Epilog

292 20 6
                                    

Pernikahan Afaf dan Dimas digelar 8 bulan setelah lamaran. Dan alih-alih menggelar pesta besar-besaran, mereka memilih menggelar pesta sederhana dan terkesan sakral hanya untuk keluarga dan kerabat dekat saja.

"Bagiamana saksi, sah?"

"Sah!"

"SAH! SAH banget!" Anna berteriak penuh semangat.

Messi dan Amel terisak melihat sahabat baiknya ini akhirnya menikah.

Kedua mempelai ini hanya saling melempar senyum saat akad sudah selesai dan  mereka berdua duduk di atas pelaminan.

"Heh! Mang, itu kembang na di ganti! Ih masa warna koneng (kuning), kan ini teh temanya putih semua. Habis ini sodara dari Subang mau pada datang, malu kalau ada yang enggak matching." Si Ibu bicara pada salah satu anggota EO. Afaf hanya bisa menggeleng melihat Si Ibu yang sibuk mondar-mandir mengatur ini itu.

"Pusing aku lihatnya." Afaf memegang kepalanya.

Dimas menggenggam tangan Afaf, menyelipkan jarinya di sela jari Afaf. "Jangan pusing-pusing, harus bahagia hari ini."

"Tapi Si Ibu gak ada capeknya loh, dari tadi," kata Afaf.

"Hai, selamat ya," Afaf menatap tangan yang terulur di hadapnnya. Ia kenal tangan ini, tangan pernah menggengamnya dulu. Ini Erik yang datang bersama Dinar, istrinya.

'Plak!' Dimas memukul tangan Erik.

"Gak usah pake salaman!" Bentaknya.

"Iya," kata Erik, kesal. "Selamat ya. Lu juga selamat ya, Dim. Masih bocah udah kawin," kata Erik diakhiri dengan cibiran.

"Yeh, terserah gue dong!" kata Dimas, nyolot.

"Dimas, sayang. Malu dilihat orang," kata Afaf membujuk.

Dimas tersenyum salah tingkah. "Sayang?"

Afaf juga tersenyum canggung.

Erik dan Dinar memutar bola matanya jengah, ayolah ia tidak datang untuk melihat ini.

"Din, kita makan aja." Erik menarik tangan Dinnar.

*****

1 Tahun Kemudian

"Capek!" keluh Dimas.

"Jangan ngeluh terus dong, semangat!" Afaf menyemangati.

"Kenapa sih aku harus kuliah sambil kerja? Aku jadi wakil CEO loh, di perusahaan Papa aku," Dimas merengek manja. Afaf tak percaya melihat tingkah suaminya yang masih seperti anak-anak. Ia sangat keren saat bekerja, tapi sangat kekanakan saat di rumah.

"Demi kebaikan kamu juga, supaya kamu gak di pandang remeh sama orang lain," kata Afaf.

"Tangan aku pegel banget, dosennya ngasih tugas banyak banget!" keluhnya lagi.

Afaf meraih tangan suaminya dan mencium kedua tangan itu bergantian. "Supaya pegalnya hilang."

Dimas tersenyum senang. "Matanya juga pegel lihat laptop terus." Pria ini memjamkan matanya, manja.

Afaf mengecup kedua kelopak mata itu.

"Kayaknya, bibirnya juga pegel deh," adu Dimas lagi.

Afaf mencubit pipi Dimas. "Ini sih, salah kamu ngeluh mulu dari tadi."

"Tapi aku pengen di cium, biar semangat."

"Dimas!"

"Sayang! Panggil sayang, gak sopan manggil nama doang sama suami," tegur Dimas, berguyon.

"Iya, sayang."

Dimas menarik tubuh Afaf ke dalam pelukannya. 

.
.
.
.

Finally. Ini karya kedua aku yang sudah selesai. Kembali, tidak peduli seberapa banyak yang membaca, saya merasa puas karena bisa menyelesaikan cerita ini semampu saya.

Saya mengucapkan terimakasih pada kalian semua yang sudah mengapresiasi karya saya.

Sampai ketemu di karya selanjutnya!

Kapan Nikah?Where stories live. Discover now