Bab 18: Rasa Sakit ✔

Start from the beginning
                                    

Sudah pukul sembilan malam, Rire masih belum ingin pulang. Bila sudah pulang, pasti ia teringat Randi. Untuk itu ia masih ingin berlama di sana. Lalu sebuah pesan muncul dari Randi, menanyakan apa yang sedang Rire lakukan saat itu.

[]

Randi sadar ia seakan tidak lagi diharapkan. Meski masih terjalin komunikasi lewat pesan, tetap saja semua telah berubah. Lalu betapa emosinya membuncah saat membaca balasan pesan Rire. "Aku masih jalan sama Yuza."

Randi merasa marah, dengan cepat ia mengetik balasan, "Kamu mau balas dendam?"

Maka keduanya bertengkar malam itu. Rire meneleponnya, gadis itu benar-benar marah. "Apa hak kamu cemburu? Yuza temanku. Terserah aku mau jalan sama siapa. Kamu bukan siapa-siapa aku lagi!"

Randi tidak lagi menjawab. Ia yang saat itu masih dalam kondisi sakit lalu memanggil Runia. Dadanya sesak, ia merasa tidak mampu bernapas. Sakitnya kambuh malam itu.

[]

Kampus Rire saat itu sedang diliburkan, digunakan sebagai tempat pelaksanaan tes SBMPTN, maka ada waktu selama satu minggu untuk libur.

Rire tahu kabar Randi sedang sakit karena ia sendiri masih berbalas pesan dengan Runia. Runia mengatakan bahwa Randi enggan dibawa ke rumah sakit, untuk itu mereka hanya memanggil dokter untuk memeriksanya di rumah. Rire merasa iba. Keputusannya sudah pasti, hari itu ia memilih pulang.

[]

Sore itu Rire menuju rumah Randi. Ia disambut oleh orangtua Randi. "Randi lagi sakit, Re. Dia di kamarnya. Masih tidur," ucap Azran.

Setelah itu mereka berbicara banyak padanya. "Randi itu pengen bisa kuliah, beda sama kakaknya yang nggak mau lanjut kuliah. Moga-mogalah Bapak ada rezeki untuk biayai kuliahnya nanti," ucap Azran.

Lain lagi cerita Runia. "Randi itu sebenarnya empat bersaudara. Tisa anak yang pertama, yang kedua sama yang ketiga meninggal waktu masih bayi, terus Randi yang terakhir, jadi si Bungsu."

Banyak hal yang Rire ketahui dari dua orang yang ia sayangi itu. Mereka terus bercerita tentang Randi.

Saat Rire berpamit pulang, barulah Randi keluar menemuinya. Tampak sekali Randi begitu kurus, kantung matanya juga tampak jelas. Ia duduk di samping Azran. Rire hanya meliriknya sekilas, tidak ingin menatap lama, bahkan tidak pula berbalik arah untuk melihatnya.

Meski hubungan mereka sudah berakhir, tetapi tidak dengan komunikasi mereka. Rire merasa serba salah pada dirinya sendiri. Di sisi lain Rire sangat membenci Randi, di sisi lain ia selalu saja berbalas pesan dengan Randi, walau sikap cuek tentu ia utamakan. Rire tidak ingin begitu baik pada Randi. Tiba hari itu mereka justru berjalan berdua. Randi membawa Rire pada sebuah tempat aliran sungai, tempat yang begitu tenang dan sejuk. Ada sebuah jembatan kayu di sana, mereka duduk di atasnya.

Rire dengan segala emosinya mulai bertanya tentang Yura. Ia ingin mendengar cerita Randi sendiri. Randi mulai bercerita dari awal, tetapi ia bahkan tidak berani menatap Rire. Melihat itu, usai sudah rasa percaya Rire padanya. Entah apa yang Randi ceritakan itu berupa kebenaran atau kebohongan, Rire sudah tidak percaya lagi.

[]

Juni 2016

Setelah Randi benar-benar sembuh, ia kembali pada aktivitas sanggarnya, bersiap untuk tampil di acara perayaan ulang tahun kota. Randi bertugas memainkan biola. Tiba malam itu acara dimulai. Rire juga hadir di sana, ikut menonton dengan seorang teman kelasnya.

Usai tampil, Randi buru-buru mengirim pesan pada Rire, hendak mengantarnya pulang. Keduanya pun pulang bersama. Rire terlihat menjaga jarak duduknya di motor. Mereka lebih banyak diam.

[]

Randi merasa kaku saat itu. Setiap kali menemui Rire, selalu saja rasa penyesalannya semakin bertambah, bahkan ketika Rire diam tidak bersuara di atas motor, Randi tidak tahu harus memulai obrolan apa padanya. Sampai tiba di rumah Rire, ia hanya mengucapkan terima kasih lalu bergegas masuk. Randi menahannya.

"Sebentar, Re," panggil Randi. Saat itu ia masih duduk di motor. Randi lega ketika Rire berbalik arah. Randi lalu membuka tasnya dan menyerahkan diari. Randi berharap Rire mau menerima itu sebab ada tulisan Randi di dalamnya. Semua jujurnya ada di sana, terlalu takut mengungkapkan langsung.

Randi hanya bisa pasrah saat Rire justru menggeleng dan menjawab, "Nggak usah. Kamu simpan aja," begitu penolakannya. Randi benar-benar kehabisan cara memperbaiki semuanya yang telah rusak itu.

Randi lalu meminta untuk memegang tangan Rire. Rire mulanya menolak. Namun, akhirnya ia mau menyerahkan tangan kanannya pada Randi. Randi pun menempelkan tangan Rire ke dada Randi, lalu Randi arahkan pada Rire kembali. "Jaga hatinya, ya," ucapnya. Itulah permintaan Randi terakhir kali. Rire hanya mengangguk pelan, nyaris tidak terlihat.

Setelah itu, Randi pun pergi, memacu motornya dengan kecepatan penuh. Air matanya jatuh.

[]

Bismillah. Halo, teman-teman. Terima kasih sudah membaca SMC sampai sejauh ini.

Berkaitan dengan bagian ini, penyesalan selalu datang di akhir, betul? Namun, percayalah itulah cara Allah hendak menyelamatkanmu dari arah yang salah.

Salahku Menempatkan Cinta [TAMAT]Where stories live. Discover now