Cepat Nikah!

222 18 1
                                    

"TOK. TOK. TOK." Suara ketukan pintu terdengar dari luar ruangan. Menganggu konsentrasi Afaf yang sedang mempelajari berkas-berkas untuk ia jadikan materi meeting besok lusa.

"Masuk!"

"Afaf!" Afaf terbelalak kaget melihat empat orang dewasa dan tiga orang anak-anak memasuki ruangannya.

"Maaf Bu, tadi saya sudah larang tapi-" salah satu pegawainya menampilkan raut bersalah.

"Gak apa-apa, kamu boleh pergi."

"Iya, Bu."

Afaf menatap gerombolan manusia yang kini sedang sibuk mengatur anak-anaknya yang mulai berbuat ulah.

"Ayo duduk di sini sayang!" Anna menggendong putranya; Dean, yang sedang mencoba naik ke atas meja.

"Kiara sayang, jangan pegang-pegang lemari itu sayang!" Andin mengejar putrinya yang sedang sibuk memukul-mukul lemari tempat berkas-berkas penting ditaruh.

Belum lima menit ada di sini, mereka sudah membuat Afaf memijat pelipisnya. "Kalian ngapain sih, kesini?"

"Mainlah! Ini Sabtu Afaf! Hari libur. Harusnya lo gak kerja terus kayak gini," Amel protes dengan nada keras sambil menyusui anaknya dengan susu formula.

"Iya, lama-lama nih kantor bisa ditutup sama negara karena gak ngasih libur ke karyawannya," Mesi menambahkan.

"Gue ngasih mereka uang lembur yang tinggi. Jadi gak ada salahnya." Afaf menaikkan bahunya dengan entengnya.

"Pantes lo gak kawin-kawin. Duit doang yang lo pikirin!" Anna menegur keras.

"Iya Faf, nikah itu ibadah loh," kini giliran wanita berpakaian syar'i, Andin, yang ikut berceramah.

"Ibadah kalo gue dapet suami yang bener. Kalo gak bener? Malah bawa gue dalam dosa," balas Afaf.

"Butuh dirukyah kali nih bocah," kata Mesi.

"Joseph kemaren laporan ke gue, katanya lo gak mau ketemu dia lagi. Kenapa?" Anna menatap Afaf menuntut.

"Gak demen gue sama dia."

"Gak demen kenapa? Dia tuh ganteng loh, mapan, dia seiman kok," Anna bicara dengan nada khas ibu-ibu.

"Gue tahu, gak klik aja sama gue. Gak bakal cocok sama gue."

"Terus lo mau yang-" ucapan Mesi terpotong oleh suara baritone yang menginterupsi.

"Permisi, Bu!"

Perhatian ke lima wanita ini beralih pada pria muda berwajah tampan ini.

"Iya. Ada apa, Jaya?" tanya Afaf.

"Dimas, Bu," ralat Dimas.

"Iya, ada apa, Dim?"

"Ada berkas soal perjanjian kontrak kerja sama perusahaan luar, Bu. Silahkan ibu lihat, kemudian ibu tanda tangani."

"Taruh saja di meja saya. Nanti saya lihat. Kamu boleh keluar, Jay."

"Dimas, Bu."

Kemudian Dimas menaruh dokumen itu di meja, sesuai dengan perintah.

"Kamu boleh keluar, Dim."

"Iya Bu. Permisi,"

Dengan wajah canggung karena di tatap para ibu-ibu muda ini. Dimas pamit dan undur diri dari ruangan ini.

"Eh kayaknya tuh bocah suka deh sama lo." Tepat setelah pintu tertutup, Mesi buka suara.

"Semua aja lo bilang gitu, Minggu kemaren abang gojek aja lo bilang begitu. Dimas udah punya calon istri kali."

"Masa sih udah punya calon bini? Tapi tatapannya sama lo tuh beda tau gak?" Amel malah ikut-ikutan.

"Dia tuh emang sopan anaknya, jadi bukan karena dia demen sama gue."

"Terus itu gimana si Joseph? Dia udah kecantol banget loh sama lo." Anna masih bersih keras mempromosikan Joseph.

