Sembilan

70K 7.9K 477
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Budayakan tekan bintang sebelum membaca, karena jejak kalian penyemangat penulis.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bengbeng coming 💜

.
.
.
.
.
.
.
.

Panas.

Sejak si kutu buku itu berada di belakangnya. Barata dapat merasakan sebuah tatapan panas yang sedari tadi membuatnya gerah.

Ingin sekali ia berbalik dan melempar si pemilik mata itu dengan penggaris besi yang berada di mejanya. Akan tetapi, guru yang sedang mengajar kali ini tidak dapat diajak bernegosiasi.

Jika ada murid yang membuat keganduhan kecil saja, pastilah akan mendapat teguran yang sadis.

Tak ayal, Barata hanya dapat merasa dongkol.

Memangnya tidak ada apa, pemandangan lain yang dapat dilihat selain postur punggung Barata?

Kenapa si kutu buku ini terus saja memberikan pandangan padanya.

Barata benar-benar merasa risih.

Ia merobek sedikit kertas pada bukunya, lalu menulis beberapa kata.

Setelahnya, Barata meremat kertas tersebut dan mencuri-curi pandang ke arah guru yang sedang mengajar di depan kelas.

Dirasanya sedang aman, dengan cepat Barata melempar tepat ke depan kutu buku yang duduk di belakangnya.

Gibran yang sedari tadi memperhatikan gelagat Barata, memperhatikan remasan kertas yang terlempar di depan mejanya.

Dibuka lipatan keruhnya, kemudian dibaca.

'Jangan ngeliatin gue terus bangsat!'

Si pembaca terkekeh.

Kembali, diperhatikannya raga kaku Barata yang tengah duduk di depannya.

Rambut hitamnya yang lurus jatuh begitu wangi.

Pundak ramping halus tertutup kemeja.

Dan leher jenjang indah yang telah beberapa kali ia hisap.

Oh, sungguh mengagumkan.

Gibran menjilat bibirnya.

Barata yang tidak melihat ekspresinya entah kenapa malah merinding.

Alibi, dengan berpura-pura menjatuhkan pena, Gibran menunduk ke bawah meja untuk mengambil penanya.

Barata yang merasakan pergerakan di belakang, sedikit waspada.

Kira-kira apa yang kutu buku itu akan lakukan?

Gibran yang tengah menunduk di bawah meja menyeringai.

Dapat dilihatnya pantat Barata yang terbalut celana sekolah, berada di hadapannya.

Lantas, tangannya yang panjang. Meraih, dan memberi satu remasan kuat pada salah satu gumpalan dagingnya.

Telak, membuat Barata yang tak siap terkesiap.

Guru yang tengah berdiri pada barisan depan, menoleh padanya.

"Ada yang salah Barata?"

Barata segera menetralkan ekspresinya.

"Tidak buk, maaf."

NERD BOYWhere stories live. Discover now