Without Hinata

2.2K 315 10
                                    



Cause im so done, not being your number one

.......

"Jadi, kau menyesal mengenal diriku?"

Pandangan berkaca-kaca dari amethyst yang begitu ia puja membuat hatinya mencelus. Begitu Hinata mendekat ke arahnya, Naruto menantikan apa yang akan Hinata lakukan padanya.

"Nata, ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku hanya asal bicara." Naruto mencoba menjelaskan, namun yang ia dapatkan adalah tatapan Hinata yang begitu menyayat hatinya, dan semua hal itu membuat Naruto kehilangan kata-kata yang sebelumnya ia coba susun.

"Kau menyesali perkenalan kita? Kau menyesali apa-apa yang telah terjadi pada kita?" Tanya Hinata dengan air mata yang hampir-hampir turun.

Mengerti dirinya tidak berhak untuk berada di situasi seperti saat ini, Sasori melangkah mundur, memberikan ruang untuk Hinata dan Naruto agar dapat menyelesaikannya.

Sepeninggal Sasori, yang dapat Naruto rasakan adalah hatinya yang hancur saat menatap amethyst Hinata menatap dirinya dengan pandangan yang begitu menusuk.

"Nata, biarkan aku menjelaskannya." Naruto membawa Hinata duduk di kursi kayu yang ada di tengah balkon. Tangannya menggenggam erat-erat tangan Hinata, takut-takut kekasihnya itu akan pergi.

"Naruto aku telah mendengarnya," Sekuat apapun Hinata menahan air matanya, pada akhirnya tetasan air mata itu turun- menjadikan hujan yang mengalir di pipinya. "Jadi setelah semua yang kita lalui, kau menyesalinya?"

"Tidak seperti itu."

"Aku ingin mempercayaimu, sungguh. Tapi, aku tidak bisa. Keyakinanmu begitu besar saat mengatakan kau menyesali hubungan kita." Saat Hinata memandang Naruto, kenangan antara dirinya dan Naruto membanjiri isi kepalanya. Itu adalah Naruto, seorang yang membuatnya jatuh cinta pada usia enam belas tahun. Lelaki itu adalah Naruto, seseorang yang menjadi pria pertama untuknya. Lelaki itu adalah Naruto, yang selama ini berbagi suka dan duka bersamanya. Lalu, Hinata kembali menangis tersedu-sedu. Menyakitkan rasanya kala mengingat ucapan Naruto yang menyesali keberadaan dirinya dan hubungan mereka.

Sedangkan Naruto, tidak bisa berkata apapun. Jantung lelaki itu berdengap begitu kencang, apa yang ia khawatirkan menjadi sebuah kenyataan. Dia adalah alasan dibalik tangis Hinata, dia adalah lelaki yang membuat wanita itu bersedih. Rasa kecewa memenuhi diri Naruto, mengapa, mengapa semuanya jadi begitu runyam seperti ini?

"Naruto, aku akan kembali ke Jepang. Jika kau merasa adanya diriku membuat hidupmu berantakan, aku akan pergi." Hinata mengucapkan kalimat tersebut dengan penuh keyakinan, suaranya memekik hampir menjerit. Lalu Hinata menatap Naruto yang nampak kebingungan, sepertinya Naruto tidak mempercayai apa yang Hinata katakan.

"Nata, jangan seperti ini. Kita bisa menyelesaikan ini dengan kepala dingin." Ujar Naruto sambil mengusap lembut punggung tangan Hinata, yang langsung membuat gadis itu menarik tangannya dari genggaman Naruto.

"Im done with you."

Hinata tidak pernah berpikir bahwa akan mengucapkan kalimat seperti itu pada Naruto. Rasanya Hinata baru saja melakukan suatu hal yang mengerikan dengan memutuskan hubungannya dengan Naruto. Tapi yang Hinata pikirkan saat itu adalah egoisme di dalam dirinya yang tengah ingin dimenangkan.

Lalu Hinata bangkit, berlari ke dalam kamar dan mengucinya. Meskipun Naruto mengejar dirinya dan mengetuk pintu dengan begitu beringas, Hinata sama sekali tidak luluh. Di dalam kamar, Hinata menangis wanita itu tidak tau mengapa namun ia merasa baru saja melakukan hal yang salah.

Hinata merasa dirinya begitu buruk dengan mengakhiri hubungannya dengan Naruto hanya karena masalah sepele, hanya berdasarkan kalimat yang Naruto ucapkan. Lalu ia memperhatikan seisi kamar dan langsung membuat hatinya hancur, kamar ini menyimpan banyak sekali memori antara dirinya dan Naruto.

