"Teka Uluk Salam, Lunga Pamitan! Lanjutkan, Raden!"

Dodo terlihat unjal landhung. Seperti ingin melegakan pernapasannya yang sesak,

"Bapa makin mempersulit posisi saya..." Lalu menangkupkan kedua tangannya sambil membungkuk.

Pak Rudy mengibaskan tangannya dan menggelengkan kepalanya. Lalu bermain mata sama kakak sulung Andi yang mengambil sikap sempurna layaknya seorang perwira penjaga itu.

"Ganti bajumu di ruangan Papa! Demi kebaikanmu sendiri! Biar kami yang menjaga pintu itu dan seisinya selagi dirimu dengan kepentinganmu..." Pak Rudy menjeda sejenak. Kata-katanya ditujukan untuk Andi "Pangeran..!"

Andi bangkit juga dengan malas. Tanpa sepatah katapun. Tidak pula menoleh.

"Segala perlengkapan pribadimu ada di kamar Papa untuk sementara waktu!"

Sebenarnya Andi sudah tau tapi Pak Rudy sekedar mengingatkan. Siapa tau hati yang sedang gundah gulana melupakan hal kecil itu. Andi tetap diam meneruskan langkahnya ke ruangan yang berhadapan dengan kamar Olivia.

Pak Rudy duduk setelah mempersilahkan Dodo duduk. Dodo menolak. Dodo memilih berdiri. Dan akhirnya mau duduk setelah Mang Asep membawakan minum dan camilan.

Menghormati tuan rumah dengan mencicipi jamuan. Dan Dodo diajarkan sedari kecil untuk makan-minum dalam keadaan duduk. Toh, ajaran itu untuk kebaikan diri sendiri. Dodo tidak bisa untuk tidak mengindahkan.

€€€€€

Olivia masih tersedu di kamarnya setelah sekian lamanya memunggungi pintu kamarnya.

Hembusan nafas Andi masih terasa di wajahnya. Kehangatan di bibirnya. Bahkan entah yang ke berapa kali Olivia telah membasuhnya. Pelukannya...

Apa yang terjadi diantara mereka bukan sepenuhnya salah Andi. Karena Olivia menerima perlakuan Andi padanya. Bahwa Olivia malah menyambutnya. Ungkapan rasa yang paling mendalam. Yang telah lama tersimpan. Sejak pertama kali mereka bertemu.

'Mengapa kau lakukan itu padaku, Andi? Mengapa...?' bisikan diiringi tangis Olivia tak henti.

Berkali-kali pula Olivia menatap telapak tangannya nanar. Tangan itu yang menampar Andi. Lalu menampar mukanya sendiri. Karena merasa bersalah juga dengan luapan perasaan itu. Hal yang ia janjikan pada diri sendiri. Bahwa hal itu hanya boleh ia lakukan dengan suaminya. Tetapi ia sendiri yang mengingkarinya. Olivia merasa bodoh.

Jika Andi benar-benar cinta. Andi tidak akan menodai kesucian cintanya.

Bila Andi tulus cintanya bukan dengan petting dan making out.

Seandainya tidak ada suara gelegar petir mungkin apa yang mereka lakukan berlanjut ML...

Olivia hampir lupa kalau sedang haid. Apa Andi tau itu?

Karena kemarin malam Olivia sempat tembus. Dan Olivia menampik Andi bakalan tau sebab ia memakai atasan blouse yang panjang. Sampai menutup paha.

Olivia menahan isakannya agar tidak bersuara. Wajahnya sampai memerah. Nampak pada cermin riasnya.

'Tidak!'

Olivia menasehati dirinya sendiri agar tidak terus-terusan seperti itu.

Meskipun terasa sulit, Olivia harus memutuskan sesuatu demi masa depannya. Namun, ia harus meminta restu papanya. Yang selama ini bertanggungjawab atas kehidupannya.

Ia menyempatkan minum air putih hangat yang disiapkan Mang Asep. Mungkin! Tidak biasanya ada setermos air panas dan dua gelas. Segelas yang telah mendingin di kamarnya. Tetapi itu bukanlah masalah urgent bagi Olivia. Lebih baik ia segera tidur dan berusaha tidak memikirkan apapun. Berharap bangun pagi esok, sudah siap menyambut hari baru yang lebih baik lagi.

Gadis Lukisan AndiDove le storie prendono vita. Scoprilo ora