"Ya, gak gimana-gimana."

"Selalu gitu, apa sih yang lo khawatirin, Faf?" Anna mulai kesal pada sahabatnya yang satu ini.

"Banyak."

"Faf, stop mengkhawatirkan banyak hal. Gue tahu lo cewek dengan karir yang super gemilang. Gue juga paham kalo lo pengen pendamping hidup yang sangat ideal. Tapi sebetulnya milih jodoh itu gak serumit itu, Faf. Setelah lo dapat, semuanya akan berjalan dengan mudah, menyenangkan dan baik-baik aja. Gue prihatin sejujurnya liat lo kayak gini, sendirian terus tanpa pendamping, diomongin orang-orang. Faf, wanita karir itu bukan cuma lo doang, di luaran sana banyak wanita karir yang juga sukses membangun rumah tangganya dengan bahagia. Maka gue yakin lo pun bisa," Anna berucap panjang lebar.

"Tapi gak semua wanita karir itu dulunya berasal dari keluarga miskin kayak gue, gak semua wanita karir itu tulang punggung keluarga kayak gue. Gue cuma gak mau kehilangan itu semua, gue gak mau kehilangan kenyamanan hidup. Gue gak mau salah pilih orang dan nantinya dia bisa ngontrol gue sesuka hatinya."

*****

Hari ini Afaf sangat suntuk sekali. Kedatangan teman-temannya tadi membuat moodnya turun drastis hari ini. Juga ucapan Anna mengenai kekhawatirannya yang berlebihan itu terngiang-ngiang di telinganya. Apa iya, dirinya ini terlalu berlebihan dalam menemukan kriteria pasangan? Apa benar juga dirinya ini terlalu mengkhawatirkan harta dan kehidupannya secara berlebihan?

"Faf!"

"Iya, Bu." Afaf menghampiri ibunya yang sedang duduk di sofa ruang tv.

"Ibu mau umroh," katanya.

Afaf memijat pelipisnya. Apalagi ini? Tiba-tiba saja ibunya mau pergi umroh.

"Nanti aku hubungi orang travelnya dulu ya, Bu. Sekarang Afaf mau keatas, ganti baju dulu."

Baru satu langkah kaki Afaf menapaki tangga, suara ibu kembali menginterupsi. "Faf, harusnya kamu nanya dong ibu mau umroh tiba-tiba itu kenapa?"

"Emangnya kenapa?" Afaf bertanya dengan berat hati.

"Ibu mau doa di Mekkah, biar kamu cepat dapat jodoh."

Afaf menggaruk kepalanya salah tingkah. "Afaf ke kamar dulu ya, Bu."

Afaf membantingkan tubuhnya di ranjang. Semua ini membuatnya sangat lelah, terus-menerus mereka membahas perihal jodoh, jodoh, dan jodoh. Afaf juga tentu terpikir untuk menikah, hanya saja ia takut mendapatkan orang yang salah dan nantinya berpengaruh pada karirnya. Karir yang ia rintis dari nol.

'drrt...drrt...'

Afaf meraih ponsel yang berada di samping tubuhnya.

"Ada apa, Na?"

"Besok kita ketemuan di Rain cafe."

"Lo mau jodohin gue sama siapa lagi?"

"Pokoknya ada cowok yang mau ketemu sama lo."

"Kalo itu Joseph, gue gak mau."

"Bukan. Ini beda, siapa tahu cocok sama lo."

"Gue kok ragu ya," Afaf meremehkan.

"Udah, dateng aja dulu. Kalo yang ini gak cocok, gue janji akan membiarkan lo hidup menjomblo dengan bergelimang harta sampe kapan pun."

"Males ah gue."

"Ini yang terakhir gue janji. Gue juga gak ada stok cowok lagi. Yang ini gue jamin cowok baik, asik juga orangnya, bisa jadi lo juga udah tahu siapa dia."

"Udah tahu? Siapa?"

"Udah kalo lo penasaran, datang aja besok. Ok?"

"Terserah deh!"

Afaf menghembuskan nafasnya berat. Cowok seperti apa lagi yang akan bertemu dengannya besok?

Kapan Nikah?Where stories live. Discover now