Rafa terdiam, ia menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Setiap kali membahas sesuatu, pasti Zeena bisa membahas hal yang telah berlalu meskipun itu sudah cukup lama kejadiannya.

"Tapi kan—"

"Apa? Kakak masih mau ngelak? Dulu juga pas Zeena minta dianterin sama Kakak, eh Kakak malah pilih latihan futsal dan berujung Zeena diantarin sama Ayah. Terus—"

"Iya iya, iyaa Kakak yang sibuk dan Zeena enggak pernah sibuk." Rafa pilih mengalah daripada Zeena semakin mengungkit hal yang sudah berlalu, bahkan sudah tidak diingat lagi olehnya.

"Tuh kan, Bun, Kak Rafa itu emang ngeselin orangnya. Masa, dia yang salah, tapi dia yang kaya korban…."

"Aduin terus, Jen, aduin sampai puas," gumam Rafa dengan suara yang begitu pelan agar tidak terdengar di telinga Zeena.

"Tuh kan, Bun, pasti sekarang dia lagi ngedumel soal Zeena. Emang ngeselin punya Kakak satu itu."

"Astaghfirullah, Ya Allah, dosa apa yang telah hamba perbuat," ujar Rafa sedikit dramatis. Hal itu membuat Zeena melongo tidak percaya.

Gadis itu bergidik ngeri melihat kelakuan sang kakak. Dia meneguk ludahnya susah payah kemudian berucap, "Kak, istigfar. Jangan ketempelan di sini dongg. Zeena pulang sendirian nihhh."

Seketika Rafa menghentikan aksinya. Dia berdeham untuk kembali pada tampilan coolnya. "Udah ayo, keburu sore. Udah terobati kan kangennya?"

Zeena kembali mengalihkan tatapannya ke arah nisan sang bunda. Tangannya kembali mengusap nisan tersebut. "Bunda, Zeena sama Kakak pamit pulang, ya. Kapan-kapan kita ke sini lagi kok. Assalamu'alaikum."

Rafa melakukan hal yang sama. Dia mengusap nisan sang bunda sebelum pergi. "Bunda, memiliki salah satu bagian tubuh dari Bunda adalah sesuatu yang berharga untuk Rafa. Terima kasih, Bunda," ucapnya.

"Ayo, Kak!"

***

Zeena baru saja selesai menunaikan ibadah salat Magrib. Saat ini, dia tengah memasak sesuatu untuk makan malam bersama kakaknya nanti. Kakaknya masih di masjid dan itu membuatnya leluasa untuk bergerak di dapur.

Rafa tidak bisa diam jika melihat Zeena memasak. Tangan jailnya pasti selalu mengganggu sang adik yang begitu serius ketika memasak.

"Assalamu'alaikum."

TAK!

"Aw," ringis Zeena. Darah yang mengalir keluar membuatnya meneteskan air mata karena menahan perih.

Rafa yang kebetulan berada di dapur langsung mendekati Zeena yang tengah memegang jarinya. Mata itu terbelalak saat melihat darah yang kini mengalir dari jari telunjuk adiknya. Laki-laki itu meraih jari tersebut lalu mengecupnya dan menghisap darah yang keluar agar tidak semakin banyak. Setelahnya, dia mengarahkan jari tersebut ke wastafel lalu membersihkannya dengan air yang mengalir.

"Nggak ada Kakak sekali aja jarinya keiris. Coba kalau tiap hari nggak ditemenin, bisa-bisa tuh tangan bolong semua," omel Rafa. Dia beranjak dari tempatnya untuk mencari kotak P3K.

Setelah mendapatkannya, ia kembali menghampiri adiknya dan menggiringnya menuju ruang makan. Dia mendudukkan adiknya di salah satu kursi lalu mulai mengobati luka adiknya dengan telaten.

Sesekali Zeena meringis dan menjauhkan jarinya agar tidak terkena betadine yang hendak diteteskan oleh kakaknya.

"Siniin jarinya," pinta Rafa.

