003

14 3 0
                                    

Birendra melihat dan mendengar semuanya. Kini ia tahu seberapa besar pengaruh Aurora untuk pria sehebat Maitreya. Begitu pula sebaliknya.

Munafik kalau ia berkata ia baik-baik saja. Dadanya terasa dihantam oleh batu berat ketika melihat betapa cintanya Aurora kepada Maitreya sampai-sampai rela berbuat nekat.

Ia duduk bersandar di ruang tunggu. Kepalanya sesekali ia ketukkan pada dinding rumah sakit, berharap keadaannya sedikit lebih baik. Matanya terpejam menetralisir sakit yang ia rasa.

•••

Maitreya keluar dari ruangan Aurora. Ia cukup terkejut melihat kehadiran Birendra.

Birendra duduk bersandar dengan mata yang tertutup. Benar-benar hari yang berat dan melelahkan baginya.

Maitreya duduk di samping Birendra. Kepalanya tertunduk, salah satu tangannya memijat pangkal hidungnya. Tanda ia cukup pusing.

"Maitreya? Pacar Aurora." Birendra bersuara.

"Iya, lo? Tunangannya Aurora kan?" Tanya Maitreya.

Birendra mengangguk. Keheningan mengelilingi dua pemuda ini.

"Kalo emang Aurora bahagia sama lo, gue nggak masalah buat batalin pertunangan gue sama Aurora. Asal Aurora bahagia itu nggak masalah bagi gue. Gue sendiri nanti yang bakal bilang ke orang tua Aurora." Jelas Birendra, dengan mata yang masih tertutup.

"Hari ini gue sadar, gue nggak bisa egois buat maksa Aurora sama gue."

Maitreya menatap birendra tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Gue tau Lo udah mulai suka sama Aurora. Tapi makasih, udah mau ngelepas Aurora." Ucap Maitreya.

"Jaga Aurora, jangan buat dia nangis. Atau gue sendiri yang bakal ngambil Aurora secara langsung. Gue duluan." Birendra berlalu setelah menepuk pundak Maitreya.

Langkahnya terasa berat.

Ini adalah akhir kisahnya.

Mungkin

•••

Derajat paling tinggi dari mencintai
Adalah

Mengikhlaskan

Mengikhlaskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
G I R I G A H A N A Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang