MAITREYA

100 9 0
                                    

Cantik

Kata-kata yang selalu Maitreya gumamkan dalam hatinya akan ciptaan sang hyang maha kuasa. Seorang remaja yang selalu memandang indah dunia. Ciptaan sang hyang beraneka macam apiknya. Salah satunya wanita yang kini menangis di pelukannya.

Maitreya tidak sejahat itu, ia hanya menjadi penopang sang gadis. Menjadi penguatnya.

Gadis yang teramat ia cinta. Beruntung sekali si gadis. Di cintai oleh Maitreya dengan sepenuh jiwa.

Gauri Jayashree Fraurora-nama si gadis, gadis yang sudah dua tahun terakhir menemani Maitreya menghias hari-hari. Mengisi hari-hari Maitreya dengan segala rentetan celotehnya. Maitreya teramat tahu akan perangai si gadis.

Dan untuk kesekian kali, Maitreya melihat gadis dipelukan tengah menangis, Maitreya bertanya dalam kepala. 'kini apa lagi yang mengganggu si gadis?'

"Maitreya, aku udah nggak sanggup." Ucap si gadis dengan nafas tersengal sehabis menangis hebat.

Maitreya mengeratkan pelukannya, membawa si gadis ke dalam rengkuhan hangat. Ia tahu, seberapa besar berat beban yang ditanggung gadisnya.

"Masalah keluarga lagi?" Tanya Maitreya.

Sang gadis mengangguk lemah. Maitreya membawanya duduk di sofa. Membuka sebotol air mineral untuk si gadis.

Maitreya membantunya minum. Setelah tenang si gadis mulai bercerita.

"Bunda mau aku tunangan sama anak temen bunda. Aku nggak bisa, Maitreya. Aku harus gimana?" Tanya sang gadis. Wajahnya sarat akan kebimbangan.

"Aku nggak bisa bantu banyak, Aurora. Bunda kamu ingin yang terbaik, tentu buat kamu, kan?" Ucap Maitreya.

Maitreya harus terlihat kuat saat ini. Walau hatinya memberontak ingin meledak.

"Tapi aku nggak bisa. Aku nggak mau ninggalin kamu, Maitreya!" "Aku nggak mau lihat kamu senyum sama wanita lain. Aku egois Maitreya. Tapi aku sayang kamu Maitreya." Aurora bertutur.

"Tapi kamu nggak bisa ngebantah bunda kamu, dan kamu tau itu Gauri Jayashree Fraurora!" Maitreya menekan nama lengkap Aurora. Ia selalu tekankan pada gadisnya untuk menghormati sang bunda, walau itu terlalu monoton untuk logikanya.

Aurora kembali menangis. Pikirannya kalut. Batinnya carut marut.

"Atau kamu pengen kita sampai disini aja, Maitreya?" Dalam kekalutannya pernyataan itu terlontar begitu saja dari bibir manis Aurora.

Maitreya tak menjawab. Ia terkejut, entah dengan landasan apa si gadis melontarkan kalimat terlarang itu. Dibawanya Sang gadis dalam pelukannya. Salahkah ia jika ia berharap jika Aurora terus berada dalam pelukannya.

Membagi hari,
Membagi tawa,
Membagi susah,
Dengannya esok hari.

Maitreya ingin egois, dengan mempertahankan agar Aurora tetap dalam pelukannya. Tapi Maitreya tak bisa.

"Turuti permintaan bunda kamu, Aurora. Percaya aku selalu disisi kamu. Mendukung kamu dalam senang, membantumu bangkit dari susahnya dunia." Ucap Maitreya tulus.

Pintu apartemen Maitreya diketuk paksa. Bel pintu terus berbunyi tak sabar.

"Bunda kamu pasti udah jemput. Ayo aku anter." Maitreya memakaikan jaket miliknya yang jelas tampak kebesaran di tubuh mungil Aurora.

Bunda Aurora menarik Aurora ketika Maitreya membuka pintu. Aurora meringis sakit.

Tanpa aba-aba mereka meninggalkan Maitreya dengan apartemennya yang sunyi.

Maitreya tau, cepat atau lambat ini akan terjadi. Bahunya seketika merosot bertepatan dengan tertutupnya pintu.

Maitreya berteriak frustasi. Ia tahu bahwa Aurora tak akan bisa selamanya dalam genggamannya tetapi ia tetap egois menahan Aurora tetap disisinya.

Apartemen sunyi ini menjadi saksi, dua orang sejoli yang dipaksa untuk berpisah.

•••

Sang hyang maha kuasa pada dasarnya menciptakan manusia dengan penuh kasih sayang. Begitu pula manusia yang saling mengasihi dan menyayangi terhadap sesama.

 Begitu pula manusia yang saling mengasihi dan menyayangi terhadap sesama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
G I R I G A H A N A Where stories live. Discover now