Enam

82.7K 8.3K 544
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.

Budayakan tekan bintang sebelum membaca, karena jejak kalian penyemangat penulis.

.
.
.
.
.
.
.

Bengbeng coming 💜

.
.
.
.
.
.
.

Entah apa yang akan terjadi pada Barata kali ini.

Kabar buruk menimpanya kala ia diberi kabar bahwa suruhannya tertangkap polisi atas kasus penganiayaan.

Bagaimana semua itu bisa terjadi?

Bukankah, mereka telah diberi perintah pada Barata untuk jangan sampai terlihat. Tetapi kenapa malah jadinya mereka tertangkap?

Barata masih tak habis pikir.

Dan sekarang ia tengah berdiri di depan pintu apartment milik si kutu buku yang sebenarnya masih penuh misteri jati diri sesungguhnya.

Rasa ragu dan takut, Barata rasakan ketika ingin menekan bell di sebelah pintu tersebut. Lantaran ia tau jelas, kedatangannya kemari, adalah untuk menanti hukuman yang akan diberikan oleh si kutu buku. Barata benar-benar merasa frustasi, kenapa jadi ia yang terlihat bersalah dan harus mengemis kata maaf sekarang?

Satu decihan meluncur dari bibir merahnya. Menyesali akan kesialan yang menimpanya berkali-kali.

Ketika Barata sedang bimbang akan menekan bell atau memilih kabur saja, pintu apartment terbuka tanpa kode, menampilkan sebuah celah pada dalam ruangan yang membuat jantung Barata berdetak kencang.

Kemudian, sebuah tangan panjang terjulur keluar seolah menengadah menunggu menerima sesuatu.

Barata yang masih bingung karena takut. Secara spontan memberikan tangannya begitu saja, dan diterima oleh sebuah tarikan kencang.

Hanya dengan kedipan mata, dirinya ditarik masuk dan dibanting pada pintu yang telah terkunci. Belum siap akan apa-apa, sebuah ciuman keras telak ia dapatkan dari si pelaku penarikan.

Barata berusaha mendorong badan kekar milik Gibran, yang mengukungnya diantara pintu.

Namun usahanya hanya sia-sia saja, sampai akhirnya Gibran yang memilih melepas untuk memberi ruang oksigen bagi Barata.

"LO BANGSAT!"

Sambil tersengal-sengal, Barata melototi Gibran yang tengah tersenyum destruksi angkuh padanya.

Gibran menunduk, mengangkat kedua kaki Barata dengan mudah agar melikar pada pinggang kokohnya. Barata yang tidak siap, segera mengalungkan tangannya pada leher Gibran yang tengah bertelanjang dada.

"Lo mau apa!"

"Let's we begin."

Ucapnya seraya menggendong Barata.

.
.
.
.
.

Gerakan beritme di atas meja ruang tamu, menjadi pemandangan erotis yang terpampang menggoda pada ruang petak sedang tersebut.

Sepasang pakaian yang berserakan di lantai, menjadi pajangan.

Suara nyaring tabrakan antara daging bertemu daging menjadi pengisi suara, dengan erangan bersautan dan hembusan nafas berat. Keduanya yang telanjang dan saling tumpang tindih di atas meja dengan posisi Barata yang sedang menungging begitu panas.

NERD BOYजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें