001

54 8 1
                                    

Langit berwarna kelabu membawa rindu. Menembus pilu sosok si bungsu.

Merangkai kata menikam senja. Menorehkan luka setiap jengkalnya.

Dua hari,
Dua hari ia terkurung dalam kamar. Seperti rapunzel yang terkurung diatas menara.

Sayang rambutnya tak sekuat dan Sekokoh rambut Rapunzel.

Aurora duduk di balkon, merangkai kata sembari menyumpah serapahi sang senja yang sialnya mengingatkan pada sang Romeo.

Bullshit
Kalo Aurora nggak rindu sama Maitreya. Bak opium, Maitreya bagaikan candu yang tak bisa ia lepas. Senyum, semua yang ada pada diri Maitreya itu candu.

Candu bagi setiap orang yang jatuh dalam pesonanya.

Aurora menjadi menerka-nerka apa yang tengah dilakukan oleh Maitreya. Hari ini jadwal Maitreya berlatih dengan memanah. Biasanya Aurora akan menemani sang pria berlatih, tetapi kali ini Aurora masih terkurung. Ia urungkan niatnya untuk menemani Maitreya.

Kunci pintu kamar Aurora terputar, seorang pria masuk kedalam kamarnya.

"Rora, makan dulu. Dua hari lo makan dikit. Ntar kurus gue yang diamuk sama Maitreya." Ucap sang pria.

"Bawa keluar aja, gue nggak laper." Ia menatap malas kakaknya.

"Mau latihan mati, Lo?." Sinis kakaknya. Memang pria yang satu ini bermulut tajam.

Si pria menaruh nampan berisi makanan dan setoples biskuit di meja balkon kamar Aurora. Ia menarik Aurora duduk di kursi di tempat itu.

"Kalo yang bawain makan itu Maitreya, gue mau makan." Jawab Aurora.

"Yaudah nggak usah makan sekalian lo. Biar mati." Ucap Mahanta final.

Mahanta, kakak kembar Aurora. Berjalan meninggalkan Aurora sendiri di dalam kamarnya. Adiknya yang satu itu memang terkenal keras kepala. Sekali-kali harus ia disiplin kan.

•••••

Aurora menatap nanar foto besar yang terpajang di kamarnya. Itu adalah fotonya dan Maitreya kala berlibur tahun lalu.

Keduanya tampak bahagia. Senyum manis merekah di bibir mereka.

Mungkin mereka terlihat seperti pasangan yang tengah melaksanakan pre-wedding daripada sepasang kekasih.

Aurora tersenyum miris mengingat hal indah yang pernah ia jalani bersama Maitreya. Ia sangat menyayangkan keputusan kedua orangtuanya tersebut.

Ia lelah terus menangis. Lelah dengan semua yang ia rasakan selama ini.

Tangannya bergerak mengambil pisau yang ada di meja. Diarahkannya kepada tangan mulusnya.

Rasa perih menjalar ke seluruh tubuhnya.

Ia berharap semuanya akan selesai.

Perlahan matanya mulai tertutup

Dengan darah yang terus mengalir dari nadinya

•••
Bertahanlah,
Seberat apapun masalah yang kamu alami,

Cobalah untuk bertahan
Demi hal sekecil apapun itu

Cobalah untuk bertahanDemi hal sekecil apapun itu

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.
G I R I G A H A N A Место, где живут истории. Откройте их для себя