8. Maaf, Ini Rahasia

515 76 33
                                    

"Kata-kata itu, aku tidak bisa mengatakannya

Terjebak di bibirku"

Secret – Apink


Suasana hati yang tak segera membaik mengakibatkan efek serius bagi Fio. kasur dan selimut akhirnya menjadi teman paling pas di kala hati sedang tak ingin merasakan apapun. Di dalam selimutnya yang hangat, otak Fio tidak bisa berhenti berpikir hingga memunculkan asumsi yang isinya kebanyakan buruk semua. Mana dari tadi telinganya tersumpal lagu sedih, makin melankonis saja.

Patah hati itu menyeramkan sekali. Dirinya ingat bagaimana sang kakak berubah menjadi zombie karena patah hati. Susah makan, mengurung diri di kamar, tiba-tiba jadi suka naik gunung untuk melampiaskan kesakitan tersebut. Tapi untuk Fio, ini adalah pengalaman pertama dan rasanya sudah sehancur ini. Tahu begitu ia tidak usah sok jatuh cinta.

Fio menutup seluruh tubuh dengan selimut lalu meringkuk hingga tertutup sempurna. Ia memejamkan mata, berusaha tidur. Sudah cukup berjam-jam overthinking, waktu telah menunjukkan pukul 3 pagi. Ia harus istirahat, karena berpura-pura baik-baik juga butuh tenaga.

...

Fio menyembunyikan kedua tangannya di dalam saku hoodie, malam ini terlalu dingin untuk dihadapi dan bodohnya malah memilih keluar. Ya mau gimana lagi, dirinya mendadak ngidam martabak dan kopi susu di alun-alun. apalagi ada live music gratis dari para musisi jalanan, yang selalu muncul di malam hari saat sedang ramai-ramainya.

"Gila, banyak banget tadi yang beli." Fares datang membawa dua cangkir kopi yang mengepul panas, meletakkannya di tengah-tengah mereka berdua. Fio yang kedinginan dengan cepat menyentuh gelas kopi tersebut, menyalurkan kehangatan dari jari-jarinya.

"Gue tahu, kelihatan dari sini tempat si mas. Tapi kok nggak lama belinya?"

"Privilege."

"Gaya banget, padahal cuma langganan doang."

"Bukan gue yang minta," Fares meminum sedikit kopinya pelan-pelan untuk menjaga lidah tidak terbakar lalu melanjutkan omongannya. "Mas-masnya pas lihat gue mukanya sumringah gitu, terus nawarin duluan. Wajar sih, soalnya udah lama nggak beli lagi."

"Masnya nggak adil nih!" Fio menatap ngeri si mas-mas penjual kopi yang ditertawakan oleh Fares. Cewek ini tidak sadar jika dirinya lebih dekat dengan si mas-mas dibanding Fares. Bahkan Fio sering minta diskon ke si mas atas nama keakraban antara pelanggan tetap.

Sesungguhnya Fio tidak ada niat untuk bersama Fares malam ini. Ia sudah berencana pergi sendirian seperti kebiasaannya akhir-akhir ini, menghabiskan waktu sendiri lalu diam di suatu tempat tanpa melakukan apapun. Kegiatan yang sia-sia, tapi terasa lebih baik dibanding di dalam kamar kos yang memuakkan. Setidaknya Fio mendengar suara orang berbicara atau mesin kendaraan yang melaju masuk ke telinga, jadi dia tidak merasa sendirian.

Kebetulan sekali malam ini, di saat dirinya sudah bersiap dan tinggal mengambil kunci motor Fares menelpon. Dengan suara yang agak serak, cowok itu mengajaknya ke alun-alun yang biasa mereka datangi. Fio tidak bingung dengan kebetulan yang terjadi. Bagaimana bisa Fares memikirkan tempat yang sama dimana dirinya akan pergi?

Berakhirlah mereka disini, duduk manis sambil menikmati martabak coklat pisang dengan musik penuh nuansa politik. Tidak ada manis-manisnya padahal sedang malam kamis dan banyak muda-mudi yang berkencan di alun-alun, pilihan genre lagu yang buruk.

"Mending lagu Fiersa Besari yang dinyanyiin, malam kamis kok Iwan Fals." Protes Fio.

"Loh kenapa? Suka-suka mereka mau nyanyiin lagunya siapa."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 20, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

XX - Mark x YejiWhere stories live. Discover now