Spiritual dari jaman kakekmu si Pardi, dia dulu berkelana dan mencari guru sampai ketemu sama saya. Dan dia meminta saya untuk mengajarkan ilmu perlindungan untuknya dan juga keturunannya, termasuk ayah kamu si Tatang"

Aku yang merasa tidak percaya dengan sosok yang sedang berbicara dihadapanku ini, perlahan mulai percaya ketika dia menyebutkan nama Kakek dan juga nama Papa. Namun aku merasa harus tetap waspada dan tidak langsung percaya 100%.

"Guru spiritual ? maksudnya Yut?"

"Saya akan bimbing kamu menguasai ilmu untuk menjaga diri dan juga mengobati orang lain, seperti Kakek dan juga Ayahmu"

Aku merasa heran apakah benar yang dikatakan sosok ini, karena aku merasa Papa tidak pernah melakukan hal-hal yang berhubungan dengan ghaib. Apa akunya saja yang tidak pernah tahu, karena selalu berdiam diri dikamar dan kurang bergaul semenjak kepergian Linda.

"Bimbing maksudnya gimana Yut?"

"Sebelum Uyut bimbing , mau nanya dulu kamu sanggup gak buat ngejalanin syaratnya. Karena ilmu kebatinan itu harus dibayar dengan perjuangan Raga. Tapi kalo kamu belum siap, Uyut gak bakalan maksa kamu"

"Emang persyaratan yang harus dibayar apa Yut?" aku mulai merasa tertarik dengan hal yang dia tawarkan.

"Gak sulit kok nak, kamu Cuma harus puasa mutih selama 40 hari disertai sholat gak boleh kamu lewatkan dan membaca surat yasin setiap malam selama 40 hari penuh" ujarnya menjelaskan.

"Puasa Mutih itu apa Yut?"

Aku bertanya dengan serius karena aku belum pernah mendengar istilah ini sebelumnya, yang aku tahu hanya puasa bulan ramadhan saja atau puasa senin kamis.

"Kamu berpuasa dan selama 40 hari kamu gak boleh makan atau minum minuman yang berasa manis,asin atau asam. Kamu Cuma boleh makan nasi putih sama air putih aja"

"Hah makan nasi putih sama air putih aja selama 40 hari, puasa pula. Berat banget syaratnya" aku berguman dalam hati. Uyut masih terdiam setelah menjelaskan hal tersebut.

"Apa gak bisa dibuat ringan lagi Yut syaratnya?"

"Gak bisa, karena ilmu kebatinan itu butuh usaha dan pengorbanan dan juga tekad dari yang belajar. Karena ilmu yang akan kamu terima akan sebanding dengan perjuangan kamu nanti"

"Kalo saya nolak buat nerima gimana Yut ?" aku mencoba menawar kepadanya.

"Kalo kamu gak sanggup sekarang, kamu bisa ngelakuinnya nanti. Yang penting harus dilakoni karena Kakek kamu udah membuat perjanjian sama Uyut. Kalo kamu udah siap kamu tinggal datang tempat Uyut di Gunung Salak, Uyut suka ada disana dan sekarang kesini Cuma nengokin anak si Tatang. Di Gunung deket makam kamu sambat aja nama Uyut, panggil aja Uyut Catam"

Bersamaan beresnya beliau menjelaskan, untuk kedua kalinya beliau menghilang dari pandangan mata. Aku masih bisa melihat makhluk ghaib, karena sosok wanita yang menjilatku masih terlihat dilapangan bersama hantu lainnya.

Beberapa detik kemudian aku merasakan badanku lemas, lemasnya sangat mirip dengan saat aku meihat sosok yang mirip Linda. Aku merasakan kepalaku pening dan akupun tak sadarkan diri.

"Ron...Roni!"

Aku mendengar suara yang tak asing memanggil namaku, kucari sumber suara itu. Didepanku ada sebuah danau yang cukup besar dengan pohon-pohon besar yang tumbuh ditepiannya, kuperhatikan tempat ini dengan seksama, aku mengenali tempat ini.

Ini adalah danau tempat aku dan Linda menghabiskan waktu berdua dikala sedang libur sekolah dulu, dan juga tempat Linda menghembuskan nafas terakhirnya.

"Roni...!"

Aku mendengar lagi suara perempuan tadi yang menurutku mirip dengan suara Linda, suara tersebut berasal dari arah danau.
Kulihat kabut tipis menutupi danau dan juga pandanganku disertai hanya diterangi cahaya bulan saja, namun aku melihat dengan jelas ada sosok perempuan yang melayang diatas danau menggunakan gaun putih panjang.

