SFAP 09 || Waktu Bersama Keluarga

79 4 0
                                    

"Sukses itu tak selamanya berkenaan dengan materi, namun yang terpenting adalah bermanfaatnya kita bagi orang lain, terutama keluarga."

_StartingFromAPesantren_
____________________________________

Devin melangkah memasuki rumahnya dengan santai, pandangannya terfokus pada ruang tamu yang tampak ramai dengan saudaranya yang tengah berbincang-bincang.

"Buset dah, rame banget" cetuknya pelan.

Rey berdecak sambil melihat ke arah Devin, "Keluyuran mulu lo, keluarga lagi kumpul juga."

"Sorry bang jago, ampun bang jago." Devin menangkupkan tangannya sambil menundukan kepalanya sebentar kemudian terkekeh. Sejak kemarin Devin menginap di rumah temannya, makanya dia tak tahu jika saudaranya tengah berkumpul di rumahnya.

"Lo dari kapan dateng Bang?" tanya Devin.

"Kemarin, bahkan kita bertiga udah quality time wlee," sahut Disa sambil menjulurkan lidahnya.

Devin berdecak menatap kesal sepupunya ini, "Gue gak nanya sama lo ya!"

Disa memutar bola matanya, "Suka-suka gue lah, gak sopan lo sama yang lebih tua," ucapnya.

"Bagus deh, kalo lo nyadar lebih tua ahahaha," tawanya mengudara.

Tak tahan dengan sikap Devin, Disa berusaha menahan amarahnya, "Lama-lama gue tendang lo ke Merkurius."

Khanza ikut bersuara, "Dia emang gitu, do'ain ya semoga Devin dapet hidayah."

"Halus namun sungguh menyayat qalbu."


*****

Halaman rumah tampak ramai dengan teriakan seorang anak laki-laki yang sedang berlarian mengejar kucing menggemaskan yang bernama Chiko.

"Come here, cat!"

"Cat!"

"I coming cat!"

"I'll chase you, wait for me hey!"

Beberapa saat terdengar Isakan rintihan kesakitan membuatnya mendekat mencari arah sumber suara, ternyata anak laki-laki itu baru saja jatuh, kakinya tergores bebatuan kecil. Afi berjongkok sambil memegangi kedua pundak anak laki-laki itu. Berusaha menenangkannya yang sedang menagis kesegukkan.

"Lain kali hati-hati kalau sedang bermain Dek."

Anak laki-laki itu tampak kebingungan, sangat asing dengan pria yang di hadapannya kini, mencoba untuk bertanya. "Who?"

"Afi."

"Uncle Afi?" tanyanya sedikit ragu. Afi mengangguk sambil tersenyum tulus.

"Ayoo obatin dulu lukanya." Perlahan Afi mengobati dengan sangat hati-hati takut anak kecil itu merasa kesakitan.

Afi tersenyum menatap luka yang kini sudah terbalut kasa. "Alhamdulillah."


******

Rena mengedarkan pandangannya. Sejak tadi ia mencari Auden yang entah kemana anak itu pergi, "AUDEN!" teriaknya.

Setelah menemukannya, Rena berjalan menghampiri keduanya yang berada di halaman belakang, dan langsung memeluk Auden. "Are you okay?" Auden mengangguk.

Rena sempat melihat lutut Auden hang kini terbalut kasa, kemudian melirik sinis Afi, "Kau apa 'kan anakku!"

"Sa-" Belum sempat menjawabnya, Rena langsung memotongnya tak ingin mendengarkan penjelasan terlebih dahulu.

"Dasar kurang ajar!" Tangan kanannya berhasil menampar pipi lelaki itu, sehingga warna pipinya sedikit memerah.

"Uncle is not wrong, he's the one who helper me, moms."

Rena mengacuhkan penuturan Raka, "Seharusnya kamu sadar diri atas status kamu di sini, yang hanya menumpang!"

Afi hanya bisa menunduk, seketika wajahnya terangkat kala mendengar sapaan Devin, "hey boy!"

Devin mencubit pipi gembul Auden dengan gemas, "Uncle kangen banget lho sama kamu."

Auden menatap wajah Devin, "Auden miss aunty Khanza, uncle."

"Yah, tadinya om mau-" Belum sempat Devin melanjutkan penuturannya, Auden lebih dulu memotong, "Auden miss uncle." Kemudian mencium sebelah pipi Devin.

"Giliran gue kasi iming-iming aja, baru jinak," batinnya.

"Ayoo ikut om!" Auden pun mengangguk.

*****

Khanza beranjak berjalan ke dapur untuk membuat teh, perlahan ia ingin menggapai laci untuk mengambil gula di sana, namun ketinggian nya tak setara yang menyebabkan ia harus menjinjit kedua kakinya.

Setelah menggapainya, tubuhnya limbung kehilangan keseimbangan dan menyebabkan ia nyaris hampir saja terjatuh jika tak ada yang menyangga tubuhnya. Matanya masih tertutup hingga beberapa detik, Khanza memberanikan diri untuk membuka matanya.

Dengan jarak begitu dekat, bahkan hembusan nafas keduanya saling menerpa wajah. Pupil matanya bertubrukan dengan mata teduh lelaki itu, Khanza dapat melihat tepat di pipi kanannya yang memerah seperti bekas tamparan.

Khanza mengalihkan pandangannya ke arah lain, namun malah mendapati Devin yang sedang menatap mereka dengan tatapan sulit di artikan.

"Kenapa gak di lanjutin coba?" Mendengar suara itu, Afi ikut menoleh dan langsung merubah posisinya. Keduanya benar-benar tak menyadari.

"Gue harus bilang Umi ahahaha."

"DEVIN!"

_StartingFromAPesantren_

Jazakumullahu khairan.

Serang, 07 Januari 2021.

Cara menghargai seorang penulis?
1). Klik tombol bintang di sebelah kiri, ingat jangan di klik dua kali.
2). Komentar sangat di butuhkan untuk kelanjutan cerita ini.

Myinsta : @fna_frqtnjh

See you^^

Starting From A PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang