Keenan yang paham dengan situasi pun segera menjawab. "Oh iya, nggak apa-apa. Maaf, ya."

"Nggak apa-apa. Pamit ya, Kak."

Devan, Nayya, dan Rayyan berjalan menelusuri koridor dengan posisi Nayya yang diapit oleh kedua laki-laki itu. Banyak yang menyapa mereka, terkhusus untuk Devan dan Rayyan. Dua laki-laki itu sudah tercium bau-bau bibit unggul di sekolah dan membuat Nayya harus siap-siap jika suatu saat ada netizen, haters, dan lambe turah lainnya.

"Kita nanti ke rumah Zeena aja ya buat kelompokan," ujar Devan membuka suara. Nayya hanya mengangguk.

"Nanti gue kasih tau anggota yang lain," sahut Rayyan.

"Okey."

"Gue tanya Zeena dulu aja nanti. Bisanya jam berapa dia," usul Nayya.

Devan dan Rayyan menyetujui pendapat Nayya. Tidak mungkin jika mereka datang secara tiba-tiba tanpa memberi tahu terlebih dahulu.

***

Zeena merebahkan tubuh di kasur empuknya yang luas. Dia baru saja selesai mandi karena habis berenang. Mencoba untuk rileks, tetapi pikirannya masih terasa penuh. Benaknya juga berkecamuk antara resah dan takut.

Nayya tadi mengirimi pesan untuk memberi tahu masalah kerja kelompok. Dia hanya membalas jika bisa datang ke rumah saat nanti malam. Zeena membutuhkan banyak waktu untuk sendirian.

Zeena mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas sebelah tempat tidurnya. Dia mencari kontak seseorang lalu meneleponnya.

"Assalamu'alaikum, Zeena. Ada apa?"

Zeena tersenyum ketika mendengar suara dari orang di seberang sana. Hatinya sedikit tenang sekarang. "Waalaikumussalam. Ayah, Zeena kangen. Kapan ayah pulang?"

"Insya Allah ayah pulang minggu depan. Kamu enggak sekolah? Jam segini bisa telfon ayah."

Zeena meringis. "Iya, Yah, Zeena minta izin."

"Zeena sakit lagi? Kenapa lagi? Apanya yang sakit?"

Zeena menggeleng meski tidak bisa dilihat oleh sang ayah. "Enggak kok, Yah. Zeena cuma pengen libur aja sehari."

"Kamu ada masalah? Kak Rafa tau?"

Zeena menggeleng lagi. "Enggak, Yah."

"Enggak apa?"

"Nggak ada masalah kok. Oh iya, ayah lagi apa?"

"Lagi telfon sama malaikat kecil ayah."

Zeena terkekeh. "Ayah apaan sih, serius."

Terdengar suara kekehan juga di seberang sana. Zeena beruntung di saat-saat seperti ini ayahnya lebih memilih untuk menghiburnya daripada bertanya-tanya.

"Maaf ya, Yah, Zeena udah ganggu waktunya."

"Nggak sama sekali, Zeen. Kamu lebih penting daripada pekerjaan ayah. Uang bisa dicari kalau kamu nggak bisa dicari. Ayah usahakan untuk cepat pulang."

"Makasih, Yah, Zeena sayang banget sama ayah. Ya udah ya, Yah, ayah lanjut kerja lagi aja. Makasih udah mau nemenin Zeena sebentar. Assalamu'alaikum."

Perfect Brother || HiatusWhere stories live. Discover now