Part 16. Talking With Sebat

249 42 20
                                    

Tak terasa, hari ini adalah hari pertunangan Reynand dan Deryl.

Deryl sebenarnya masih tak menyangka jika ia akan berada diposisi ini. Posisi dimana ia memilih salah satu keputusan hidupnya, yaitu pertunangan.

Gadis itu tahu benar jika pertunangan bukanlah sesuatu untuk main-main. Namun, entah kenapa ia merasa semua akan baik-baik saja saat menatap wajah Reynand yang berada dihadapannya sedang menatap dirinya sambil tersenyum kecil.

"Apple promise," bisik Deryl sambil menunjukkan kelingkingnya pada Reynand. Reynand tersenyum kian lebar dan membalas tautan kelingkingnya pada Deryl. "Apple promise."

Reynand meraih sebuah cincin setelah ia meraih tangan Deryl. Deryl menatap temannya itu dengan pandangan sulit diartikan. "Ayo," ujar Reynand setelah cincin itu terpasang pada salah satu jari Deryl.

Deryl menelan ludah lalu bergantian memasang cincin pada salah satu jari Reynand. "Gue harap semua baik-baik aja."

Reynand mengangguk kecil, "Gue harap."

***

Darren akan menutup pintu unit apartemennya saat mendengar suara pintu yang terbuka dari arah sebelah unitnya. Tepatnya tempat Deryl.

Darren menoleh dan kini tatapannya bertemu dengan manik cokelat gadis itu. Manik cokelat itu menatap matanya dengan tatapan sayu dan sedikit sendu.

"Hai," Deryl tersenyum dengan suara serak.

"Kenapa?" Darren berkata dengan cuek. Deryl kembali tersenyum, "Lama gak ketemu, ya?"

"Sembilan hari," balas Darren dengan cepat. Kini tatapannya sepenuhnya mengarah pada Deryl yang juga sedang menatapnya. "Gue ....," Deryl melirih, "Udah tunangan."

Darren melipat tangannya didepan dada. "I know, congrats."

Bukan itu yang gue mau, bajingan! Deryl menjerit dalam hati. Namun yang ia tunjukkan hanya senyuman terpaksa. Darren menghela napas, "Kenapa nangis?"

Tepat saat itu juga, Deryl merasakan matanya kembali memanas.

Darren berdecak lalu maju untuk mendekap tubuh gadis itu yang sekarang malah balas memeluk tubuhnya dengan sangat erat, sembari terisak.

"Udah," Darren mengusap punggungnya. "Jangan nangis terus, berisik. Gue gak bisa tidur."

Itu berarti Darren mendengar Deryl yang menangis semalaman.

***

Entah siapa yang menyebarkan, tetapi berita pertunangannya dengan Reynand tersebar ke seluruh sekolah. Bahkan guru-guru pun ikut tahu.

Deryl menatap sinis beberapa siswi yang sedang bergerombol dan ia sangat tahu jika mereka sedang membicarakan dirinya.

Raya yang berada disebelahnya mengusap bahu Deryl. "Kalo mau tampol, gue bantuin."

Deryl menghela napas lalu menepis lengan Raya. "Siapa yang nyebarin?"

Raya mengangkat bahu. "Mane gue tau."

Deryl menatap Raya lalu menoyor kapala temannya itu. "Muke lo gak usah ngeselin deh."

"Lah?" Raya malah tertawa. "Nyebat yuk?"

Deryl menoleh lalu dengan antusias mengangguk menatap sahabatnya itu. "Emang, lo paling cocok kalo udah menyangkut jalan setan."

Dengan rangkulan dibahunya, Deryl mengikuti langkah Raya yang kini mengajaknya untuk menuju belakang sekolah. Saat sudah sampai, mereka duduk di kursi kayu panjang lalu Deryl menerima sebatang rokok yang disodorkan oleh Raya.

⚠️ Tidak untuk ditiru.

"Mau cerita?"

Deryl menghisap rokok batangan itu sambil menatap depan, sedangkan Raya, ia masih menunggu jawaban dari sahabatnya itu.

Deryl menggeleng. "Gak ada yang perlu gue ceritain lagi, kan? Tanpa gue ceritain lo juga bakal ngerti situasinya kayak apa."

"Bener juga," Raya terkekeh. "Basa basi gue caur banget gak sih?"

"Banget," Deryl mengembuskan asap mematikan itu dari hidungnya sambil tertawa.

"Gue doang apa ya," Raya menghisap batang tembakau itu. "Yang ngerasa kalo kita makin jauh?"

Deryl menoleh untuk menatap gadis disebelahnya ini, Raya tidak balas menatap Deryl, melainkan kedepan sambil kini tersenyum miring. "Siapa yang ngejauh si ya?"

Deryl mengangkat bahu sebagai jawaban. "Lo aja kali ngerasanya gitu."

Padahal memang iya, gue agak menjauh dari dia, Deryl membatin.

"Ah, sama lo ngapain pake perasaan. Najis amat."

Deryl hanya melirik sahabatnya saja lalu kembali menghisap batang rokoknya dan membuat bulatan-bulatan asap pada saat membuangnya.

"Perasaan lo gue liat-liat udah jarang nyebat. Masih jago aje."

"Ayam kali ah, jago." Deryl menatap asap rokoknya sendiri. "Semenjak di apartemen, kayaknya gue gak ngerokok, baru ini doang."

"Karena Darren?"

"Yep, siapa lagi?"

Raya mendengkus sinis. "Bucin orang yang gak ngarepin kita sama sekali itu sakit, loh."

"Bodoamat," Deryl masih denial. "Yang penting dia gak bawa gue ke neraka."

"Lo nyindir gue apa gimana?"

Gadis yang ditanya hanya mengangkat bahu. "Kalo lo ngerasa, yaudah. Gak peduli."

"Anjing," desis Raya. "Temen paling bangsat emang lo."

"You too," balas Deryl tenang.

***

sorry karena baru up.

share + komen jgn lupa ya

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 12, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Stuck With You (On Hold)Where stories live. Discover now