Hari yang Terasa Indah

184 14 1
                                    

Dengan santainya Afaf berjalan menuruni tangga rumahnya menuju ke ruang makan. Entah kenapa pagi ini menjadi jauh lebih menyenangkan setelah pertemuannya dengan Erik kemarin. Dan Afaf merasakan sebuah perasaan aneh membelit hatinya sejak semalam.

"Pagi semua!" Afaf menyapa ketika sampai di meja makan yang berisikan Ibu dan Ayahnya saja. Sebetulnya Afaf juga memiliki seorang kakak perempuan yang sudah menikah dan kini ia tinggal bersama suaminya.

"Kelihatannya teh sumringah hari ini," Ibu berkomentar saat menangkap raut bahagia di wajah putrinya.

"Masa sih? Enggak ah." Afaf menampik ucapannya ibu, sedangkan tangannya sibuk mengambil sehelai roti tawar.

"Iya, ya pak?"

"Iya, biasanya wajahnya di tekuk kayak gini," kata Bapak kemudian mencontohkan ekspresi Afaf dengan raut konyol.

"Ih enggak pernah kayak gitu deh perasaan, aku juga gak punya kumis."

"Iya, tapi intinya kamu teh kenapa sumringah banget? Kemarin teh abis main sama siapa hayo ngaku?"

"Ya sama Anna, Bu. Makan doang sambil ngobrol. Udah ah, entar Afaf telat nih ke kantor gara-gara di ajak ngobrol terus." Afaf tersenyum malu-malu mengingat pertemuannya dengan Erik kemarin.

*****

Sudah setengah hari Afaf di ruangannya dan tidak ada yang ia kerjakan. Meeting dengan klien dari brand fashion terkenal itu di undur besok.

Moodnya baik hari ini, tapi entah kenapa ia tidak mood untuk bekerja, tidak biasanya, yang ingin ia lakukan hanya melamun menunggu waktu untuk pertemuan selanjutnya bersama Erik yang entah kapan.

'drrttt... Drrtt...'

Afaf menghembuskan nafas jengkel saat suara ponselnya menganggu lamunannya. Ia semudah itu Erik merasuki pikiran nya bahkan hanya dalam satu pertemuan. Namun, dirinya berubah antusias saat melihat nama yang tertera di layar ponsel, Erik.

"Halo Faf,"

"Iya, ada apa Rik?"

"Hari ini kamu ada acara gak?"

"Enggak sih,"

"Pulang jam berapa?"

"Siang sih, kayaknya tiga puluh menit dari sekarang udah bisa pulang deh."

"Oh bagus dong."

"Iya ada apa ya Rik?"

"Aku mau ngajakin kamu jalan, boleh?"

"Mau." Afaf menjawab dengan antusias, "eh, maksudnya boleh."

Erik tertawa di seberang telepon.

"Oke deh, aku jemput ya."

"Eh nggak usah, nanti kita ketemuan di–"

"Tiga puluh menit lagi aku sampe kantor kamu."

"Ya udah."

"Bye!"

"Bye!"

Pintu ruangannya terbuka dan Dimas lah yang berada di balik pintu itu. Untung saja Afaf sudah selesai berbicara dengan Erik, kalau tidak, bisa-bisa Dimas dengar. Dan Afaf tentu tak ingin ada orang yang tahu tentang privasinya.

"Ada apa Dimas?"

"Maaf Bu, saya lupa ngetuk."

"Lain kali jangan lupa lagi,"

"Iya Bu."

"Ada apa?"

"Ibu mau saya sekalian pesanin kopi? Soalnya saya mau order gofood,"

Kapan Nikah?Where stories live. Discover now