Mendadak Lamaran!

Start from the beginning
                                    

Uluh .... Kevin ini emang anak yang manis. Sejutek apapun sikapnya padaku kemarin, aku nggak pernah bisa membencinya. Sebaliknya, aku malah makin suka sama dia. Apalagi pas dipeluk gini, tonjolan-tonjolan perut six pack-nya kerasa padet banget, bikin aku jadi tambah gemes!

"Astaghfirullahal'adzim!"

Kami dikejutkan suara istighfar pak Mursid di depan pintu kamar mandi.

"Mas Kevin, Mbak Na! Kalau mau begituan mbok ya nyari tempat lebih tertutup, jangan di sini!" Sopir tambun yang awalnya mau masuk kamar mandi, jadi keluar lagi gara-gara lihat kami pelukan.

Aku segera melepas pelukan, lalu mendelik pas lihat ke bawah. Saking fokusnya meluk Kevin, aku sampai nggak sadar kalau belalainya lagi tegak berdiri!

Cowok itu malah cengar-cengir sambil garuk-garuk kepala sok bego menanggapi pelototan mataku. Nyebelin.

Aku keluar dari kamar mandi. Kulihat ada handuk melilit di leher pak Mursid."Pak, pinjem handuknya, boleh? Baju Kevin kecebur di empang. Dia sekarang lagi kedinginan."

Pak Mursid ngangguk sambil menyerahkan handuk. Mukanya masih kelihatan jengkel.

"Makasih, Pak."

Dia bahkan nggak jawab ucapan terimakasihku. Padahal biasanya, orang ini ramah banget. Nanti deh, kujelasin alasanku meluk Kevin di kamar mandi. Meskipun sejujurnya aku malu banget kepergok pak Mursid dua kali melakukan perbuatan nggak senonoh sama Kevin. Tapi, semua itu yang mulai duluan Kevin, bukan aku. Pak Mursid malah ikut jengkel padaku. Huh, kesel!

"Nih." Aku mengulurkan handuk pada Kevin sambil tutup mata.

Kevin menerima handuk itu, lalu mengucapkan,"Terimakasih."

*****

Kami semua sudah mandi, sekarang sedang menikmati sarapan di ruang tamu. Mak Atik menyiapkan menu lengkap di meja tamu. Ada nasi hangat, sayuran rebus, sambel pecel, rempeyek, babat goreng, paru goreng, bakwan jagung. Lalu ada camilan keripik ketela ungu, rengginang, klepon, sama pisang rebus.

"Wah, Mak, banyak banget makanannya. Kami jadi ngrepotin, nih," ucapku basa-basi, padahal seneng banget bisa makan dengan lauk sebanyak ini, gratis lagi."Ini semua nggak bayar kan, Mak?" candaku menggoda mak Atik.

Mak Atik, suaminya dan pak Poniman tertawa. Kevin lagi sibuk ngunyah rempeyek. Pak Mursid juga nggak tertawa, diem aja sambil nyeruput teh. Dia kayaknya masih marah sama aku. Hiks.

"Ya nggak to, Mbak Na. Kalian di sini kan tamu, bukan pembeli. Kalau nanti kalian datang ke warung mak Atik di Banyuwangi baru tak suruh bayar." Mak Atik nanggepin candaanku dengan senyuman senang, lalu mengambilkan piring untuk diberikan pada kami masing-masing."Ayo, ayo, silakan dimakan dulu sarapan paginya mumpung masih hangat."

Dipersilakan gitu, aku langsung nyendok nasi pakai centong di wadah anyaman bambu yang dilapisi daun pisang. Waktu ditaruh di atas piring, nasinya wangi pandan dicampur aroma segar daun pisang. Mantep banget.

Kevin diambilin nasi sama mak Atik, ditanya-tanyain mau lauk yang mana, masih doyan sambel pecel nggak, pakai sayuran ini mau nggak. Tadi juga, mak Atik yang ngambilin baju Kevin dari empang, terus dicuciin dan dijemurin juga. Meskipun sudah nggak kerja jadi pengasuhnya, mak Atik masih bersikap seolah-olah Kevin ini majikan yang harus dilayani. Dan, Kevin seneng-seneng aja diperlakukan seperti itu.

Eh, tunggu. Kayaknya nggak gitu, deh. Pemandangan interaksi mereka ini bukan antara anak majikan sama pengasuhnya, tapi lebih ke seorang ibu yang lagi manjain anaknya. Sama persis kayak Ibuku kalau ketemu aku. Dia juga memperlakukanku begitu. Aku jadi kangen Ibu. Uh, sedih.

Baby Bala Bala (Completed)Where stories live. Discover now