BAB XLVI: Last Night 3

3.7K 385 45
                                    


Last Night


"Bagus, dan segera singkirkan mobilmu" perintah Amon setelah itu pandangannya jatuh pada seorang gadis didalam mobil pria itu, mungkin lebih tepat berada disampingnya.

Menunduk mensejajarkan kepalanya, Amon menatap gadis itu dingin dengan mata iblisnya. "Aku harap kau tidak membuat masalah lagi, vampire kecil" ucapnya dengan ketus lalu bangkit dan berjalan kembali menuju mobil nonanya.

Setelah mobil itu berpindah dari depan gerbang, Amon mulai membawa mobil itu masuk kedalam kawasan sekolah. Hanya satu hal yang dipikirkannya saat melihat nonanya pergi dengan separuh wujud iblisnya. 'Semoga nona tidak melihat kaca'

Namun tanpa Amon sadari, pria itu memperhatikannya dari dalam mobil dengan wajah takut dan hati yang kesal. Saat sudah dipastikannya iblis itu menghilang dibalik gerbang, pria itu menatap putrinya yang tertuntuk tanpa mengatakan apapun.

"Kau, kau pikir darimana semua barang mahal itu bisa kita miliki. Kau pikir uang mana lagi yang dapat membiayaimu untuk bersekolah ditempat ternama seperti ini, hah!" marah pria itu kepada putrinya.

"Tanpa bekerja diperusahaan itu, memangnya kau akan tau bagaimana rasanya menaiki mobil mewah seperti ini. Atau semua hal yang dulu hanya menjadi keinginan dan tak pernah terkabul. Sekarang kau merusaknya, kita sudah tamat" lanjut pria itu membuat putrinya terisak pelan.

"Kenapa papa menyalahkanku, papa sendiri juga untuk apa menggelapkan uang perusahaan seperti yang iblis itu katakan" ucap gadis itu membela dirinya sendiri sambil terisak.

Pria itu seketika menatap marah kearah putrinya yang sedang menunduk. Mereka berdua memanglah salah, dan tak ada yang mau mengakui hal itu. Seolah mengaku dan berkata jujur sama dengan kehilangan kepala, maka dia akan tetap berbohong menabung dosa.

.

.

.

Di tempat lain, gadis itu berjalan sendirian dilorong ramai sekolahnya dengan wajah kusut, dan bukannya tidak sadar. Erza memang merasa murid lain yang dilewatinya seperti menghindar dengan alasan yang tidak jelas, namun karena tidak mau mengambil pusing hal sepele semacam itu Erza lekas pergi darisana sebelum perilaku aneh mereka mengganggunya.

Bahkan disepanjang jalan, dapat didengarnya bisikan mereka yang sedang membicarakannya dengan jelas.

"Hey, jangan dekat dekat dengannya"

"Aku baru tau ada yang sepertinya disekolah ini"

"Dia mengerikkan!"

Hanya itu setelahnya Erza tidak berniat mendengar apapun lagi, perasaannya mulai terasa bercampur aduk sekarang. Perkataan mereka memenuhi kepalanya sekarang, kenapa mereka memandangnya seperti itu, adakah salahnya kepada mereka. Bagaimana pun ia juga memiliki perasaan setelah mendengarkan semua kata mereka.

Gadis itu pun menjadi sedikit kebingungan, padahal Erza sudah sering mendengar seseorang mengejek penampilannya, dan dapat diacuhkannya dengan mudah seolah tak mendengar apapun. Tapi sekarang, dirinya dengan mudah termakan semua perkataan itu.

Benar juga, bukankah Vano yang selalu membelanya, menghiburnya, bahkan siap menjadi tameng untuknya. Kenapa ia baru sadar sekarang, ia hanya bisa kuat saat ada seseorang yang berdiri didepannya. Tanpa mereka dirinya bukanlah apa apa, selama ini dia hanya bersembunyi dibalik punggung mereka.

Menggigit bibirnya, Erza tersenyum getir. Dunia ini terasa baru untuk dirinya, bisakah dia belajar mulai sekarang.

"Hei, hentikan. Urus diri kalian sendiri!"

Sniper Mate: Demon BloodOn viuen les histories. Descobreix ara