Part 8 Kepingan Masa Lalu

166 26 0
                                    

Beberapa tahun yang lalu...

Joochan terdiam di tengah taman sebuah rumah sakit. Baru saja ia melakukan Psikoterapi. Tangannya masih enggan melepaskan biola kesayangannya ini. Bagi Joochan hanya biola inilah sumber kekuatannya untuk tetap bertahan berpijak pada dunia yang begitu kejam baginya. Joochan ingin marah sekali pada dunia, setelah terbangun dari tidur panjangnya, semua orang yang Joochan sayangi telah hilang mengambil segalanya dari hidup Joochan. Pertama ayah kandungnya dahulu, yang kedua Mamanya dan yang terakhir adalah suaranya yang hilang permanen. Ia sekarang menjadi tunawicara.

Untuk pertama kalinya Joochan ingin kembali memainkan biolanya, tapi tangannya terasa kebas, serta menahan perih di tangannya akibat sayatan yang ia lakukan. Satu kali ia gagal, dua kali masih sama. Tangannya seakan tidak mau berkompromi sesuai dengan keinginannya. Kesal Joochan langsung membuang biolanya begitu saja di atas tanah, tepat dibawah kaki seseorang yang berdiri di hadapannya. Joochan tertegun saat melihat ada seseorang berdiri dihadapannya dengan senyuman cerahnya. Seseorang itu langsung mengambil biola Joochan yang ada diatas tanah itu.

***

Donghyun yang sudah mulai bosan di kamar rumah sakit terus. Dia ingin jalan-jalan keluar ruangan buat menikmati udara segar. Setelah dia memohon sama Miminya, buat ngaterin dia ke taman rumah sakit. Awalnya miminya itu gak mau takut terjadi apa-apa sama Donghyun, tapi akhirnya mau juga setelah Donghyun mohon-mohon sama Miminya.

Miminya mau juga katanya sekalian ia mau nebus obatnya Donghyun lagi di apotek yang sebelahan sama taman rumah sakit. Saat sampai di depan apotek. Miminya itu minta Donghyun buat duduk sebentar sambil nunggu miminya yang lagi antri.

Samar-samar Donghyun mendengar suara gesekan biola dari arah taman, tapi suara itu tidak sampai selesai langsung berhenti, terulang lagi ke lagu awal gitu terus. Karena penasaran, Donghyun langsung pergi gitu aja dari tempat duduknya, meskipun ia sedikit kerepotan karena harus menggeret-nggeret tiang infus.

Di salah satu bangku taman, Donghyun melihat ada sosok yang tengah duduk dengan biolanya. Pasti sumber suara biola itu dari dirinya, pikir Donghyun. Yang langsung menghampiri anak itu iyups. Saat tepat di depannya, Donghyun sempat kaget, tiba-tiba aja anak itu melemparkan biolanya tepat di depannya. Ia pun langsung mengambil biola yang tergeletak di tanah itu.

"ini punya kamu kan, kenapa dibuang biolannya?" tanyanya, Joochan hanya bisa terdiam tak bereaksi apa-apa

"Sekilas tadi aku mendengar suara gesekan biola ini, makanya aku datang kesini. Pasti kamu pandai banget memainkan biola cantik ini, tapi kenapa tidak langjutkan lagu kamu?" ucapnya masih tetap berusaha mengajak Joochan berbicara, "Ah iya kenalin aku Kim Donghyun, kamu siapa?" sosok yang bernama Donghyun itu berusaha mengulurkan, tapi ia harus mendapat kekecewaan karena ulurannya tidak mendapat sambutan baik dari Joochan, meskipun begitu senyumnya tak pernah hilang dari wajah yang bisa dibilang imut itu.

Donghyun membetulkan tiang Infus yang ia bawa-bawa. Iya, Donghyun adalah salah satu pasien juga di rumah sakit ini. Menggeretnya agar bisa lebih dekat sisinya. Ia duduk tepat disamping Joochan, meskipun Joochan sendiri belum mengijinkan ia duduk di sampingnya.

"Tangan kamu kenapa, tangan itu gak salah apa-apa loh padahal. Kenapa kamu melukainya seperti itu?," Donghyun menatap lekat tangan Joochan yang tampak sekali masih memerah. "Kamu tau, aku pernah membaca sebuah kisah yang paling terkenal, kamu pasti pernah mendengarnya," Donghyun tersenyum kearah Joochan kemudian melanjutkan ceritanya

"Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.
Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan berteriak, "Hebat, hebat "

ECCEDENTESIAST || DONGCHAN || SHORT STORY || END✔Where stories live. Discover now