"Roni..!"

Sekarang aku yakin yang memanggil namaku adalah sosok yang sedang berdiri ditengah Danau, yang berjarak mungkin 10 meter dari tempatku berdiri. Lambat laun pandanganku semakin jelas, dan terlihat jelas wajah sosok yang berdiri ternyata memang benar adalah Linda.

"Linda....!! Linda...!!"

Aku berteriak seraya berlari kearah danau dan mencemplungkan diriku dan berenang kearahnya, namun semakin aku berenang mendekatinya Linda malah terlihat melayang menjauh. Kugunakan semua tenagaku sambil terus berteriak memanggil nama Linda, namun sosok Linda terus menjauh dan berhenti ketika aku berhenti mengejarnya.

"Linda...!"

Sosok Linda hanya terdiam dan tersenyum kearahku, namun aku bisa melihat wajahnya terlihat sangat sedih. Tak lama darah mengalir keluar dari matanya, dia sedang menangis darah.

"Linda kamu kenapa? Jawab aku Lin ...."

Belum selesai aku bicara, aku merasa ada yang menarik kakiku dan menyeretku kedasar danau. Aku tidak bisa bernafas dan merasakan takut yang amat hebat.

"Kak...Kak...Bangun kak!"

Aku terbangun dan langsung membuka mata, kulihat disekelilingku berdiri Sheril dan Popi.

"Kakak ngapain tidur diKantin? Dilantai lagi, kebiasaan banget" ujar Sheril dengan nada
Khawatir, sementara Popi hanya memandangku saja.

Aku tidak menjawab pertanyaan Sheril dan hanya terdiam, tanpa kusadari air mataku mengalir ke pipiku. Aku teringat akan Linda, jika saja dulu aku tidak begitu ceroboh,mungkin Linda masih ada sekarang dan masih hidup.

Aku merasakan penyesalan yang amat sangat dan juga teringat kenangan indah bersamanya.

"Kak..kenapa nangis?"

"Ron kamu kenapa nangis ?" Popi seperti ikut khawatir melihatku seperti ini.

Aku kemudian menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diriku, segera kuusap air mata dipipiku dengan kedua tangan dan terus mengambil nafas dalam-dalam.

"Kakak gak apa-apa kok dek, tadi mimpi sedih aja " ujarku berbohong.

"Mimpi apaan kak, kok sampe nangis gitu?"

"Itu dek tadi kakak mimpi Spiderman gak diajakin ke Avenger..hehe "

Sheril dan Popi melihatku dengan tatapan serius, aku merasa gugup ditatap oleh dua wanita cantik sekaligus. Perasaan macam apa ini, namun tiba-tiba aku teringat akan sosok Linda lagi dan untuk kedua kalinya aku terdiam.

Sheril dan Popi hanya melihatku tanpa berkata apapun, mungkin mereka merasa lebih baik tidak menanyaiku untuk saat ini.

"Ya udah sekarang kita pulang yuk Kak, yang lain udah pada pulang"

"Iya Ron yang lain udah pada pulang tinggal kita aja, tadi kita nyariin kamu dulu" ujar Popi melanjutkan.

"Ya udah ayok dek kita pulang, Popi mah bawa motor kan ? kalo gak bawa nanti aku anterin"

Aku bertanya kepada Popi untuk sekedar basa-basi menawarkan, namun aku mendapati Sheril cemberut mendengar aku berkata demikian.
Wajahnya terlihat sangat kesal, Popi yang sepertinya juga menyadari Sheril tidak merasa suka langsung menolak dengan halu. Dia berkata bahwa dia membawa motornya sendiri, akhirnya aku dan Sheril pulang meninggalkan sekolah.

Dijalan aku terus terpikir tentang Linda, karena dia menampakkan wajah sedih. Aku merasa khawatir apakah ada sesuatu yang terjadi kepadanya, atau lebih tepatnya apa mungkin dia memiliki urusan yang belum selesai sehingga masih penasaran? Aku terus berpikir selama perjalanan.

"Kak..kok diem aja ..biasanya juga ngajakin aku ngobrol kalo naek motor" ujar Sheril denga ketus.

"Gak apa-apa dek,kakak Cuma lemes aja"

"Kakak mimpiin Teh Linda ya?" Sheril berkata dengan pelan.



BERSAMBUNG.

Mata Batin They Among UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang