Bab 16

19.9K 1.5K 70
                                    

Ucapan Yasmin tidak pernah selesai karena tiba-tiba saja Raven sudah menyergap bibirnya, pria itu masih memegangi tangan Yasmin sementara tangannya yang lain menahan tengkuk wanita itu hingga membuat Yasmin tidak bisa bergerak. Kepala yasmin yang bergerak-gerak di tahannya begitu kuat, hingga Raven dengan sesuka hati bisa mengeksplorasi bibirnya, namun Yasmin tidak pantang menyerah dia tetap memberontak dan di saat ia berhasil mendorong Raven kembali secepat kilat ia melayangkan telapak tangan kanannya pada pipi Raven, Yasmin menampar pria itu dengan keras hingga kepala Raven terlempar kesamping.

"Kau pikir apa yang sedang kau lakukan? Kenapa kamu tidak pernah berhenti untuk menyakitiku?" Yasmin berteriak dengan histeris mengimbangi nafasnya yang masih terengah-engah.

Raven menoleh cepat sembari memegangi pipinya yang terasa perih, dia menatap Yasmin dengan berang.

"Kenapa kamu berubah? Kenapa sekarang kamu selalu menolak sentuhanku? Apa semua ini karena pria itu?" Tanyanya sambil mencengkeram kedua bahu Yasmin.

Sesaat lamanya Yasmin mengerutkan dahinya, dia seperti tidak mengerti dengan apa yang pria itu katakan saat ini, namun ingatannya membawanya pada malam itu, malam pertengkaran mereka yang terakhir. Seketika kemarahannya kembali terbit, mendadak dia seperti punya kekuatan untuk melawan pria itu.

"Yah, lalu kenapa memangnya? Apa itu menjadi masalah untukmu?" Yasmin sudah tidak berniat untuk menjelaskan kejadian sebenarnya.

Raven termangu, dia seperti kehilangan kata-katanya, apalagi ketika dirinya melihat kedua bola mata wanita itu menyorot dingin kearahnya.

"Jadi benar, kamu meninggalkanku demi selingkuhanmu itu?"

"Jika iya memang kenapa? Jangan bilang kau merasa cemburu karena hal itu?"

Satu detik dua detik.

Raven masih belum menemukan kata-katanya, perlahan emosi Yasmin memudar begitu menyadari kalau sepasang mata yang selalu menampakan amarah padanya itu kini justru terlihat sedih dan terluka di waktu bersamaan.

Apakah dia sudah salah bicara?

"Aku memang cemburu! Apa kau merasa puas sekarang?"

Kini, gantian Yasmin yang termangu, jawaban Raven sungguh di luar dugaannya. Yasmin masih belum bisa berkata-kata hingga akhirnya Raven pergi meninggalkannya sendiri di sana, rasanya akan jauh lebih baik jika menghadapi sosok Raven yang meledak-ledak karena Yasmin akan langsung bisa membentengi perasaannya sendiri, yaitu tetap berpegang teguh pada rasa sakit dan juga luka yang selama ini pria itu torehkan di hidupnya, tapi jika melihat pria itu serapuh saat ini entah kenapa Yasmin merasa takut jika nantinya dia akan kembali luluh lagi seperti dulu.

Setelah peristiwa itu sikap Raven padanya benar-benar berubah, pria itu sudah tidak lagi memandanginya diam-diam dengan tatapan membunuhnya yang seperti biasa, tapi dia bersikap seakan Yasmin tidak ada di sana, bahkan ketika keduanya harus kembali bersandiwara di depan Malea, Raven tetap tidak mau menatap dirinya. Seharusnya dengan sikap Raven yang seperti ini Yasmin merasa tenang dan aman, tapi kenapa dia justru merasa khawatir?

Oh ya ampun, Yasmin memang benar-benar wanita bodoh!

Yasmin baru merasa lega ketika akhirnya mereka pulang kembali ke Jakarta. Dia, Bianca dan kedua anak Kakaknya masih berada di dalam perjalanan, sebenarnya Yasmin masih merasa kesal kepada Bianca yang membuatnya terpaksa ikut-ikutan membohongi Malea, belum lagi gara-gara rencana Bianca, Raven jadi menuduhnya yang tidak-tidak. Tapi untungnya Yasmin sempat menguping pembicaraan kedua bersaudara itu sebelum pulang, dan dia merasa lega karena Kakak iparnya itu sudah menjelaskan kepada Raven bahwa ini memang rencananya. Yasmin jadi penasaran bagaimana perasaan Raven saat ini ketika akhirnya apa yang ia tuduhkan itu tidak terbukti?

Beautiful Mistake (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang