Mimpi

62 11 2
                                    

Erlin merasa begitu kelelahan setelah menghadapi lukisan Nyai Lancah. Ia lantas langsung tertidur di tempat tidurnya. Arlia yang masih sibuk dengan laporan tidak dihiraukan. Ia hanya melihat kalau Arlia tidak ingin meninggalkannya sendiri. Sebelum terlelap, Arlia berbicara agar dia beristirahat saja.

Di dalam mimpinya, Erlin kembali ke sebuah ruangan kosong yang dulu, tempat di mana ia pertama kali melihat sosok Nyai Lancah. Namun, atmosfer dan suasananya sangat berbeda. Ruangan menjadi sangat lembab dan bau anyir begitu pekat. Erlin merasa hampir mual berada di ruangan itu. Ia ingin segera bangun dari tidurnya tetapi tidak bisa. Ada sebuah energi yang memaksanya untuk tetap di ruangan itu.

"Alina ...!" Sebuah suara serak seperti wanita tua mengoar dari salah satu sudut ruangan. Suara itu memekikkan telinga Erlin.

"Aku bukan Alina! Aku Erlin!" teriak Erlin, "aku tidak takut denganmu," lanjutnya.

Angin tiba-tiba berembus begitu kencang, angin yang begitu panas membuat Erlin tidak bisa melihat jelas sosok Nyai Lancah yang asli. Hanya terlihat sosok bayangan besar di sudut ruangan itu. Seper sekian detik kemudian Erlin sudah berada di dalam hutan. Di hadapannya terdapat gua yang sudah tidak asing baginya. Inikan gua tempat lukisan itu dibuang, batin Erlin.

Erlin lalu memasuki gua tersebut. Ia sadar ini hanyalah mimpi, tetapi ia juga tahu ini bukanlah mimpi biasa. Ada banyak informasi yang didapat jika memasukinya. Kakinya bergetar saat hendak memasuki gua itu. Namun, tekad yang begitu kuat menghilangkan rasa takut di dalam diri.

"Kamu akan mati, Alina!" Suara keras itu kembali berucap, kali ini datang dari dalam gua tersebut.

"Aku bukan Alina dan aku tidak takut denganmu!" Suara Erlin menggema tak kalah keras dengan suara Nyai. "Aku akan memusnahkanmu! Akan kuhapus kamu beserta kutukan di desa ini!" lanjutnya sambil mengeluarkan senjatan yang dibekalkan Mamahnya.

"Kamu tidak akan bisa melawanku, bocah kencur! Hahahaha!" Nyai Lancah mencoba untuk terus mengintimidasi Erlin.

"Aku tidak takut! Semua teman-temanku percaya padaku. Bahkan, mamahku Alina mempercayakan beban ini kepadaku." Sorot mata Erlin berubah menjadi sangat tajam.

Sebuah asap tebal tiba-tiba berputar di hadapan Erlin. Asap itu berlahan menggumpal dan membentuk sesosok wanita cantik, lengkap dengan pakaian penari ronggeng. Karmila, ucap Erlin di dalam hati. Sosok itu lalu berubah menjadi semakin besar, satu persatu dari punggung keluar entah tangan atau kaki yang berbentuk seperti kaki laba-laba.

Akhirnya, sosok Nyai Lancah yang sesungguhnya terpampang nyata di depan Erlin. Di belakang sosok besar tersebut ada lukisan yang menjadi tempat mengurung Nyai Lancah. Erlin hampir saja terjatuh, saat melihat sosok asli Nyai Lancah. Tubuhnya bergetar hebat merasakan aura yang sangat mengerikan dari Nyai.

"Hahaha, ada apa, Erlin? Takut? Iya, benar. Takutlah kamu kepadaku! Hahaha." Nyai masih tetap mengintimidasi Erlin sampai benar-benar merasa putus asa.

Saat Erlin mulai ketakutan melihat sosok Nyai, sebuah tangan menahan punggungnya. Bukan hanya satu tangan, ada beberapa tangan yang berusaha menguatkannya. Bahkan, salah satu dari tangan tersebut merangkulnya.

"Bobby?" ucap Erlin saat menoleh ke sumber tangan yang merangkulnya.

"Jangan takut, kami di sini akan membantumu." Bobby menoleh ke belakang. Terlihat ada Pak Eko dan korban-korban Nyai yang lain hadir untuk membantu Erlin.

Semangat Erlin kembali membara. Raut wajah yang semula takut kembali menampakkan kepercayaan dirinya.

"Pertama, kamu harus berhasil merusak lukisan yang ada di sana." Sebuah suara pria tua terengar memberi aba-aba kepada Erlin agar menghancurkan lukisan di belakang Nyai.

"Tapi, bagaimana caranya? Dia terlalu kuat untuk aku tembus," ucap Erlin.

"Kamu percaya sama diri kamu. Genggam keris itu erat-erat dan baca doa. Kakek akan memberimu sedikit kekuatan," ucap pria tua tersebut yang menyebut dirinya Kakek-- Kepala Desa sebelum Pak Khairul.

Dengan sekuat tenaga Erlin maju menghadapi Nyai Lancah. Benang-benang yang mirip dengan jaring laba-laba terus menyerang dan membelit setiap inci tubuhnya. Tubuhnya begitu berat untuk melangkah. Namun, keris yang ia genggam selalu ia gunakan untuk memotong benang-benang tersebut. Erlin terjatuh akibat sebuah benang berhasil membelit kakinya dan menariknya.

"Aku, tidak akan kalah denganmu!!!!!!" Erlin lalu memotong tali di kakinya dan berlari ke arah lukisan.

"Kamu tidak akan bisa merusaknya! hwrraaaaaghhhh!" ucap Nyai.

Benang semakin banyak menghujami tubuh Erlin. Erlin pun kuwalahan menghadapinya, tetapi Bobby kembali hadir untuk membantu. Menangkis setiap benang yang tidak terjangkau oleh Erlin.

"Budak keparat!! Enyah kau dari sini!" Nyai pun menyabet tubuh Bobby hingga terhempas begitu kencang.

"Bobby ...!" teriak Erlin.

"Cepat selesaikan tugasmu, jangan hiraukan aku." Bobby meminta agar Erlin tetap fokus.

Erlin lalu melanjutkan langkahnya hingga sampai ke lukisan tersebut. Tangannya kini fokus menusuk lukisan tersebut. Namun, tali itu terus menahan agar kerisnya tak menyentuh lukisan itu. Begitu besar energi yang dilancarkan Nyai, membuat Erlin hampir menyerah.

crak ....

Sebuah sobekan kecil tergores di lukisan tersebut. Pria tua yang tadi membantu Erlin tiba-tiba sudah berada di sebelah Erlin. Beliau mengatakan bahwa setengah dari kekuatan Nyai berhasil dirusak.

"Lakukan, Nak. Kamu adalah orang yang terpilih untuk menyelamatkan desa ini, Cucuku." Pria itu merangkul dan meyakinkan Erlin.

"Terima kasih, Kakek. Arrrrrgggghhhhh ...!" Erlin pun sekuat tenaga merobek lukisan tersebut dengan keris di genggamannya.

Craakk ... Craaak ...! lukisan itu pun lalu rusak.

"Aaarrrggghhhh ... hahh-hahh." Erlin pun akhirnya terbangun dari tidurnya. Badannya sangat kelelahan dan berkeringat begitu banyak.

"Erlin! Kamu tidak apa-apa?" ucap Arlia yang panik melihat Erlin berteriak.

"Hahh-hah ... aku tidak apa-apa, Ar. Aku kembali menemui Nyai Lancah lagi." jawab Erlin. Arlia lalu menyodorkan segelas air yang ada di dekatnya.

"Ha? Lalu bagaimana? Kamu tidak apa-apa? Kamu tidak terpengaruhkan?" Arlia lalu memberondong dengan banyak pertanyaan sambil menunjukan ekspresi khawatir. Erlin hanya tersenyum dan meminum segelas air putih yang ada di genggamannya.

"Setengah dari kekuatan Nyai sudah musnah," jawab Erlin.

Erlin lalu menjelaskan semuanya kepada Arlia. Arlia masih kurang mengerti dengan penjelasan Erlin mengenai Nyai, kekuatan dan Kakek di dalam mimpinya. Ia hanya mendengarkan semua cerita Erlin dan menunggu rencana selanjutnya dari Erlin.

"Sekarang, kita bisa menyentuh lukisan di ruangan Pak Khairul dan merusak setengah dari kekuatannya," ucap Erlin.

"Tapi, bagaimana kita mendekati lukisan itu? Pasti Nyai dan Pak Khairul tidak akan tinggal diam setelah setengah dari kekuatan mereka kamu rusak," sanggah Arlia.

Tiba-tiba seseorang masuk dan mengagetkan Arlia dan Erlin. Mereka tidak menyangka jika perbincangannya terdengar oleh orang lain selain Mahasiswa yang KKN. Rencana yang sudah dibuat, serta perjuangan Erlin menghapus separuh dari kekuatan Nyai akan sia-sia, jika seseorang ini melaporkan segala hal yang didengar dibocorkan kepada Pak Khairul.






Siapakah seseorang yang berhasil mengetahui segala perbincangan Erlin dan Arlia? Apakah mereka masih bisa melanjutkan rencananya? Tetap setia dengan 'Bunuh Diri', tinggalkan jejak kalian di kolom komentar dan vote. Semoga cerita ini bisa selesai dan terbit cetak. Aamiin. Terima Kasih.

Bunuh Diri[Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang