Bab 11: Masa Bersama ✔

Mulai dari awal
                                    

[]

Keesokan harinya, Rire memberitahu bahwa ia ingin datang menjenguk. Randi tersenyum, bila benar demikian, artinya kedua kali bagi Rire bertemu dengannya di rumah.

Rire tiba pada alamat yang dituju. Ada banyak rumah yang tampak berdekatan di sana, dan Rire tidak tahu yang mana rumah Randi. Rire pun mengirim chat padanya, tetapi belum juga mendapat balasan. Untuk itu ia mencoba melihat di sekitarnya, barangkali ada orang yang bisa ia tanyakan.

Dengan masih duduk di atas motor, Rire menoleh ke arah kirinya. Dekat dengannya, ada dua orang bocah yang sedang bermain. Rire pun mencoba bertanya dan didahului sapaan, "Halo."

Kedua bocah itu berhenti bermain dan memandangnya. Rire bertanya, "Kalian tahu rumahnya Arkan?"

Rire sengaja bertanya demikian barangkali Arkan sering bermain dengan mereka, tetapi bukannya dijawab, mereka justru kembali bermain. Rire berusaha lagi, "Hm, kalian tahu rumahnya Bang Randi? Randi?"

Kedua bocah itu kini benar-benar mengabaikan Rire. Rire cemberut, merasa dikerjai oleh dua bocah itu. Rire lalu turun dari motornya dan berusaha melihat satu per satu rumah dengan pintu yang terbuka.

Merasa gagal, Rire duduk di salah satu pelataran rumah. Memainkan ponselnya asal, lalu melamun. Tidak mungkin ia harus menghampiri setiap rumah. Bukan itu pilihannya.

Setelah menunggu, beruntung Randi keluar dari rumahnya dengan berjalan tertatih. Dengan mengenakan baju kaos merah bergambar tengkorak dan celana pendek berwarna putih. Terlihat pula banyak luka di badannya. Rire menghampirinya. Kini keduanya berdiri berhadapan.

"Kenapa melamun di situ? Duduk di rumah orang," tanya Randi.

"Aku kan nggak tahu rumahmu," jawab Rire lalu memandang Randi dari kepala hingga kakinya. Luka-luka itu membuatnya prihatin, "banyak lukanya, Ran."

Randi tersenyum lalu mengajaknya masuk. Rire pun menyadari rumah Randi saat itu sedang kedatangan keluarga dari kampung.

"Aku sapa mereka dulu, ya," kata Rire.

Setelah itu, Rire kembali lagi menemui Randi yang menunggunya di depan. Keduanya duduk di lantai. Randi meringis sakit saat hendak menekuk lututnya duduk bersila.

"Udah, lurusin aja kakinya," pinta Rire, "kamu kenapa bisa tabrakan, sih?"

Randi pun bercerita tentang kejadian itu. Tampak ia sedikit kesal pada Angga dan Raja. "Mereka sambil ngobrol, ketawa-ketawa, Re. Aku marah ke mereka."

"Kamunya juga kenapa nggak bilang ke aku kalau lagi di jalan? Jadinya main hp sambil bawa motor, kan bahaya juga. Jangan ulang lagi, ya."

Randi mengangguk mengiyakan. Diomeli Rire seperti itu justru membuatnya merasa semakin disayangi.

[]

Semenjak kepindahan Randi di rumah itu, ia dan Rire seringkali bertemu. Merupakan keberuntungan untuknya bila Rire mengunjunginya, selalu terjalin obrolan panjang, saling berbagi cerita, dan melepas rindu.

Hari itu pertemuan mereka yang kesekian kali. Randi mulai bercerita, lebih tepatnya mengeluh. Ia meminimkan suaranya, "Re, tetangga sebelah biasanya ribut banget, suka ngidupin musik keras-keras. Biasanya tuh dari siang sampai sore. Akunya kadang lagi salat jadi nggak khusyuk."

Salahku Menempatkan Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang