Mendadak Lamaran!

8.6K 1.2K 212
                                    

"Aroona help! I'm cold!"

Aku celingukan mencari handuk atau kain bersih yang bisa dipakai untuk membungkus tubuh Kevin. Semua peralatan mandi kami --termasuk handuk-- masih diambil pak Mursid di mobil. Masa aku harus ninggalin Kevin dalam kondisi kedinginan gini buat nyusul pak Mursid?

"Aroona!" Kevin berteriak memanggilku lagi dengan suara menggigil.

"Iya, sebentar! Aku mau menyusul pak Mursid ambil handuk di mobil. Kamu tunggu di sini. Oke?" Aku minta ijin sebelum pergi ninggalin dia sendirian di sini.

"Terlalu lama! Hug me!"

Aku mendelik mendengar perintahnya."What?!"

"Peluk aku! Cepat!"

"Are you crazy?!" Aku menggeleng ngeri."Aku akan menyusul pak Mursid untuk minta handuk. You, wait here."

"No, no, no! Don't leave me alone here. It's so damn f**k*ng cold! Just come here. Kalau kamu tidak mau memelukku, biar aku yang memelukmu."

Bule ini udah gila, pakai misuh segala. Mana mau aku meluk dia dengan belalai yang masih melambai-lambai gitu? Jorok!

"Nggak, ah. Biar pak Mursid aja yang meluk kamu."

"Why? Bukankah kamu minta kuhamili? Then why you hesitate to hug me? Kenapa ragu memelukku?"

Kevin merentangkan kedua tangannya bikin belalainya spontan mantul-mantul bebas di udara. Arkh! Mataku ternoda!

"Keviiiin!" Aku berteriak keras sambil nutup mata lagi pakai tangan."Tutup lagi penismu! Atau kutinggal kamu sekarang juga!"

"Wait, wait! OK, OK. Don't go anywhere. Wait here with me. Please." Kevin balik nutup belalainya lagi pakai tangan. Tatapannya terlihat sangat memohon.

Kenapa aku harus nunggu di sini, sih? Bukannya lebih praktis kalau aku nyusul pak Mursid sekarang buat ngambil handuk? Terus, kalau berduaan sama Kevin gini, aku harus ngapain? Nggak ada gunanya, kan? Dia juga tetep kedinginan.

"Aku nggak ngerti, kenapa kamu minta ditungguin di sini? Lebih baik aku nyusul pak Mursid ke mobil sekarang," protesku padanya. Tapi, aku tetep berdiri di sini, menghadap ke empang sambil nyandarin punggung ke pintu.

"I hava a phobia," jawab Kevin masih dengan suara menggigil.

"Phobia apa?" Hampir aja aku noleh ke arahnya tapi nggak jadi. Aku baru ingat kalau dia masih telanjang.

"Pagophobia, trauma sama hawa dingin."

Mendengar pengakuannya, aku beneran menoleh, bodo amat sama belalainya. Fokusku cuma ke wajahnya yang emang lagi kelihatan putih pucet banget. Kupikir cuma karena kedinginan, ternyata dia lagi ketakutan?

Kalau dipikir-pikir aneh juga. Dia kan orang bule, biasa tinggal di dataran tinggi beku, harusnya lebih tahan hawa dingin dibanding kita orang Asia, kan? Tapi sekarang malah kedinginan menggigil kayak gini. Ternyata, dia punya fobia terhadap rasa dingin. Aku baru tau ada fobia seperti itu.

Kasihan.

Eh. Aku jadi ingat. Tadi pagi waktu aku nggak bisa ngomong di dalam mobil, dia meluk, bahkan menciumku biar aku tenang lagi. Giliran dia yang kedinginan menggigil gini, masa aku malah nggak bantuin?

Kuputuskan memenuhi permintaannya. Aku memasuki kamar mandi untuk memeluknya.

Kevin terkejut melihat aku memeluknya. Tapi kemudian, kedua tangannya melingkar di tubuhku. Dia balas memelukku.

"It's OK. I'm here. You are safe now." Aku katakan kalimat yang pernah dia katakan padaku tadi pagi.

Tubuhnya yang semula menggigil hebat, kini pelan-pelan jadi tenang lagi. Pipinya menempel di kepalaku."Thank you."

Baby Bala Bala (Completed)Where stories live. Discover now