Sungguh, Hinata tidak bermaksud untuk bersikap kekanakan, namun Hinata merasa dengan memutuskan hubungannya dengan Naruto akan membuat lelaki itu berpikir. Di dalam pikiran Hinata, tidak masalah untuk berakhir dengan Naruto saat ini, karena dirinya begitu yakin mereka akan kembali bersama. Dia mencintai Naruto dan sangat yakin Naruto pun mencintai dirinya.

Malamnya Hinata bersiap untuk kembali ke Jepang. Dia mengemasi barang-barangnya ditemani oleh air mata, sebuah tiket sudah ia pesan secara online. Malam itu, malam terakhir dirinya berada di kamar apartment mereka, Hinata menangis- namun lagi-lagi bukan untuk dirinya, tetapi untuk Naruto, untuk kekasihnya yang sangat ia cintai.

......

Sekeras apapun Naruto mencegah, memohon, dan mengemis pada Hinata untuk tetap tinggal, wanita itu tetap keras kepala untuk meninggalkan dirinya. Pagi itu, Naruto dibuat begitu kecewa kala melihat Hinata dengan koper besarnya menaiki taxi, kemudian pergi meninggalkan dirinya sendirian di kota ini.

Oxford adalah kotanya dan Hinata, beberapa kali Naruto beranggapan Tuhan sengaja menciptakan kota Oxford untuk dirinya dan Hinata berbagi kasih sayang, menjalani hari-hari penuh romansa yang menyenangkan dan selamanya akan begitu.

Tapi, pagi hari yang ditemani gerimis hujan dan aroma petrichor yang khas Naruto menarik napasnya saat sadar Hinatanya tidak ada disini lagi. Ia mendongak, menatap langit kelabu yang seakan berduka atas kepergian Hinata.

"Aku benci hujan dan aku benci Oxford." Gumam Naruto seraya menyaka air mata yang menggenangi sudut matanya, jika sudah begini- apa lagi yang bisa dirinya perbuat? Mengejar Hinata di saat wanita itu bahkan tidsk mau melihat bayangannya?

.......

Kabar mengenai kepindahan Hinata sontak membuat satu fakultasnya heboh, hei sebentar lagi Hinata akan menyusun tugas akhirnya mengapa gadis Asia itu harus pindah? Berbagai rumor tidak baik beredar dan tentu saja mengaitkan nama Naruto bersama kepindahan Hinata. Naruto cukup pandai untuk tidak menanggapi rumor-rumor yang tidak benar itu.

Beberapa kali, Naruto menghubungi Hinata dan mendapati Hinata bersikap sangat dingin padanya. Ada kalanya, saat Naruto membahas hubungan mereka, secara sepihak Hinata memutuskan sambungan telepon mereka. Setelah kepergian Hinata, Naruto benar-benar merasa sendirian. Tidak ada lagi Hinata yang membangunkan dirinya untuk sarapan, tidak ada lagi Hinata yang menggunakan kemeja kebesaran miliknya saat memasak, tidak ada lagi Hinata yang menyenangkan dan membuat hari-harinya begitu ceria.

Ketika dirinya pulang ke apartment miliknya dan Hinata, yang Naruto temukan hanyalah kekosongan dan kehampaan yang menerpa dirinya, setiap sudut dari apartement yang ia tinggali seolah mengolok-olok dirinya membuat Naruto merasa begitu bodoh dengan membiarkan Hinata pergi, lalu ada aroma lavendel Hinata begitu membekas dalam ingatannya hingga tidak sekali dua kali Naruto berhalusinasi Hinata masih berada di dalam pelukannya, namun saat Naruto membuka mata dirinya tersadar- semua itu hanyalah halusinasi yang ia buat.

Naruto merasa seperti kehilangan seluruh hidupnya, lelaki itu merasa begitu buruk dan sedih. Rasanya, ia sama sekali tidak memiliki semangat untuk menjalani hari-harinya. Bersyukur di sela-sela kesedihan yang ia rasakan ada Sasori dan Kiba yang selalu menemani dirinya. Dan terima kasih kepada ibu Hikari yang selalu menghubungi Naruto, memberikan pengertian akan sikap Hinata, serta selalu memberikan doa agar Naruto dan Hinata segera berbaikan.

Dan sepuluh bulan semenjak Hinata meninggalkan dirinya- Naruto kehilangan kontak dengan perempuan itu, seluruh akses komunikasi antara dirinya dan Hinata menghilang. Di waktu itu Naruto pikir, Hinata membencinya dan tidak ingin memiliki hubungan lagi dengannya.

TBC

2 chapter lagi tamaaat:") Semoga jam 00.00 nanti malem bisa end yaaaaa :")

Day by DayWhere stories live. Discover now