Zeena menggeleng, masih dengan menjauhkan jarinya. "Perih, Kak, nggak mau!"

"Jen, siniin nggak? Biar cepet kering lukanya."

"Nggak mau! Sakit!"

Rafa berdecak. "Ya udah nggak usah dikasih betadine biar kaya gitu terus lukanya. Biarin, biarin nggak bisa kena sabun lagi."

Zeena memasang wajah puppy eyesnya. "Kak…" lirihnya saat sang kakak mulai mengemasi peralatan yang digunakan tadi.

Rafa tidak menghiraukan lirihan adiknya. Dia beranjak sambil membawa kotak P3K tadi untuk dikembalikan ke tempatnya. Setelahnya, dia menuju kamar untuk mengganti pakaiannya dengan baju rumahan.

Rafa berjalan menuju ruang keluarga dan menyalakan televisi untuk ia tonton. Dia melirik adiknya—yang masih menatapnya dari ruang makan—melalui ekor matanya. Tangannya meraih toples yang berada di atas meja.

"Kak," panggil Zeena. Dia berjalan mendekati sang kakak yang tengah asyik menonton sambil memakan camilan yang berada di dalam toples.

Rafa pura-pura tidak mendengar adiknya. Dia terus fokus menatap layar di hadapannya yang tengah menayangkan film fantasi kesukaannya.

"Kakak," panggil Zeena lagi. Kini dia sudah duduk di sebelah kakaknya.

Zeena menatap sendu kakaknya. Air mata sudah siap meledak kalau dia mengerjap. "Kak Rafa."

Rafa menghentikan kunyahannya. "Apa sih, Jen, ganggu aja," balasnya tanpa menatap Zeena. Dia kembali menguyah makanannya.

"Jangan marah sama Zeena," ucap Zeena begitu lirih. Suaranya terdengar sedikit bergetar.

"Kak Rafa."

"Kak."

"Kakak."

Rafa masih berusaha menulikan pendengarannya. Dia terlihat begitu serius menonton film tersebut sampai suara tangisan Zeena mencuri perhatiannya.

"Maafin Zeena, Kak. Zeena nggak maksud bikin Kakak marah. Kakak jangan diemin Zeena kaya gini dong. Zeena nggak punya siapa-siapa saat ini selain Kakak. Maafin Zeena, Kak." Zeena terisak. Dia mengusap air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

"Kan Zeena cuma nggak mau pakai betadine, kenapa Kakak marahnya sampai kaya gini?" lanjutnya.

Rafa berdecak. "Kalau minta maaf ya minta maaf aja, jangan cari pembelaan."

"Ya maaf, kan Zeena nggak salah."

Rafa yang geregetan pun meletakkan toples yang sedari tadi dipangkunya. "Hihhh, dasar cewek. Udah salah, nggak mau ngaku salah malah salahin orang lain," ucapnya gemas.

Rafa beranjak. Saat hendak melangkah, tiba-tiba tangannya ditahan oleh Zeena. "Ihh, jangan pergi, Kak. Iya iya Zeena minta maaf. Zeena yang salah. Kakak enggak salah, beneran kok Zeena yang salah."

"Apa sih? Orang aku mau makan," ucap Rafa sok ketus, padahal ia sedang menahan tawanya.

Zeena melepas cekalannya. "Kok jadi gitu sih manggilnya. Kakak, jangan marah dong sama Zeena."

Rafa meninggalkan adiknya yang masih berdiri di ruang keluarga. Dia mengambil piring lalu menuangkan nasi dan lauk. Tepat pada saat ia meletakkan piring di atas meja, Zeena datang menghampirinya.

"Nih, makan."

"Kak—"

"Makan kalau nggak mau Kakak marah!"

***

Alhamdulillah update kali ini cepet yaaa. Lumayann daripada yang kemarin-kemarin, hehe.
Jangan bosen nungguin Perfect Brother update, yaaa.

Jazakunallah khairan💙

Perfect Brother || HiatusWhere stories live. Discover now