{2} Menyebalkan Atau Baik Hati?

Começar do início
                                    

Bel pulang berbunyi, saatnya istirahat sekejap. Merebahkan tubuh ke atas kasur. Melupakan sekejap semua rasa letih. Tanpa ku sadari, kedua mataku terpejam dan masuk dalam dunia mimpi.

Hari ini sangat melelahkan...

Tengah malam rasanya tubuhku menggigil, aku sangat kedinginan. Mataku sulit untuk ku buka. Rasanya berat, Sangat berat ... tapi, beberapa saat kemudian kurasakan sesuatu memeluk diriku. Aku merasa tubuhku melayang. Dan satu rasa yang membuat aku bahagia. Nyaman.

-o0o-

Kubuka mataku pelan-pelan, saat kedua mataku benar-benar terbuka, aku tercengang menyadari diriku sedang berada di UKS. Kenapa bisa?

Aku mencoba duduk, namun rasanya kakiku nyeri. Kupegang kursi yang ada di hadapanku, aku mencoba berdiri hingga ada sepasang mata yang menyorotku.

Aku diam menunduk...

Aku malu...

Aku sangat malu...

"Mau kemana?" Suara berat itu membuat diriku spontan menatapnya.

"G-gue...."

-o0o-

Aqmal POV

Aku berjalan mengelilingi kamar-kamar santri yang sudah tertutup rapat. Aku juga memeriksa beberapa ruangan yang terlihat ramai oleh para Ustadz.

Aku tersenyum dan kembali menjalankan tugasku untuk mengecek para santri. Kini giliran mengelilingi kamar santriwati. Harusnya ini tugas Ustadzah Nisa, tapi karena dia ada acara akhirnya aku yang menggantikan dia. Kupandangi sebuah kamar yang pintunya terbuka. Aku berjalan ke kamar itu. Niatku untuk menutup pintu terhenti, saat aku mendengar suara rintihan kesakitan dari seseorang di dalam kamar tersebut.

Aku Semakin penasaran, aku membuat pelan pelan pintu tersebut hingga aku mendapati seorang santriwati yang Alhamdulillah masih memakai Jilbab duduk di lantai dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.

Aku tidak tau harus berbuat apa, rasa kasihan namun tidak mungkin menyentuhnya.

Malam ini, para Ustadzah sedang ada pertemuan di salah satu pesantren tetangga. Hanya tersisa para Ustadz saja, para santriwati pun sebagian besar ikut ke acara tersebut. Beberapa sudah terlelap.

Aku mondar-mandir di luar kamar, berusaha mencari seseorang untuk menggendong gadis itu. Kamar ini terletak paling pojok, sehingga jauh dari kamar lainnya, bisa dibilang kamar ini adalah kamar khusus para 'preman' pesantren.

Aku berusaha menghubungi Ustadzah Nisa—salah satu pengajar di pesantren. Ustadzah Nisa merupakan pengurus keamanan dan kesiswaan di pesantren.

Namun, Ustadzah Nisa mengatakan tidak bisa ke mari karena sedang ada rapat terkait event yang akan dilakukan beberapa bulan lagi.

Aku berjalan mendekati salah satu kamar, aku berusaha membangun santriwati yang sedang terlelap. Namun hasilnya nihil, mereka tidak menggubris ucapanku. Sekarang tidak ada pilihan lain, selain ... Menggendongnya.

Mataku memandang kedua mata yang terpejam itu. Seulas senyum terlukis indah di bibirku.

"Astaghfirullah!" Pekikku mengingat apa yang baru saja aku lakukan.

Aku beberapa kali meyakinkan diriku, bahwa aku menyentuh gadis ini dengan niat ingin membantu, tanpa ada niatan apapun. Aku sadar, Allah maha tau semua yang hamba-Nya pikirkan.

Aku tidak tau ada perasaan aneh yang membuatku nyaman berada di samping santriwati ini. Namun sekali lagi, aku harus menepis pikiran-pikiran aneh dari akalku. Tugasku hanya satu, membawa gadis ini ke UKS!

Setelah sampai, kubaringkan tubuh mungilnya di kasur. Aku berjalan menuju depan pintu. Aku mencari seseorang yang bisa membantu santri itu.

Ustazah Nisa. Aku melihatnya berlari tergopoh-gopoh menuju ke arahku.

"Afwan Gus, pripun? Saya diijinkan ummi untuk datang ke pesantren."

"Ustadzah, tadi saya menemukan santriwati itu tergeletak di lantai. Saya tidak tau harus berbuat apa karena pesantren dalam keadaan sepi. Akhirnya saya menggendong dia menuju UKS karena takut dia kenapa-kenapa," jelasku yang dibalas anggukkan oleh Ustadzah Nisa.

Ustadzah Nisa memeriksa gadis itu. Sedangkan aku duduk di depan UKS. Aku mengingat gadis itu, dia yang tadi pagi membuat masalah, 'kan?

Setelah beberapa waktu menunggu, akhirnya ustadzah Nisa keluar, dia mengatakan bahwa santri itu tidak apa-apa.

Ada rasa lega di hatiku. Aku merasa sangat tenang dia tidak apa-apa, aku masuk ke dalam ruang itu. Aku tersenyum tipis dan segera duduk di kursi. Kusandarkan badanku, hingga tanpa kusadari aku terlelap menyusul gadis itu menuju alam mimpi.

Aku terbangun, kutatap santriwati itu. Pandanganku beralih pada jam dinding yang ada di ruangan. Aku menghela napas ringan. Dengan segera, aku pergi ke Masjid untuk shalat subuh.

Setelah shalat subuh dan mengisi kajian kitab, aku kembali ke UKS. Aku menatapnya yang berusaha berdiri. Aku terus memandang apa yang akan dia lakukan.

Dia menyadari keberadaanku. Netranya menatapku, sedetik kemudian dia menunduk tanpa berbicara.

Akhirnya aku bersuara. "Mau ke mana?"

"Gu-gue mau kembali ke kamar. Gue gak apa-apa," lirihnya

Aku menggeleng pelan. Bisa-bisanya dia berkata tidak apa-apa, sedangkan Semalam dia mericau tidak jelas?

"Ganti sebutan lo-gue, ini pesantren, bukan tempat tongkrongan. Di sini kamu diajarkan tata krama." Aku membalikkan badan. Namun, aku menghentikan langkahku, dan berbalik.

"Oh iya, satu lagi. Ucapkan terima kasih ketika ada yang menolongmu. Berbicara itu gratis, jika kamu tidak mau, berarti kamu bisu."

****

Ada sebuah rasa yang tidak akan pernah aku lupakan. Rasa yang lebih indah dari apapun jenisnya. Rasa yang bisa membuat seseorang lalai dalam ibadahnya ... iya, Rasa cinta. Aku mencintainya.

~Muhammad Aqmal Ar Rasyid~

~~~~~~~~~~

Bersambung...

Jawaban Sepertiga Malam [Re-publish]Onde histórias criam vida. Descubra agora