Part 13. With Him

168 39 8
                                    

Deryl berjalan di trotoar jalan sambil menggunakan earphone miliknya. Gadis yang masih memakai seragam sekolah itu berjalan tenang di sore hari yang sudah hampir gelap.

Deryl menendang kerikil di jalan sambil mendumal kesal. Ternyata, mendengar musik tak membuat moodnya lebih baik. "Bangsat," desisnya sambil menahan kesal saat kembali mengingat kejadian di rumah sakit tadi.

Deryl meraih ponsel dalam saku seragam sekolahnya lalu men-dial nomor seseorang. "Halo?"

"Hm?"

"Dar...," Deryl merasakan sendiri jika suaranya agak bergetar. Iya, gadis itu memang lemah jika sudah berhadapan dengan Darren. "Jemput gue ya? Di rumah sakit deket apartemen."

Sambungan langsung terputus. Deryl menatap ponselnya dengan nanar, ia tak tahu jika Darren mau menurutinya atau tidak. Menghela napas, gadis itu duduk di halte bis.

Deryl mengetik pesan untuk seseorang.

Deryl
Gue rasa dunia makin gila

Tak langsung mendapat balasan, Deryl menekan tombol power pada ponselnya lalu menatap kendaraan yang lalu lalang di hadapannya.

Ting!

Balasan dari seseorang muncul diponselnya.

Raya
Bukan dunia yang gila, tapi elo yang gak aware sama dunia.

Deryl tersenyum. Biar kalimat itu menyudutkannya, tetapi Deryl sangat suka jika sudah berdiskusi dengan sahabatnya itu. Ia lalu langsung mengetik pesan balasan.

Deryl
Gue disuruh tunangan

Raya is calling...

Tanpa menunggu lama, Deryl menerima panggilan dari sahabatnya itu. "Hm."

"Lo gak usah bercanda anjing! Gak lucu!"

Deryl terkekeh, "Segabut apa gue buat bercandain hal begituan goblok!"

Terdengar helaan napas dari sebrang. "Sama siapa?"

"Reynand," Deryl agak menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar teriakan dari sebrang sana. "Teori konspirasi darimana lagi anjing?"

"Tadi pulang sekolah gue diajak Reynand buat jenguk bokapnya. Emang sengaja sih, dia juga disuruh bawa gue, tapi dia gak tau kalo mereka bakal minta itu. Gila gak lo, gimana gue gak kaget terus makin ngamuk? Gak ada angin, gak ada ujan minta gue tunangan sama orang. Dikira gue boneka?"

"Ryl, gue gak bisa ngehakimin lo kalo lo masih benci sama ortu lo sendiri, tapi gue saranin lo ambil keputusan pake kepala dingin. Siapa tau ada alasan mereka dibalik ini, kan?"

Gue benci mereka karena nyokap lo, Ray, Deryl membatin.

Gadis itu menghela napas dan suara motor yang mendekat kearahnya membuat mata gadis itu berbinar senang. "Ray, udah dulu ya. Udah dijemput Darren gue."

"Hah?"

Tut-

Deryl dengan cepat mematikan ponselnya dan berjalan dengan sumringah ke arah Darren yang masih mengenakan helm full facenya dan kini menatapnya. "Dar, lo beneran jemput gue?"

Darren tak menjawab, melainkan menyodorkan helm kepada Deryl. Deryl menerima itu dengan senyuman dan langsung menaiki motor hitam Darren.

Saat mendapati ada aba-aba akan berjalan, Deryl memegang pundak Darren. "Em, keberatan gak kalo gue minta ke suatu tempat gitu?"

Darren masih diam sambil melajukan motornya.

***

"Gue ...., disuruh tunangan sama Reynand."

Perkataan itu terdengar lirih dan pelan. Darren yang sedang menyuap nasi gorengnya kini menatap Deryl yang sedang menunduk memegang gelas berisi teh manis hangat.

"Gue shock. Gue gak ngerti. Gak paham, kenapa tiba-tiba Mama Papa malah nyuruh gue tunangan. Mereka gak lebih dulu nanya pendapat gue atau apa?"

Darren masih diam mendengarkan sambil menyuap nasi gorengnya dengan santai. "Dar, gue harus apa?"

Darren meletakkan sendoknya lalu menatap Deryl yang kini juga balik menatapnya dengan tatapan sendu. "Pakai otak, jangan otot. Tanya, jangan langsung emosi."

Deryl mengangguk lesu. "I see, but gimana gak emosi mereka selama ini kayak gak peduli sama gue tiba-tiba nyuruh gue seenaknya gitu. Gue ngerasa kayak boneka mereka, bukan anak."

"Nope," Darren menatap Deryl lagi. "Semua pasti punya alasan."

"Menurut lo?" Deryl memiringkan kepalanya sambil bertanya. "Gimana?"

"Hm?"

"Gue kan suka lo," jawab Deryl yang membuat Darren hampir saja tersedak nasi goreng yang sedang dikunyahnya.

"Tapi gue gak."

Deryl tertawa getir. "Lo bisa ya, sesantai itu even sekarang gue lagi confess ke elo. Dan dengan santainya juga lo langsung nolak telak gue."

"What should I do?" Darren menyesap minumannya, "Bohong buat nyenengin perasaan lo? That's not me."

"I know," Deryl menghela napas, ia sudah lelah. "Darren adalah Darren. Sekarang anter gue pulang yuk? Capek banget hari ini."

Darren menatap Deryl yang tersenyum paksa lalu berdiri dan beranjak menuju sang penjual. Membayar pesanan mereka, Deryl berlalu lebih dulu menuju motor Darren.

Darren menyusul, "Kenapa lo yang bayar?"

"Sekali-kali," Deryl tersenyum dengan senyuman yang masih sama. "Thank you ya!"

***

Bugh.

"Anjing ya? Lo gak puas nyari masalah sama gue? Eneg gue punya lawan lo terus!"

Deryl berdecih menatap lelaki yang kini tersungkur dihadapannya. Raya yang hanya menonton dari sofa usang dibelakang sekolah hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil memakan camilan.

Deryl menginjak dada lelaki yang berada dilantai. "Gue bilang kan? Masalah luar jangan lo bawa ke sekolah, norak! Cewek apa cowok si lu? Kalo gak suka tengahan aja kita gak usah main sindir sindiran!"

"Temen-temen gue gak terima karena kalah dari lo! Gue cuma disuruh bikin lo panas!"

Deryl terkekeh sinis, "Kalo gitu suruh temen-temen lo aja yang maju ke gue! Gak usah main sindiran kayak banci, tolol!"

"Lo ...., uhuk, penghianat Ryl!"

"Bukan penghianat," Deryl menatap lelaki yang berusaha melepaskan kakinya dari tubuhnya itu dengan sinis. "Gue cuma gak sudi masuk lingkungan sampah. Ngerti?"

***

sori kmrn lupa up.

komen + share jgn lupa ya!

btw, sejauh part 13 ini, menurut lo cerita ini gmn?

Stuck With You (On Hold)Where stories live. Discover now